Rabu, 02 Januari 2013

Kalung Hitam Pembawa Nikmat




Aku masih berbaring telentang di atas tempat tidur, dengan mata tertutup, sesuai permintaanmu. Masih mengenakan atasan kuning dan bra hitam di dalamnya, tanpa apa-apa lagi di bawah.

Kau memintaku tetap diam seperti itu sementara kau turun untuk membuka pintu setelah bel terdengar berbunyi.

Besar keinginanku untuk membuka mata, mengintip barang sejenak, melihat apa yang telah kau lakukan dengan vaginaku. Seperti terganjal sesuatu. Mungkin aku tahu apa itu: kalung berbiji besar yang kukenakan tadi. Kalau toh aku membuka mata, kau juga tidak akan tahu.

Ah, tapi kupikir di mana menariknya kalau aku benar-benar membuka mata dan mengintip?

Kau kembali tak lama kemudian, setidaknya dari suara langkahmu aku tahu itu.

“Jangan bergerak!” katamu setengah berbisik.

Dan semakin tinggi pula rasa ingin tahuku tentang apa yang akan kau lakukan, tetapi di saat yang sama juga aku berusaha setengah mati untuk tidak memikirkan berbagai skenario yang mungkin akan terjadi nantinya.

I’d like to keep the best part to happened at the perfect time.

Menunggu, tidak tahu apa yang akan terjadi, jelas membuat dadaku berdebar. Khawatir, tapi juga penasaran. Takut, tapi juga.. -oh, God!- terangsang..?

Tiba-tiba rasa menggelitik terasa menjalar di sekujur tubuhku sesaat setelah aku merasakan puting payudaraku basah, tersentuh sesuatu, berulang kali, dan butuh waktu lebih lama untuk kemudian menyadari bahwa kau sedang menjilatnya. Aku tidak bisa berpikir, kesulitan menebak apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kepalaku sudah tidak bisa berfungsi, rasa menggelitik itu semakin menghebat dari ujung kaki sampai ujung kepalaku.

Bergantian, kau menjilat puting payudara kiri, lalu kanan. Lalu menghisapnya dengan hebat, kemudian saat aku berteriak karena putingku terasa tergigit terlalu keras, kau kembali menjilatnya.

Sensasinya semakin hebat, seolah kau menaikkan rangsangan dengan sangat cepat, kemudian timbul rasa sakit yang sesaat menghentikannya dengan segera, tetapi sebelum rasa terangsang itu hilang tertutup rasa sakit, kau membuatnya mendaki lagi.

Aku melenguh, berteriak, entah suara apa lagi yang keluar dari mulutku. Aku sadar volumenya terlalu keras dan mungkin akan terdengar oleh mereka di luar ruangan kita sedang berada, tapi aku tidak peduli.

Habis sudah segala modal kognitif untuk memberi rambu berhenti.

Rasa menggelitik yang semakin hebat ini tidak bisa lagi kukendalikan.

Dan aku tahu kau tahu itu.

Di saat kau mulai menggesekkan ujung penismu di bibir vaginaku. Aku tidak melihatnya, tapi aku bisa merasakannya. Vaginaku sangat bisa merasakannya.

Dadaku berdebar semakin cepat, napasku mulai tersengal-sengal, dan aku semakin tidak sabar untuk merasakan entah apapun itu yang lebih hebat. Puncak dari semua ini.

Teriakanku tampaknya semakin tak terkendali saat kau mulai memasukkan penismu ke vaginaku, yang.. masih terisi oleh biji-biji kalung yang kau masukkan tadi!

Rasanya sungguh luar biasa!

Biji kalung itu seolah terdorong masuk semakin dalam, menggesek kulit di bagian pintu vagina. Permukaan yang sedikit kasar dan tekstur yang keras membuatnya terasa sakit, tapi, saat kau mulai mendorong penismu yang ada di atasnya masuk ke dalam sensasinya menjadi luar biasa

Padanan rasa sakit dan kenikmatan di saat yang sama. Usahaku untuk menyingkirkan rasa sakit itu dan menaikkan tingkat sensitivitas terhadap rasa nikmatnya, membuat sensasi nikmat itu semakin berlipat ganda.

Rasa menggelitik, aliran darah yang semakin deras terpacu sampai ke ujung pembuluh terkecil pun, membuat tubuhku semakin menegang. Setiap sentuhan sekecil apapun darimu di kulitku makin menambah rangsangannya.

Aku tidak sanggup lagi menahannya. Ada ledakan yang tertahan, dan semua itu menggelembung di ujung kepala, di bagian teratas dari dadaku, bagian terluar dari seluruh tubuhku.

Semua menunggu untuk diledakkan.

Siksaan untuk menahan ledakan itu semakin hebat saat kau akhirnya mendorong seluruh penismu masuk ke dalam vaginaku.

Kau mendorongnya masuk, menariknya keluar, mendorongnya lagi masuk, menariknya keluar, berulang kali. Berulang kali. Membiarkan bagian dalam vaginaku merasakan gesekan hebat antara penismu dan biji-biji kalung di dalamnya.

Kau mengangkat kakiku dan meletakkannya di kedua bahumu, memberi sudut yang sangat tepat bagi penismu untuk mencapai titik yang semakin membuat pertahananku terhadap ledakan itu semakin rapuh. Kau terus melakukannya, mendorong dan menarik berulang kali. Terus berulang dengan kecepatan yang semakin meningkat.

Aku terus berteriak, melenguh, mendesah, entahlah.. kau lebih bisa mendeskripsikannya daripada aku. Isi kepalaku sudah terhisap habis, bersamaan dengan vaginaku yang tidak puas-puasnya terus melahap penismu dalam-dalam.

Seolah kelaparan, vaginaku ingin melahap penismu sehabis-habisnya. Ingin menelan sedalam-dalamnya.

Kudorong pinggulku agar penismu semakin masuk ke dalam vaginaku.

Kau membalasnya dan semakin mempercepat gerakanmu. Semakin mempercepat gesekan antara bagian dalam vaginaku, biji kalung, dan penismu.

Semakin cepat.

Semakin cepat.

Lebih cepat lagi.

AND THEEEERRREEEEE!!!!

Kau masih terus menggerakkan tubuhmu, membiarkan penismu masuk dan keluar dari vaginaku, sementara vaginaku berkedut-kedut, memijat-mijat penismu.

Aku nyaris tak bisa merasakannya sama sekali sampai aku tahu ada cairan yang mengalir melalui bagian bawah perutku yang sedikit terangkat, terus ke bagian pinggang.

I peed.

Bagian dalam vagina masih terus berkedut, sementara cairan kencingku juga terus keluar. Aku tidak bisa menahan keduanya, sama sekali!

Dan kau, kau tidak kunjung berhenti.

Kau terus menggerakkan pinggul dan penismu maju-mundur, tanpa ampun membiarkanku tersiksa dalam kenikmatan.

Ledakan yang sedari tadi tertahan dalam tubuhku juga tidak bisa berhenti. Terus meletup, berulang kali.

Aku juga tidak yakin bahwa aku menginginkannya berhenti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar