Sebelumnya kenalkan namaku Syandi. Saat itu aku berusia 25
tahun. Cerita ini bermula ketika aku masih awal-awal merantau ke Jakarta . Saat itu aku
mengontrak sebuah rumah yang lumayan nyaman, walau tidak terlalu besar. Di
tempat tinggalku itu aku mengenal seorang gadis yang sangat cantik dan masih
sekolah SMK bernama Widia (16 tahun). Ia memliki tubuh yang sangat
proporsionis, kulit putih dengan tinggi/berat kira-kira 160/48. Ayah ibunya
bercerai sejak dia masih kecil dan kedua orangtuanya masing-masing telah
menikah. Keluarga ayah kandungnya adalah tetanggaku. Sebenarnya Widia sendiri
ikut dengan ibu kandungnya, tapi sebualan sekali hampir bisa dipastikan Widia
menemui ayahnya untuk meminta uang bulanan biaya sekolahnya. Hal tersebut
dikarenakan ayah tirinya juga sedang menganggur dan memang tidak punya kerjaan
tetap.
Karena kecantikannya tersebut aku sering memperhatikannya
saat dia mengunjungi ayahnya. Suatu ketika mama tirinya yang notabene juga baik
terhadap Widia memintaku untuk mengantarkannya pulang ke rumah ibunya, karena
memang Widia sangat jarang sekali menginap di rumah ayahnya. Waktu itu aku
ingat, hari terakhir puasa Ramadhan dan besoknya Idul Fitri. Aku mengantarnya
pulang dan saat itulah aku tahu rumah ibu kandung Widia bersama ayah tirinya.
Aku dipersilakan masuk dan disambut dengan baik oleh ibunya. Dan tak lama
akupun pamit pulang. Sebelum pulang ibunya mengucapkan terimakasih dan berpesan
agar besok jangan lupa datang berkunjung dan aku mengiyakan.
Besoknya tepat di hari lebaran aku datang pada sore harinya.
Tapi aku agak kecewa karena ternyata Widia tak ada di rumah. Aku hanya disambut
oleh ibunya dengan ramah. Dalam obrolan tersebut ibunya berpesan agar aku
sering-sering datang ke rumahnya. Ibunya banyak bercerita tentang Widia yang
ternyata tidak pernah betah di rumah. Sebenarnya akupun tak tahu maksud ibunya
tersebut, untuk apa aku diharapkan sering-sering datang.
Di hari-hari selanjutnya aku memang sering meluangkan waktu
untuk datang ke rumah Widia sesuai pesan ibunya. Bahkan di satu kesempatan
ibunya memintaku untuk menginap. Meski agak bingung dan canggung aku
mengabulkan permintaan ibunya. Dan hari itu ibunya melarangku memanggilnya
dengan sebutan tante melainkan memintaku untuk memanggilnya mama.
Seharian di rumah itu aku tetap tak melihat Widia sama
sekali. Dan tanpa aku tanya sang mama menceritakan bahwa Widia kost di daerah
Slipi. Aku tak tahu pasti apa alasan Widia kost dan aku tidak menanyakan kepada
sang mama. Keesokan harinya setelah pulang kerja aku kembali datang ke rumah
keluarga baruku tersebut. Ternyata hari itu Widia ada di rumah, dan dia nampak
ceria. Anehnya Widia seperti tak merasa heran dengan kehadiranku di keluarga
tersebut. Malah kami terkesan sangat akrab seperti halnya memang aku adalah
abang kandungnya. Dan hari-hari sekanjutnya kami memang benar-benar akrab hidup
dalam keluarga tersebut. Dan kulihat Widia pun jadi sering di rumah tidak
pulang ke kost lagi.
Hari-hari aku selalu tidur di ruang tamu di depan tv. Karena
memang di samping rumah tersebut sebuah rumah kontrakan yang tidak terlalu
besar juga hanya memiliki 1 kamar tidur saja yang kulihat selalu digunakan
sebagai kamar tidur Widia, mamanya dan 1 lagi adik perempuannya (Andini) hasil
perkawinan mamanya dan ayah tirinya.
Suatu ketika ketika pulang kerja aku pulang ke keluarga
baruku itu. Kulihat mama dan Andini tidur di depan tv. Entah sengaja atau
mereka tertidur. Karena lapar aku langsung ke dapur dan makan. Selesai makan
aku berniat untuk pulang ke rumah kontrakanku. Tapi mama malah memarahiku dan
menyuruhku tidur di kamar bersama Widia.
"Mau kemana kamu malam-malam begini, Ndy?" tegur
mama saat itu. Memang ketika itu aku pulang kerja larut malam dikarenakan ada
lembur.
"Pulang, Ma." jawabku sambil menerka-nerka apa
maunya mama.
Dan di luar dugaanku mama berkata, " Sudah terlalu
malam Ndy, sudah sana
tidur sama adikmu, kasihan Andini sudah terlalu pulas kalau disuruh
pindah." Demikian perintah mama.
Dengan berpura-pura ogah-ogahan malah sempat menghidupkan tv
sejenak, kutekan-tekan remote control tak jelas acara apa yang kucari kemudian
kumatikan lagi dan bergegas menuju kamar.
Sesampainya di kamar aku langsung mencium harum semerbak
ruang kamar yang bercampur dengan aroma wangi dari tubuh Widia. Kulihat Widia
tidur dengan sangat pulasnya. Karena aku merasa agak sungkan, meskipun tidur
satu ranjang kubatasi antara aku dengan Widia menggunakan sebuah bantal guling
besar.
Entah karena tak terbiasa tidur di kamar tersebut atau
karena fikiranku yang melayang-layang kemana-mana aku merasa sangat sulit untuk
memejamkan mataku. Sementara beberapa kali kulihat Widia entah sengaja atau
tidak dia selalu memindahkan dan memeluk bantal guling yang kugunakan untuk
pemisah dengan posisi membelakangiku meskipun sudah beberapa kali aku ambil dan
kuletakkan lagi di tengah-tengah antara kami.
Karena kejadiannya berulang-ulang aku duduk dan mempehatikan
wajah Widia yang terlihat sangat pulas. Dengan rasa penasaran wajahnya yang
tampak sangat cantik aku cium. Agak gemetar aku mencium bibirnya dengan sedikit
sentuhan lembut. Tak kusangka Widia sambil masih tetap terpajam langsung
membalas kecupanku di bibirnya hingga kamipun langsung berpagutan dan saling
memainkan lidah kami. Lama kami berpagutan dan tanganku mulai mencoba meremas
lembut teteknya yang lumayan besar, entahlah ukuran berapa karena aku memang
tak faham dengan ukuran bra, mungkin 34 atau 36. Yang jelas di mataku Widia
adalah gadis remaja yang sangat montok dan seksi.
Tangan Widia pun memberi respon positif dengan merangkul
leherku tapi tak terlalu erat, sehingga aku tetap dapat leluasa mencium dari
bibir berpindah ke pipi kanan kiri kemudian aku jilat kuping kanannya. Dan...
"Ssssttt.... ssssttt....." Terdengar desisan-desisan lembut dari
bibir seksinya yang tanpa dipoles lipstik tapi terlihat sangat ranum di bias
keremangan lampu kamar. Sampai beberapa kali aku menajamkan pendengaran takut
bila suara desisannya itu terdengar dari luar kamar dan membangunkan yang lain.
Tapi aku dengan cepat memastikan bahwa semuanya aman-aman saja.
Cukup lama aku meremas-remas lembut payudara Widia, hingga
aku penasaran aku mencoba memasukkan tanganku ke balik t-sirt ketatnya dari
arah bawah. Saat itu ia mengenakan t-sirt putih dan celana kolor tidur pendek
putih juga. Sambil meraba-raba buah dada yang masih terbungkus bra itu dari
balik t-sirt, ciumanku mulai turun ke dagunya yang sangat indah lalu ke
lehernya sebelah kiri.
"Sssst.... Sssstt..... Sssst.... Sssstt.....",
Widia makin mendesah-desah di ketika kuciumi dan kuremas-remas payudaranya.
Matanya sesekali terbuka tapi lebih sering terpejam seperti orang yang tengah
terhanyut perasaan.
Setelah puas menciumi wajah ayunya dan meremas-remas buah
dadanya aku memberanikan diri untuk mencoba membuka t-sirtnya. Dan tanpa
penolakan sedikitpun Widia mengangkat tangannya mempermudah aku untuk melolosi
kaosnya melalui kepalanya.
Begitu kubuka mataku terbelalak dengan pemandangan yang
sangat indah di depanku. Kulitnya sangat putih bak porselin yang masih baru
dengan benjolan gunung kembar yang sangat indah dibalut bra warna krem. Sampai
terkagum-kagum aku dibuatnya. Merasa kepalang tanggung aku langsung mencari
kaitan branya yang ternyata ada di depan antara 2 buah dadanya dan langsung
kusingkapkan ke kiri dan ke kanan tubuhnya dan masih tetap tertindih tubuh
indahnya.
Tak menunggu terlalu lama langsung kudaratkan kecupanku di
puting dada yang sebelah kiri sambil tanganku mengusap-usap lembut dadanya yang
kanan. Dan Widiapun makin mendesah-desah kenikmatan.
"Aduh Kaaaak.....Ssssssst" demikian dia
memanggilku dengan mata tetap terpejam. Kusedot-sedot putingnya sambil tangan
kanan meremas-remas buah dada yang kanan lalu bergantian demikian
berulang-ulang sampai beberapa menit. Lalu seranganku kulanjutkan lebih ke
bawah. Kucium sekujur tubuhnya menyusuri perutnya yang datar ke arah pusar
sampai mataku tertuju kepada celana kolornya yang langsung kutarik
perlahan-lahan ke bawah melalui kakinya yang jenjang indah dan tampaklah kini
ia hanya mengenakan celana dalam putih berbahan sangat halus.
Celana dalam itupun segera kubuka perlahan-lahan sambil
hatiku berdebar-debar mencermati mili demi mili apa yang akan segera terlihat
di depanku. Dan pemandangan yang menakjubkanpun terpampang di depanku. Gundukan
kecil dengan helai-helai bulu hitam agak kaku tapi sangat rapi menghias
vaginanya.
Kuusap-usap bukit kecil itu dengan telapak tanganku dengan
ibujari sedikit menekan permukaan bibir vaginanya. Widia terlihat sedikit
menggelinjang saat ibujariku menekan-nekan bagian atas bibir vaginanya dengan
lembut. Sementara rudalkupun sudah berontak dari tadi di dalam sarangnya.
Saking tegangnya sampai terasa sangat keras dan hangat di dalam celana dalamku.
Dan akupun segera melepas kaos yang kukenakan.
Selanjutnya kudekatkan mulutku ke arah vagina indah itu, dan
kujilat arah membelah dari bawah ke atas. Terdengar erangan Widia makin
merintih-rintih dan mendesis seperti orang yang kepedasan. Kubuka sedikit
vagina yang masih sangat rapat itu dan nampaklah belahan daging merah segar di
dalamnya, tetapi hanya bagian kecil saja yang dapat kubuka dan kuarahkan
lidahku ke lubang kecil itu dan kujilat-jilat dengan tempo pelan dan teratur
hingga vaginanya mulai mengeluarkan cairan pelumas yang cukup banyak membasahi
belahan vagina itu dan beberapa bagian bulunya.
"Sssssttttt..... sssssttttt kakaaaaakkkkk.....,"
Erangnya.
Kunaikkan tempo jilatanku pada vaginanya yang membuat dia
semakin menggelinjang-gelinjang dan tak kuduga vagina Widia mengeluarkan cairan
cintanya lumayan banyak. Kuseruput cairan itu sambil tetap sesekali lidahku
menjilat-jilat bagian dalam vaginanya. Aku tahu dia mengalami orgasme
pertamanya.
"Sssssttttt..... aduuuuhhhh sssssttttt
kakaaaaakkkkk.....," Erangnya lagi lirih.
Setelah puas mulutku bermain segera kupelorotkan celana
pendek dan CDku bersamaan. Dan aku mencoba memasukkan penisku ke liang
vaginanya yang seperti tak berlubang setelah tanganku kulepaskan dari
vaginanya. Kuusap-usapkan kepala penisku yang berdiameter 4 inch dengan panjang
17 centian dan membuat Widia makin menggelinjang kegelian. Matanya sayu
memandang ke arahku. Mungkin ia masih agak lemas setelah orgasme pertamanya
tadi.
Sebelumnya kenalkan namaku Syandi. Saat itu aku berusia 25
tahun. Cerita ini bermula ketika aku masih awal-awal merantau ke Jakarta . Saat itu aku
mengontrak sebuah rumah yang lumayan nyaman, walau tidak terlalu besar. Di
tempat tinggalku itu aku mengenal seorang gadis yang sangat cantik dan masih
sekolah SMK bernama Widia (16 tahun). Ia memliki tubuh yang sangat
proporsionis, kulit putih dengan tinggi/berat kira-kira 160/48. Ayah ibunya
bercerai sejak dia masih kecil dan kedua orangtuanya masing-masing telah menikah.
Keluarga ayah kandungnya adalah tetanggaku. Sebenarnya Widia sendiri ikut
dengan ibu kandungnya, tapi sebualan sekali hampir bisa dipastikan Widia
menemui ayahnya untuk meminta uang bulanan biaya sekolahnya. Hal tersebut
dikarenakan ayah tirinya juga sedang menganggur dan memang tidak punya kerjaan
tetap.
Karena kecantikannya tersebut aku sering memperhatikannya
saat dia mengunjungi ayahnya. Suatu ketika mama tirinya yang notabene juga baik
terhadap Widia memintaku untuk mengantarkannya pulang ke rumah ibunya, karena
memang Widia sangat jarang sekali menginap di rumah ayahnya. Waktu itu aku
ingat, hari terakhir puasa Ramadhan dan besoknya Idul Fitri. Aku mengantarnya
pulang dan saat itulah aku tahu rumah ibu kandung Widia bersama ayah tirinya.
Aku dipersilakan masuk dan disambut dengan baik oleh ibunya. Dan tak lama
akupun pamit pulang. Sebelum pulang ibunya mengucapkan terimakasih dan berpesan
agar besok jangan lupa datang berkunjung dan aku mengiyakan.
Besoknya tepat di hari lebaran aku datang pada sore harinya.
Tapi aku agak kecewa karena ternyata Widia tak ada di rumah. Aku hanya disambut
oleh ibunya dengan ramah. Dalam obrolan tersebut ibunya berpesan agar aku
sering-sering datang ke rumahnya. Ibunya banyak bercerita tentang Widia yang
ternyata tidak pernah betah di rumah. Sebenarnya akupun tak tahu maksud ibunya
tersebut, untuk apa aku diharapkan sering-sering datang.
Di hari-hari selanjutnya aku memang sering meluangkan waktu
untuk datang ke rumah Widia sesuai pesan ibunya. Bahkan di satu kesempatan
ibunya memintaku untuk menginap. Meski agak bingung dan canggung aku
mengabulkan permintaan ibunya. Dan hari itu ibunya melarangku memanggilnya
dengan sebutan tante melainkan memintaku untuk memanggilnya mama.
Seharian di rumah itu aku tetap tak melihat Widia sama
sekali. Dan tanpa aku tanya sang mama menceritakan bahwa Widia kost di daerah
Slipi. Aku tak tahu pasti apa alasan Widia kost dan aku tidak menanyakan kepada
sang mama. Keesokan harinya setelah pulang kerja aku kembali datang ke rumah
keluarga baruku tersebut. Ternyata hari itu Widia ada di rumah, dan dia nampak
ceria. Anehnya Widia seperti tak merasa heran dengan kehadiranku di keluarga
tersebut. Malah kami terkesan sangat akrab seperti halnya memang aku adalah
abang kandungnya. Dan hari-hari sekanjutnya kami memang benar-benar akrab hidup
dalam keluarga tersebut. Dan kulihat Widia pun jadi sering di rumah tidak
pulang ke kost lagi.
Hari-hari aku selalu tidur di ruang tamu di depan tv. Karena
memang di samping rumah tersebut sebuah rumah kontrakan yang tidak terlalu
besar juga hanya memiliki 1 kamar tidur saja yang kulihat selalu digunakan
sebagai kamar tidur Widia, mamanya dan 1 lagi adik perempuannya (Diny) hasil
perkawinan mamanya dan ayah tirinya.
Suatu ketika ketika pulang kerja aku pulang ke keluarga
baruku itu. Kulihat mama dan Diny tidur di depan tv. Entah sengaja atau mereka
tertidur. Karena lapar aku langsung ke dapur dan makan. Selesai makan aku
berniat untuk pulang ke rumah kontrakanku. Tapi mama malah memarahiku dan
menyuruhku tidur di kamar bersama Widia.
"Mau kemana kamu malam-malam begini, Ndy?" tegur
mama saat itu. Memang ketika itu aku pulang kerja larut malam dikarenakan ada
lembur.
"Pulang, Ma." jawabku sambil menerka-nerka apa
maunya mama.
Dan di luar dugaanku mama berkata, " Sudah terlalu
malam Ndy, sudah sana
tidur sama adikmu, kasihan Diny sudah terlalu pulas kalau disuruh pindah."
Demikian perintah mama.
Dengan berpura-pura ogah-ogahan malah sempat menghidupkan tv
sejenak, kutekan-tekan remote control tak jelas acara apa yang kucari kemudian
kumatikan lagi dan bergegas menuju kamar.
Sesampainya di kamar aku langsung mencium harum semerbak
ruang kamar yang bercampur dengan aroma wangi dari tubuh Widia. Kulihat Widia
tidur dengan sangat pulasnya. Karena aku merasa agak sungkan, meskipun tidur
satu ranjang kubatasi antara aku dengan Widia menggunakan sebuah bantal guling
besar.
Entah karena tak terbiasa tidur di kamar tersebut atau
karena fikiranku yang melayang-layang kemana-mana aku merasa sangat sulit untuk
memejamkan mataku. Sementara beberapa kali kulihat Widia entah sengaja atau
tidak dia selalu memindahkan dan memeluk bantal guling yang kugunakan untuk
pemisah dengan posisi membelakangiku meskipun sudah beberapa kali aku ambil dan
kuletakkan lagi di tengah-tengah antara kami.
Karena kejadiannya berulang-ulang aku duduk dan mempehatikan
wajah Widia yang terlihat sangat pulas. Dengan rasa penasaran wajahnya yang
tampak sangat cantik aku cium. Agak gemetar aku mencium bibirnya dengan sedikit
sentuhan lembut. Tak kusangka Widia sambil masih tetap terpajam langsung
membalas kecupanku di bibirnya hingga kamipun langsung berpagutan dan saling
memainkan lidah kami. Lama kami berpagutan dan tanganku mulai mencoba meremas
lembut teteknya yang lumayan besar, entahlah ukuran berapa karena aku memang
tak faham dengan ukuran bra, mungkin 34 atau 36. Yang jelas di mataku Widia
adalah gadis remaja yang sangat montok dan seksi.
Tangan Widia pun memberi respon positif dengan merangkul
leherku tapi tak terlalu erat, sehingga aku tetap dapat leluasa mencium dari
bibir berpindah ke pipi kanan kiri kemudian aku jilat kuping kanannya. Dan...
"Ssssttt.... ssssttt....." Terdengar desisan-desisan lembut dari
bibir seksinya yang tanpa dipoles lipstik tapi terlihat sangat ranum di bias
keremangan lampu kamar. Sampai beberapa kali aku menajamkan pendengaran takut
bila suara desisannya itu terdengar dari luar kamar dan membangunkan yang lain.
Tapi aku dengan cepat memastikan bahwa semuanya aman-aman saja.
Cukup lama aku meremas-remas lembut payudara Widia, hingga
aku penasaran aku mencoba memasukkan tanganku ke balik t-sirt ketatnya dari
arah bawah. Saat itu ia mengenakan t-sirt putih dan celana kolor tidur pendek
putih juga. Sambil meraba-raba buah dada yang masih terbungkus bra itu dari
balik t-sirt, ciumanku mulai turun ke dagunya yang sangat indah lalu ke
lehernya sebelah kiri.
"Sssst.... Sssstt..... Sssst.... Sssstt.....",
Widia makin mendesah-desah di ketika kuciumi dan kuremas-remas payudaranya.
Matanya sesekali terbuka tapi lebih sering terpejam seperti orang yang tengah
terhanyut perasaan.
Setelah puas menciumi wajah ayunya dan meremas-remas buah
dadanya aku memberanikan diri untuk mencoba membuka t-sirtnya. Dan tanpa
penolakan sedikitpun Widia mengangkat tangannya mempermudah aku untuk melolosi
kaosnya melalui kepalanya.
Begitu kubuka mataku terbelalak dengan pemandangan yang
sangat indah di depanku. Kulitnya sangat putih bak porselin yang masih baru
dengan benjolan gunung kembar yang sangat indah dibalut bra warna krem. Sampai
terkagum-kagum aku dibuatnya. Merasa kepalang tanggung aku langsung mencari
kaitan branya yang ternyata ada di depan antara 2 buah dadanya dan langsung
kusingkapkan ke kiri dan ke kanan tubuhnya dan masih tetap tertindih tubuh
indahnya.
Tak menunggu terlalu lama langsung kudaratkan kecupanku di
puting dada yang sebelah kiri sambil tanganku mengusap-usap lembut dadanya yang
kanan. Dan Widiapun makin mendesah-desah kenikmatan.
"Aduh Kaaaak.....Ssssssst" demikian dia
memanggilku dengan mata tetap terpejam. Kusedot-sedot putingnya sambil tangan
kanan meremas-remas buah dada yang kanan lalu bergantian demikian
berulang-ulang sampai beberapa menit. Lalu seranganku kulanjutkan lebih ke
bawah. Kucium sekujur tubuhnya menyusuri perutnya yang datar ke arah pusar
sampai mataku tertuju kepada celana kolornya yang langsung kutarik
perlahan-lahan ke bawah melalui kakinya yang jenjang indah dan tampaklah kini
ia hanya mengenakan celana dalam putih berbahan sangat halus.
Celana dalam itupun segera kubuka perlahan-lahan sambil hatiku
berdebar-debar mencermati mili demi mili apa yang akan segera terlihat di
depanku. Dan pemandangan yang menakjubkanpun terpampang di depanku. Gundukan
kecil dengan helai-helai bulu hitam agak kaku tapi sangat rapi menghias
vaginanya.
Kuusap-usap bukit kecil itu dengan telapak tanganku dengan
ibujari sedikit menekan permukaan bibir vaginanya. Widia terlihat sedikit
menggelinjang saat ibujariku menekan-nekan bagian atas bibir vaginanya dengan
lembut. Sementara rudalkupun sudah berontak dari tadi di dalam sarangnya.
Saking tegangnya sampai terasa sangat keras dan hangat di dalam celana dalamku.
Dan akupun segera melepas kaos yang kukenakan.
Selanjutnya kudekatkan mulutku ke arah vagina indah itu, dan
kujilat arah membelah dari bawah ke atas. Terdengar erangan Widia makin
merintih-rintih dan mendesis seperti orang yang kepedasan. Kubuka sedikit
vagina yang masih sangat rapat itu dan nampaklah belahan daging merah segar di
dalamnya, tetapi hanya bagian kecil saja yang dapat kubuka dan kuarahkan
lidahku ke lubang kecil itu dan kujilat-jilat dengan tempo pelan dan teratur
hingga vaginanya mulai mengeluarkan cairan pelumas yang cukup banyak membasahi
belahan vagina itu dan beberapa bagian bulunya.
"Sssssttttt..... sssssttttt kakaaaaakkkkk.....,"
Erangnya.
Kunaikkan tempo jilatanku pada vaginanya yang membuat dia
semakin menggelinjang-gelinjang dan tak kuduga vagina Widia mengeluarkan cairan
cintanya lumayan banyak. Kuseruput cairan itu sambil tetap sesekali lidahku
menjilat-jilat bagian dalam vaginanya. Aku tahu dia mengalami orgasme
pertamanya.
"Sssssttttt..... aduuuuhhhh sssssttttt
kakaaaaakkkkk.....," Erangnya lagi lirih.
Setelah puas mulutku bermain segera kupelorotkan celana
pendek dan CDku bersamaan. Dan aku mencoba memasukkan penisku ke liang
vaginanya yang seperti tak berlubang setelah tanganku kulepaskan dari
vaginanya. Kuusap-usapkan kepala penisku yang berdiameter 4 inch dengan panjang
17 centian dan membuat Widia makin menggelinjang kegelian. Matanya sayu
memandang ke arahku. Mungkin ia masih agak lemas setelah orgasme pertamanya
tadi.