Empat orang wanita dan dua orang pria sedang berdiri di
depan sebuah catwalk dimana satu persatu model terlihat sedang berjalan
melenggak-lenggok diatasnya. Wanita itu adalah Adel, Laras, Mita dan Jenni,
sedang kedua pria tersebut adalah Heri dan Steve, sang desainer yang dikontrak
sebagai penasehat mode. Mereka berenam nampak serius memperhatikan setiap
gerakan dari model-model yang sedang melaksanakan gladi kotor dalam rangka
acarafashion show yang akan segera diselenggarakan dua minggu lagi.
“Gimana Ibu Adel, koreografi yang saya susun?”.
“Sudah bagus sih Pak Steve, tapi bagaimana kalau tata
lampunya dibuat lebih sedikit terang jadi kesan bright akan lebih terasa”.
“Tidak masalah sih Bu, nanti saya sampaikan kepada petugas
penata lampu”, laki-laki bertubuh tambun dengan rambut dicat kuning muda pada
beberapa bagian itu pun nampak sibuk mencatat sesuatu di buku tebal yang
dipegangnya. “Kalau masalah blockingnya Bu?”.
“Sudah bagus kok Pak, tinggal lebih dimantapkan lagi saja
latihannya”.
Adel lalu membuka-buka buku agendanya, seperti hendak
mencari beberapa catatan penting di dalamnya.
“Untuk kontrak kerja sama dengan agensi sudah clear Jen?”,
Adel mengalihkan pandangannya ke arah Jenni.
“Pada dasarnya agensi sudah deal dengan proposal yang kita
ajukan, mereka cuma minta sponsor dari luar daerah bisa terus diintensifkan
jadi dananya bisa di konversi dengan biaya sewa gedung, sehingga nanti beban
keuangan Perusahaan bisa sedikit berkurang”.
“Memang belum ada kabar dari sponsor luar?”.
“Beberapa sudah confirm sih, tapi calon-calon sponsor yang
diproyeksikan bisa memberi dana yang cukup besar belum ada yang konfirmasi
balik”.
“Coba deh nanti kamu hubungi mereka lagi, tapi jangan sampai
menimbulkan kesan kita menekan mereka ya”.
Jenni mengangguk dan mencatat hal tersebut dalam agendanya.
Mereka berenam kembali berjalan pelan menyusuri tempat
pelaksanaan latihan dalam rangka rencana pelaksanaan acarafashion show bulan
depan. Sesekali mereka nampak berhenti apabila salah satu dari mereka ada
melihat beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki. Dalam kegiatan ini Adel
memang ditunjuk sebagai SC (=steering committee), dimana ia langsung membawahi
lima orang panitia inti OC (=organizing committee) yang diketuai oleh Jenni,
salah satu staf bagian operasional. Di tengah pembahasan masalah-masalah teknis
acara, terdengar suara ponsel. Mereka semua pun saling menoleh sampai akhirnya
diketahui kalau pemilik ponsel yang berbunyi itu adalah Laras.
“Bapak-babak, ibu-ibu, maaf aku menjawab telepon ini dulu”
Laras bergegas meninggalkan rombongan. Di kejauhan Laras
terlihat bercakap-cakap dengan seseorang diujung telepon. Dari ekspresi tubuh
dan sesekali senyuman manis tersungging dari bibirnya, maka dapat dipastikan
kalau si penelpon adalah seorang yang cukup mendapat tempat spesial dihatinya.
Sekembalinya Laras, kelima orang lainnya masih nampak serius menyambung
pembicaraan mereka tadi. Ketika mereka kembali hendak berjalan guna melakukan
inspeksi terhadap jalannya latihan, Laras menarik tangan Adel. Mereka pun
terpisah dari rombongan.
“Ada apa Ras?”.
“Del, hari ini gue mau minta ijin pulang cepet, boleh ya?”.
“Emang lu mau kemana?”.
“Tadi yang nelpon itu Glen, hari ini dia ulang tahun jadi
dia minta ditemenin nyiapin acara perayaan kecil-kecilan buat ntar malem di
rumahnya. Boleh ya gue pulang cepet?”.
“Ya udah deh, lu boleh pulang tapi besok lu datengnya musti
pagian”.
“Siap bos…!”, senyuman pun kembali tersungging dari bibir
Laras. “Thanks ya Del…”.
Ketika Laras hendak beranjak pergi , Adel iseng menyeletuk,
“Cowok lu ulang tahun kok gue perhatiin lu nggak pernah sibuk nyari kado
sebelumnya?”.
“Ngapain musti sibuk-sibuk? Kan kadonya gue, nih tinggal di
pasangin pita aja hehehe…”.
“Dasar!”, Adel hanya bisa tersenyum penuh arti. Laras pun
balik tersenyum, sebelum akhirnya terlihat pergi meninggalkan tempat latihan
tersebut. Sedang Adel kembali menyusul rombongan yang kini sudah nampak berdiri
di depan petugas penata lampu.
*********
“Kok belanjaannya banyak banget sih say? Emang undangannya
berapa orang?”.
“Cuma keluarga sama temen-temen deket aja kok”.
Laras menerima kantong plastik yang dikeluarkan Glen dari
dalam bagasi mobilnya. “Bokap nyokap kamu dateng juga?”.
“Ya iyalah, kan sekalian ngenalin kamu hehe…”, Glen kali ini
mengeluarkan dus kecil berisi air mineral dari dalam bagasi.
“Aduh say, kok nggak bilang-bilang sih? Aku kan belum siap
ketemu bokap nyokap kamu”.
“Terus kapan dong siapnya? Lagian kan ini baru tahap
perkenalan aja, nggak usah panik kayak gitu ah…”.
“Iya sih… tapi…”.
Laras dan Glen memang telah cukup lama berpacaran, hampir
dua tahun lamanya. Glen adalah seorang kontraktorfreelance. Pekerjaan ini
membuatnya harus sering berada di luar kota apabila mendapatkan job proyek.
Kesibukannya inilah yang membuat intensitas pertemuan keduanya memang menjadi
agak terbatas. Glen sendiri memiliki perawatan tubuh tinggi semampai, lebih
tinggi sedikit jika dibandingkan dengan Laras, rambut cepak model eksekutif
muda dan beralis lebal. Dilihat dari tingkat kemapanan, mungkin Glen bisa
dikatakan cukup mapan. Memiliki rumah sederhana di sebuah perumahan, mobil,
tabungan dan sebuah pekerjaan yang cukup menjanjikan. Maka dari itulah setiap
kali ada kesempatan ia selalu meminta Laras untuk segera menikahinya. Laras
sendiri kerap menolak dan berusaha menghindar apabila pembicaraan mereka mulai
membahas topik pernikahan. Gadis manis ini merasa belum siap untuk terikat
dalam sebuah tali pernikahan, walaupun dari segi umur dirinya dapat dikatakan
telah cukup matang. Usia Laras saat ini adalah 25 tahun, sebuah angka yang bagi
beberapa wanita mungkin telah jauh dari cukup untuk segera menikah dan
berkeluarga. Gaya hidup Laras yang cenderung bebas dan cuek membuat ikatan
pernikahan bak sebuah belenggu kehidupan yang menyiksa dan menakutkan. Apalagi
berkeluarga berarti ia juga harus memenuhi kodratnya sebagai wanita untuk hamil
dan memiliki anak. Hal ini jelas semakin menakutkan bagi Laras yang masih
sangat manja dan kekanak-kananan. Walaupun suatu saat sebagai seorang manusia
tentu masa-masa itu akan datang, namun jelas sekali Laras kalau ia tidak ingin
memasuki masa-masa itu dalam waktu dekat ini.
“Udah ah, ayo bantuin bawa barang-barang ini ke dalem”,
Glen menutup pintu bagasi. Ia lalu mengangkat satu buah dus
air mineral dan satu dus lagi yang berisi barang-barang lain, kemudian beranjak
menuju ke dalam rumah. Laras sendiri mengambil tiga buah tas plastik yang
tersisa, dan berjalan mengikuti Glen.
“Aku taruh barang-barangnya disini ya?”, Laras meletakkan
ketiga tas plastik berisi bahan-bahan makanan tersebut di atas meja makan dekat
dapur.
“OK, tapi minuman sodanya langsung masukin lemari es aja”.
“OK deh…”.
Glen meletakkan kedua dus yang dipegangnya di atas meja
dapur di dekat wastafel. Kemudian ia menoleh ke arah Laras yang sedang
membungkuk guna meletakkan beberapa kaleng minuman ke dalam lemari es. Dalam
posisi membungkuk seperti itu, pantat dan paha mulus gadis manis tersebut
langsung menjadi santapan empuk bagi mata Glen. Apalagi hari ini Laras
menggunakan celana katun ketat berukuran super pendek. Sedangkan untuk atasan
gadis manis ini mengenakan tank top berwarna kuning bergambar mini mouse di
bagian dada. Dengan menggunakan celana sependek itu tentunya ketika membungkuk
maka otomatis bongkahan pantat yang ada di baliknya akan tercetak dengan jelas.
Walau celana pendek berwarna coklat itu sedemikian ketatnya, namun mata Glen
sama sekali tidak menangkap adanya garis celana dalam tercetakdari baliknya.
Ini berarti hanya ada dua kemungkinan, yaitu kekasihnya saat ini mengenakan
celana dalam super duper mini atau ia sama sekali tidak mengenakan apa-apa di
dalam sana. Selain itu ketika Laras mengambil satu per satu kaleng dari dalam
plastik, Glen juga bisa melihat jelas belahan ranum dada kekasihnya. Apalagi
tank top yang dikenakan Laras begitu ketat menekan payudaranya, sehingga bukit
kembar tersebut menjadi terlihat begitu padat dan menggairahkan. Semua ini
tentu mengakibatkan terjadi konsleting antara syaraf-syaraf mata, otak dan
selangkangannya. Sebagai seorang laki-laki normal, disuguhi pemandangan indah
seperti itu tentu membuat gairah birahi Glen terusik. Ia pun berlahan mendekati
sang kekasih yang masih terlihat sibuk memasukkan beberapa kaleng minuman lagi
yang masih tersisa di dalam tas plastik. Selesai memasukkan kaleng-kaleng
minuman soda tersebut, Laras kembali berdiri dan menutup pintu lemari es. Namun
tiba-tiba dari belakang ia merasakan sebuah dekapan mesra dan sebuah ciuman
mendarat di pipinya. Laras cukup terkejut dengan tingkah kekasihnya ini.
“Ada apa sih say?”, ia pun segera menoleh kebelakang.
Namun bukan jawaban yang diperoleh Laras tapi sebuah pagutan
hangat di bibirnya. Sesaat Laras memang terlihat cukup gelagapan menerima
pagutan yang begitu tiba-tiba tersebut di bibirnya. Namun beberapa saat
kemudian ia pun mulai bisa mengendalikan dirinya. Ketika pagutan itu berakhir,
Glen terlihat tersenyum mesra ke arah sang kekasih. Laras pun lalu membalikkan
badannya.
“Ada apa sih?”, Laras kembali mengulangi pertanyaannya.
“Nggak apa-apa, aku kok baru sadar ya kalau cewekku ternyata
sexy banget hehehe…”.
“Ih, mulai deh gombal”.
“Siapa yang gombal? Orang kenyataan kok”, Glen kembali
memeluk tubuh Laras, kemudian mencium kembali bibir kekasihnya tersebut.
Di antara pagutannya, Glen pun mulai merabai sekujur tubuh
Laras.
“Sayang, geli tau nggak!”, Laras melepaskan pagutan mereka
dan bergelinjang berusaha menghentikan rabaan tangan Glen di pinggangnya.
Bukannya menghentikan rabaannya, Glen malah semakin gencar
merabai pinggang Laras sehingga gadis manis itu kian bergelinjang sambil terus
cekikikan menahan geli.
“Aow… aow… udah dong say… serius geli nih…”.
“Geli tapi enak kan? Hehehe…”.
Laras akhirnya berhasil melepaskan diri dari pelukan Glen.
Gadis manis itu kemudian berlari keluar dapur agar bisa terlepas dari
rabaan-rabaan nakal kekasihnya. Namun di belakangnya, Glen terus mengejar
sambil tetap berusaha menyentuh tubuh molek tersebut.
“Aow… ampun… aow… aow… sumpah nggak tahan nih… udah dong…”,
Laras terus merengek sambil terus berusaha menepis kedua tangan Glen, sambil
membungkukkan tubuhnya agar pinggangnya terlindungi dari rabaan laki-laki
tersebut.
Laras dan Glen terus berlarian berkeliling di ruang tamu.
Mereka berlarian mengelilingi sofa dan juga meja. Suara tawa keduanya terdengar
memenuhi ruangan tersebut. Mereka terus berkejaran sampai akhirnya Laras
terjebak di pojok ruangan.
“Hayo… mau kemana sekarang? Hehehe…”.
“Udah dong say…”, rengek Laras lagi.
Glen pun kemudian berhasil mendekap tubuh Laras. Gadis manis
itu pun langsung bergelinjang berusaha melepaskan dekapan kekasihnya tersebut.
Walaupun terus meronta, bukan masalah sulit bagi Glen yang memang memiliki
tubuh lebih besar untuk akhirnya bisa sepenuhnya mengendalikan Laras. Malahan
kini ia dengan mudah mengangkat tubuh molek kekasih tersebut dan
menggendongnya.
“Aduh say, turunin aku…”.
Seperti sebelumnya, Glen sama sekali tidak menghiraukan
rengekan manja Laras. Ia hanya tersenyum mendengar kekasihnya ini terus
merengek-rengek minta diturunkan. Sambil menggendong Laras, Glen berjalan
berlahan menuju kamar tidurnya. Glen cukup mendorong pintu dengan pundaknya
karena memang pintu kamar tersebut telah terbuka sebelumnya. Kini mereka berdua
nampak seperti pasangan pengantin baru yang memasuki pelaminan dan tak sabar
untuk segera memulai malam pertama mereka.
“Kok ke kamar sih?”, rengek Laras lagi.
Glen tetap tersenyum tanpa memberi jawaban. Di ujung ranjang
laki-laki itu menurunkan tubuh Laras dengan berlahan. Ruangan kamar ini
terlihat cukup sederhana dan tidak terlalu besar. Tembok kamar dicat warna
putih susu tanpa corak tambahan apapun. Sebuah ranjang yang cukup besar, sebuah
lemari pakaian, sebuah meja kecil, kaca, AC(=air conditioner) serta sebuah
lukisan kecil, hanya itulah furniture yang ada di kamar tersebut. Dari suasana
kamar nampak sekali kalau Glen adalah orang yang cukup teliti dan teratur.
Mengingat ia tinggal sendiri di rumah tersebut tanpa pembantu, kebersihan dan
kerapian kamar tidur serta ruangan-ruangan lainnya di dalam rumah tersebut bisa
dikatakan sangat terjaga.
“Sayang, ini masih sore…”, Laras langsung berguling
menghindar ketika Glen menaiki ranjang dan meloncat ke arahnya. Laras berusaha
menggeser tubuhnya menjauhi Glen yang kini merangkak mendekatinya. Ia
seakan-akan bisa membaca apa yang ada di pikiran Glen saat ini. “Say, kita
masih harus nyiapin buat ntar malem”, lanjut Laras sambil terus mengeser-geser
tubuhnya. Gadis itu bisa melihat ekspresi birahi yang sangat tinggi dari wajah
kekasihnya. Ia berusaha menyadarkan Glen kalau saat ini bukan waktu yang tepat
untuk bermesraan, namun Glen tetap saja mendekatinya dengan pandangan tajam
penuh gairah.
“Bentar aja honey, udah kebelet nih!”.
“Ntar malem aja ya please…”.
“Pengennya sekarang”.
“Ditahan dulu”.
“Nggak bisa honey”, kata-kata Glen kian lama kian terdengar
memelas.
Glen dan Laras kini nampak seperti seekor kucing dan seekor
tikus yang saling berkejar-kejaran dan bergerak berputar-putar di atas ranjang.
Laras tidak sadar kalau gerakan bergeser-geser yang dilakukannya guna menjauhi
Glen, justru membuat nafsu laki-laki itu semakin meninggi. Bagaimana tidak,
gadis cantik itu terkadang harus mengangkang lebar untuk menghindari terjangan
kekasihnya. Dengan hanya tertutupi celana pendek, posisi kaki Laras yang
terbuka membuat selangkangannya menjadi tercetak jelas. Pandangan nanar Glen
seolah-olah bisa menembus ke dalam celana pendek tersebut, dan melihat langsung
sesuatu yang nikmat yang berada di dalamnya. Apalagi gerakan Laras juga
mengakibatkan beberapa kali payudaranya bergoyang kencang, seakan-akan menggoda
birahi Glen untuk bisa menjamahnya.
“Aaoo…!”, Laras berteriak ketika Glen tiba-tiba melompat dan
berhasil menindih tubuhnya.
Lalu keduanya saling berpandangan.
“Honey, you make me turn on…”, laki-laki itu berbisik lirih
di telinga Laras.
Sebuah bisikan yang lebih menyerupai sebuah desahan. Desah
nafas Glen membuat sekujur tubuh gadis manis tersebut langsung merinding.
Apalagi kemudian ciuman mulai dilancarkan Glen di telinga dan leher Laras.
Desah nafas kekasihnya ini terasa begitu terasa hangat di setiap jengkal
pori-pori kulit Laras yang dijelajahi ciuman. Deru nafas terdengar semakin
memburu ketika tak lama kemudian Glen menyerang bibir Laras dengan pagutan demi
pagutan panas. Laras sendiri nampak gelagapan menerima serbuan ciuman seperti
itu. Nampak sekali kalau tingkat gairah sang kekasih sudah terlalu tinggi untuk
bisa dibendung lagi. Belum lagi Laras mampu mengendalikan dirinya, gadis manis
itu bisa merasakan kalau lidah Glen mulai menyeruak masuk ke dalam mulutnya.
Lidah itu terasa seperti menari-nari di dalam mulut Laras, sehingga
mengakibatkan beberapa kali lidah mereka berdua kerap beradu. Cukup lama juga
Laras harus beradaptasi untuk akhirnya mulai dapat menikmati frech kiss yang
sedang mereka lakukan saat ini. Terlihat sekali kalau tubuh Laras mulai
bereaksi menerima stimulasi rangsangan yang diberikan oleh sang kekasih.
“Aaahh…!”, masih tetap dalam keadaan tertindih, desahan
pelan terdengar dari mulut Laras ketika tangan kanan Glen mulai nakal meremasi
payudaranya dari balik tank top yang dikenakannya.
Di tengah pagutan Glen desahan pelan terus terdengar, bahkan
terdengar semakin lirih ketika tangan kanan Glen mulai masuk ke dalam tank top
Laras dari bagian bawah. Perbuatan Glen ini mengakibatkan tank top yang dikenakan
Laras terangkat tinggi, memperlihatkan secara jelas pusar, perut dan
pinggangnya yang ramping. Jari-jari tangan Glen dengan perlahan merabai perut
rata tersebut sehingga membuat si pemilik semakin bergelinjang dan bergairah.
Tak lama kemudian tangan Glen pun sudah berhasil menyingkap kedua cup bra yang
dikenakan Laras sehingga mengakibatkan pakaian dalam hitam bertali transparan
itu tidak lagi berada pada posisinya semula. Tank top ketat itu pun terlihat
sudah terangkat diatas payudara Laras, sehingga bukit kembar sempurna tersebut
kini terekspos bebas. Keadaan ini jelas membuat tangan Glen dapat dengan bebas
pula merasakan padat dan kenyalnya kedua payudara milik kekasihnya ini. Tak
hanya meremas, tangan Glen juga sesekali memilin-milin kedua puting mungil
payudara Laras. Puting mungil tersebut pun nampak semakin mencuat ditengah
gundukan daging bulat padat yang terlihat mulai menjadi semakin padat.
“Hai mungil…”, Glen mengecup puting payudara kiri Laras dan
menyapa ramah tonjolan kecil berwarna coklat tersebut.
Laras menggigit bibir bawahnya menahan geli, kemudian
tersenyum simpul ketika melihat tingkah aneh kekasihnya itu.
“Kok nggak jawab sih?”, Glen pun kembali menyapa dan
memutar-mutar puting payudara Laras. Kali ini pada bagian yang kanan. “Hai mungil…”.
“Hai juga”, ucap Laras lirih kemudian kembali tersenyum
simpul. Senyum itu dibalas senyuman pula oleh Glen.
Laki-laki itu lalu menatap wajah Laras dalam-dalam dan
berucap, “You’re so hot baby… so… hot…”. Ucapan ini seolah-olah menekankan
kalau kekasihnya ini begitu membuatnya tergila-gila. “Thanks God, you give me
one of your angels to be my girlfriend”, dan sebuah ciuman pun mendarat mulus
di bibir Laras.
Laras hanya tersipu malu mendengar kata-kata kekasihnya
tadi. Laras sebenarnya masih berniat untuk menghentikan perbuatan kekasihnya
ini. Hal ini karena sejak tiba di rumah tadi mereka sama sekali belum melakukan
apa-apa untuk mempersiapkan acara malam nanti, sedangkan saat ini hari sudah
mulai beranjak sore. Tentu akan sangat memalukan apabila tamu-tamu mulai datang
dan belum ada hidangan apa-apa untuk disiapkan. Walaupun mereka sudah
memesanchatering, namun tetap saja masih ada hal-hal lain yang perlu untuk
disiapkan. Namun karena melihat Glen sudah begitu terbakar birahi ia pun
membatalkan niatnya.
Kini ia pun hanya bisa berpasrah diri, sambil berharap kalau
semua ini akan berakhir dengan cepat. Harapan ini tentu akan jauh berbeda
seandainya percumbuan ini terjadi di malam hari setelah acara selesai. Kini
lidah Glen tak lagi menyeruak di dalam rongga mulut Laras. Lidah liar laki-laki
itu kini nampak lincah menjilati puting payudara kanan milik kekasihnya. Dari
beberapa bercak-bercak merah bekas cupangan di permukaan payudara Laras,
seakan-akan bisa menggambarkan bagaimana bernafsunya Glen saat ini. Sesekali
lidah itu menyapu sekujur permukaan bukit kembar tersebut, dan kemudian
bergantian menjilati perut dan pusar Laras.
“Aaah… aah… aahh…”, Laras berdesah sambil sesekali nampak
bergelinjang menahan rasa geli. Gadis manis tersebut hanya bisa memegang kepala
kekasihnya yang masih nampak liar menciumi dan menjilati tubuh atasnya.
Kembali kedua payudara Laras menjadi sasaran Glen. Melihat
bagaimana Glen mengulum dan meremas kedua payudara tersebut, benar-benar
terlihat sekali kalau kedua bukit kembar tersebut begitu empuk dan padat.
Ditengah aksi-aksinya, Glen melepas kaitan bra Laras kemudian meloloskan
pakaian dalam tersebut berikut dengan tank top yang masih melekat pada tubuh
gadis itu. Rupanya Glen merasa cukup terganggu dengan keberadaan kedua potong
pakaian tersebut. Kini dalam keadaan topless seperti ini, tentu tubuh atas
Laras akan bisa semakin bebas ia nikmati tanpa penghalang lagi.
“Sebentar say”, Laras menghentikan kuluman dan sedotan Glen
pada payudaranya. Glen menurut namun dengan ekspresi wajah penuh tanda tanya.
Gadis itu lalu menggeser posisi tubuhnya agak mundur
sehingga bersandar di ujung ranjang. Dengan begini maka Laras tidak lagi
terlentang namun posisinya berubah menjadi terduduk.
“Ayo sini, lanjut lagi”.
Bagai kerbau dicocok hidungnya Glen pun beranjak mendekati
Laras. Tak lama ia pun kemudian kembali terhanyut dalam aktifitasnya menciumi
dan menjilati payudara Laras. Laras sesekali mendesah lirih apabila Glen
terlalu keras menggigit puting payudaranya, selebihnya ia hanya mengusap-usap
kepala Glen penuh kasih sayang. Dari jauh mungkin akan terlihat Laras seperti
seorang ibu yang sedang menyusui bayi besarnya. Akibat rangsangan demi
rangsangan yang diterimanya dari Glen, kini Laras bisa merasakan kalau perlahan
cairan kewanitaannya mulai keluar. Selangkangannya mulai terasa gatal dan
basah, menandakan kalau dirinya pun mulai terangsang.
Laras mengendurkan sedikit ikatan tali celananya, lalu
menggenggam tangan kanan Glen dan tanpa malu-malu mengarahkan tangan tersebut
masuk ke dalam celana pendek yang dikenakannya. Glen sempat melirik ke arah
Laras ditengah aktifitasnya pada payudara gadis tersebut. Laras pun menatap
sayu ke arah Glen. Seakan mengerti maksud kekasihnya, tangan kanan Glen pun
mulai merabai daerah selangkangan kekasihnya tersebut. Jari-jari tangan Glen
bisa merasakan bulu-bulu lembut dari balik celana dalam Laras. Ini jelas
memperlihatkan bagaimana tipisnya bahan celana dalam tersebut. Bahkan setelah
beberapa menit, jari-jari Glen bisa merasakan kalau daerah tersebut mulai
terasa lembab dan semakin basah.
“Di buka aja”, ucap Laras lirih.
Glen yang sedang menciumi perut kekasihnya, kemudian
memegang ujung celana pendek yang dikenakan Laras dan menurunkannya perlahan.
Laras sedikit mengangkat pantatnya untuk memudahkan pekerjaan Glen. Kini
pakaian yang tersisa di tubuh sintal Laras hanyalah sebuah G-string berwarna
hitam. Hidung Glen langsung digoda oleh aroma yang begitu menggairahkan ketika
kini ciumannya mendarat di kedua paha mulus kekasihnya dan terus berlahan naik.
Laras pun berlahan membuka kedua pahanya lebar-lebar, ketika ciuman Glen
akhirnya mencapai daerah selangkangannya.
“Aaah… aah… aahh…”, desahan pun kembali terdengar, ketika
Glen sedikit menggeser kain mungil tersebut dan mulai memainkan lidahnya dengan
liar.
Bahkan tubuh Laras nampak menegang ketika beberapa kali
lidah Glen menyentuh klitorisnya. Sambil menerima permainan lidah Glen di
selangkangannya, Laras secara bergantian meremas-remas sendiri kedua
payudaranya. Rangsangan kekasihnya membuat Laras merasakan sensasi geli penuh
kenikmatan di sekujur tubuhnya. Setelah cukup lama mengoral lubang kenikmatan
kekasihnya yang mulai membanjir, Glen kemudian menghentikan aksinya. Ia lalu
menggengam tangan Laras dan giliran membawa tangan kanan ke selangkangannya
yang sudah nampak menggelembung.
“Honey, giliran isepin dong…”.
Laras menuruti kata-kata kekasihnya. Lalu keduanya pun
berganti posisi. Saat ini Glen-lah yang bersandar di ujung ranjang sedangkan
Laras nampak bersimpuh di depannya. Dalam keadaan topless seperti ini payudara
Laras terlihat begitu menggairahkan dan menggantung sempurna, apalagi setelah
mendapatkan rangsangan demi rangsangan beberapa saat yang lalu. Gadis itu
membuka kancing dan resleting celana jeans pendek kekasihnya, kemudian melorotkannya
turun berikut boxer yang dikenakan Glen.
Begitu kedua pakaian itu melorot maka langsung mencuat
sebuah batang tegang dengan diameter yang cukup besar. Laras pun menggenggam
batang tegang tersebut dengan jari-jarinya yang lentik kemudian berlahan
mengocoknya dengan lembut.
“Oohh…!”, Glen melenguh nikmat menerima kocokan tangan Laras
pada penisnya.
Tanpa melepaskan genggaman pada batang penis Glen, Laras
kemudian mencium bibir laki-laki tersebut. Mereka pun berciuman panas untuk
beberapa saat. Sambil berciuman tangan Glen mengambil kesempatan untuk meremas
bukit kembar sang kekasih. Ketika ciuman itu berakhir, Laras kembali bersimpuh
di depan kekasihnya, menunduk dan mulai menjilati ujung kepala penis Glen.
Dengan telaten gadis manis itu memainkan lidahnya di selangkangan Glen. Lidah
itu terus menjilati secara bergiliran batang penis dan buah zakar laki-laki
tersebut.
“Enak say?”, Laras mengeluarkan senyuman menggodanya.
“Oooh… enak banget…”.
Gadis itu pun melanjutkan layanan dengan memasukkan batang
penis tersebut ke dalam mulutnya. Batang penis itu pun kini mulai terlihat
keluar masuk seiring kuluman Laras. Sesekali ditengah kulumannya, Laras juga
mengemut buah zakar Glen sehingga membuat laki-laki itu semakin merancau penuh
kenikmatan.
“Terus honey… terus… oooh…”, Glen menyeka rambut yang
menutupi wajah manis Laras. Laki-laki itu rupanya ingin melihat ekspresi wajah
kekasinya ketika mengoral penisnya.
Sesekali juga Laras mengocok batang penis kekasihnya itu
dengan tangannya ketika sejenak beristirahat mengambil nafas. Service oral
merupakan salah satu andalan Laras dalam bercinta, selain tentu saja goyangan
pinggulnya. Goyangan pinggul Laras hampir selalu berhasil menaklukkan setiap
laki-laki yang pernah mengarungi kenikmatan ragawi bersamanya. Sebagai seorang
gadis yang sudah berpengalaman di dalam percintaan, tentunya Laras sudah pernah
bersentuhan dengan berbagai macam bentuk penis sebelumnya. Memang rata-rata
laki-laki yang pernah menjadi kekasihnya, pasti pernah merasakan nikmatnya
service oral gadis manis ini. Namun diantara mereka hanya sedikit yang cukup
beruntung untuk bisa merasakan nikmatnya goyang pinggul gadis manis tersebut.
Penis Glen sebenarnya bukanlah penis terbesar yang pernah dirasakan Laras,
namun karena mendengar nasehat Adel maka Laras berusaha mengurangi petualangan
cintanya dan mencoba setia pada satu pasangan.
“Ooohh… ooohh… ooohh…”, desahan Glen terdengar lirih setiap
kali batang penisnya memasuki mulut kekasihnya.
Glen nampak menengadah sambil memejamkan matanya. Terlihat
sekali ia begitu menikmati apa yang dilakukan Laras di bawah sana. Sedangkan
Laras masih terlihat sibuk melakukan aktifitasnya dalam posisi menungging.
Seandainya saja ada laki-laki lain yang berdiri di belakang Laras mungkin tidak
akan tahan melihat pemandangan bongkahan pantat yang begitu padat dan montok.
Kain kecil yang lebih menyerupai tali berwarna hitam yang
ada disana terlihat sama sekali tidak berfungsi sebagai penutup wilayah
tersebut. Bahkan ketika Laras sedikit menggeserkan tubuhnya lubang kenikmatan
yang ditutupi oleh bulu-bulu tipis di baliknya beberapa kali terlihat
mengintip, seakan menggoda mata setiap laki-laki yang melihatnya untuk bisa
menerobos masuk ke dalamnya. Ketika Glen sedang berkonsentrasi penuh menikmati
kocokan, kuluman dan jilatan Laras di daerah selangkangannya, tiba-tiba
terdengar suara telepon dari ruang tamu.
“Say, ada telepon”, Laras menghentikan kulumannya.
Glen membuka matanya, “Biarin aja, lagi enak nih”. Terdengar
nada protes dari kata-katanya tersebut.
“Ntar penting lo”.
“Udah anggap aja salah sambung”, Glen menekan pelan kepala
kekasihnya sebagai isyarat agar gadis tersebut kembali melanjutkan mengoral
batang penisnya.
Laras pun mengalah. Batang penis Glen kembali amblas ke
dalam mulut gadis manis tersebut. Kembali dengan telaten Laras mengulum dan
menjilati penis kekasihnya. Suara telepon di ruang tamu masih terdengar
beberapa kali namun kemudian berhenti. Ketenangan tersebut tidak berlangsung
lama, karena kemudian kembali telepon di ruang tamu berbunyi. Kali ini Laras
tidak bisa lagi menghentikan aktifitasnya mengoral penis Glen, karena kini
laki-laki itu memegang kepalanya agar tetap berada di selangkangannya. Suara
telepon itu pun akhirnya berhenti. Namun beberapa menit kemudian justru ponsel
Glen yang berada di atas meja giliran berbunyi.
“Apaan sih ganggu banget!”, Glen berteriak kesal.
Laras pun akhirnya bisa mengangkat kepalanya kembali, “Udah
say, angkat dulu deh”.
Glen menghela nafas panjang dan tanpa mengenakan kembali
celananya, ia pun beranjak dari atas ranjang. Laras sendiri kemudian menyambar
kaosnya yang tergeletak di atas ranjang untuk menutupi kedua payudaranya.
“Halo Mi…”.
Glen terlihat sedang berbicara dengan seseorang di ujung
telepon. Sedangkan Laras terlihat bersimpuh di atas ranjang sambil menyimak
pembicaraan kekasihnya.
“Mami sama papi sudah di bandara?”.
Glen terlihat mengerutkan keningnya.
“Ya udah kalau gitu aku jemput deh”
Pembicaraan pun berakhir. Glen kemudian melangkah menuju
ranjang.
“Ortu kamu ya?”.
Glen mengangguk. “Mereka dan juga adik-adik aku sudah di
bandara sekarang”.
“Ya sudah, kamu jemput dong”.
“Tapi masih belum tuntas nih”, Glen menunjuk ke arah
penisnya yang masih mengacung tegak.
Laras tersenyum melihat ekspresi wajah kekasihnya. “Kan
nanti bisa dilanjutin lagi?”.
“Lanjutin sekarang aja yuk, tanggung nih dikit lagi”.
“Nggak… ntar malem aja”.
Sebenarnya Laras juga cukup kesal karena percumbuan mereka
harus terputus. Beberapa saat yang lalu dirinya pun sebenarnya sudah mulai
terbuai dalam gairah. Namun ia juga tahu waktu yang tersisa sudah terlalu
mepet, sehingga dengan halus ia pun harus menolak permintaan quicky sex dari
kekasihnya ini.
“Ya deh…”, dengan berat hati Glen pun mengalah. Ia lalu
mengambil boxer dan jeansnya kemudian mengenakannya kembali.
Laras sendiri juga mengenakan kembali celana pendek dan tank
top-nya, namun tanpa bra dibaliknya. Ia lalu beranjak turun dari ranjang dan
bergelayut manja di pundak kekasihnya.
“Jangan cemberut gitu dong hehehe…”.
“Habis lagi enak-enaknya eh malah keputus di tengah jalan”,
ekspresi kekecewaan jelas sekali tersirat dari wajah Glen.
“Ntar malem dilanjutin lagi deh, pokoknya tonight I’m
totally yours”.
“Promise?”.
“Promise…”.
Mereka berdua pun berciuman. Kemudian Laras menggandeng
kekasihnya tersebut menuju pintu depan.
“Kamu bawa pakaian ganti kan?”, Glen bertanya dari dalam
mobil.
Laras yang berdiri di pintu gerbang kemudian mengangguk,
“Udah kok”.
“Kalau gitu nanti dandan yang cantik ya, kan mau ketemu
calon mertua hehehe”.
Gadis manis itu pun hanya terlihat tersenyum memaksa. Tak
lama keduanya pun saling melambai. Glen pergi menjemput orang tua dan
adik-adiknya, sedangkan Laras kembali melanjutkan persiapan untuk acara malam
nanti yang sempat terhenti.
*********
Masih di hari yang sama, di tempat yang berbeda.
Adel sedang membereskan barang-barang di atas meja kerjanya.
Jam di dinding telah menunjukkan pukul empat sore kurang lima belas menit.
Sebentar lagi jam kantor akan berakhir. Di tengah kegiatan beres-beresnya,
ponsel Adel berbunyi dari dalam saku blazernya. Seperti biasa Adel hampir
selalu tersentak dibuatnya. Mendengar suara ponselnya sendiri, semakin hari
semakin menjadi sesuatu yang menakutkan bagi gadis cantik ini. Dering nada
ponselnya seakan kini menjadi pemicu dari bayangan-bayangan menakutkan yang
beberapa hari ini ia alami. Rupanya kejadian itu cukup menimbulkan trauma yang
mendalam bagi Adel. Dengan berlahan ia mengeluarkan ponselnya dan melihat nomor
yang tertera di layar. Kali ini Adel tetap masih bisa bernafas lega. Nomor yang
tertera adalah nomor kakaknya.
“Sore mbak Ecy”.
“Sore dik, kamu masih di kantor ya? Sorry nih mbak ganggu”.
“Nggak apa-apa mbak, aku juga mau pulang kok, emang ada
apa?”.
“Gini lo Del, ntar kamu bisa mampir bentar nggak ke
sekolahnya Jos? Soalnya mbak nggak bisa jemput dia, mbak masih belum selesai
tutup buku nih di kantor, biasalah akhir bulan kayak gini”.
Wanita yang dipanggil mbak Ecy oleh Adel ini adalah kakak
kandungnya. Adel adalah anak ketiga dari 3 bersaudara. Ecy atau lengkapnya
Desiany Lestari, adalah kakaknya yang kedua. Kakak pertama Adel yang bernama
Fariska Merliana atau Faris tinggal bersama suaminya di Belanda. Kedua orang
tua mereka tinggal berbeda kota dengan Adel dan Ecy. Sejak kecil mereka bertiga
memang terbiasa dididik untuk tidak tergantung dengan orang tua. Hal ini
akhirnya membuat mereka tumbuh menjadi tiga wanita cantik, ulet, mapan dan
mandiri. Jos atau Joshua adalah anak semata wayang dari hasil perkawinan Ecy
dengan suaminya. Namun keduanya telah bercerai dan Ecy pun kini berstatus
sebagai janda dan single parent bagi Jos. Kesibukannya bekerja di salah satu
bank swasta di kota itu memang cukup menyita tenaga dan waktu Ecy, sehingga
Adel memang kerap diminta bantuan apabila dirinya mulai kerepotan membagi waktu
antara bekerja dan mengurus anaknya. Jos baru beberapa bulan ini menginjak
bangku SLTP (=Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama). Adel yang saat ini masih
berstatus lajang sama sekali tidak keberatan jika beberapa kali diminta ikut
membantu. Pertama kali datang ke kota ini setelah menamatkan bangku kuliah,
Adel sempat tinggal di rumah kakaknya ini. Kemudian Adel pindah setelah
mendapatkan pekerjaan. Jos sendiri sudah ia anggap lebih dari sekedar
keponakan, karena bagaimanapun ia ikut mengasuh Jos sejak dari balita. Melihat
kondisi rumah tangga kakaknya inilah yang membuat Adel berpikir untuk tidak
segera menikah. Ia tidak mau keadaan seperti yang dialami oleh kakaknya terjadi
juga kepada dirinya. Adel akhirnya berprinsip tidak akan menikah sebelum ia
menemukan laki-laki yang dinilai tepat untuk dijadikan suami.
“Bisa sih mbak, memang Jos pulang jam berapa?”.
“Jam empat, nanti setelah kamu anter Jos ke rumah, kamu
langsung balik aja”.
“Ya udah, kalo gitu abis ini aku langsung ke sekolah Jos deh
mbak”.
“Makasi ya Del, sorry lo ngerepotin”.
“Aduh mbak ini kayak sama siapa aja, nggak usah sungkan gitu
ah”.
Percakapan berakhir. Adel pun mempercepat kegiatan
beres-beresnya. Suasana ruangan tersebut sudah sepi. Begitu pula dengan suasana
kantor di luar ruangan. Laras siang tadi sudah meminta ijin untuk pulang cepat.
Mita juga beberapa saat yang lalu sudah meninggalkan kantor. Yang nampak di
luar hanya beberapa pegawai yang juga sedang terlihat bersiap untuk pulang.
Adel mulai bergegas karena sekolah Jos lumayan cukup jauh dari lokasi kantornya
ini. Selesai berberes Adel pun segera beranjak meninggalkan kantornya.
********
“Mami lu telat lagi ya bro?”.
“Iya nih kayaknya, jam segini belum juga nongol”.
“Lu ikut gue aja”.
“Nggak ah, gue tunggu bentar lagi”.
“Ya udah, gue temenin lu kalau gitu”.
Suasana gedung sekolah itu sudah nampak lengang. Hanya
nampak satu dua murid yang senasib dengan Jos masih menunggu jemputan. Memang
hari ini jam sekolah berakhir agak awal dari biasanya, karena ada agenda rapat
guru membahas rencana menghadapi UN (=Ujian Nasional) bagi siswa kelas 3.
“Udah deh, gue jadi ikut lu aja”,
Setelah beberapa menit berlalu tanpa ada tanda-tanda
kedatangan ibunya, Jos pun memutuskan untuk pulang bersama temannya ini. Anak
bertubuh tinggi tapi kerempeng disamping Jos adalah Coki. Mereka memang cukup
akrab karena rumah mereka yang berlokasi cukup berdekatan. Baru hendak beranjak
dari posisi mereka, sebuah mobil Jazz silver memasuki areal sekolah. Melihat
mobil tersebut, Jos dan Coki pun menghentikan langkah mereka. Setelah mobil itu
terparkir dengan baik, beberapa saat kemudian terlihat seorang gadis cantik
keluar dari dalamnya.
“Itu kan tante gue, kenapa dia kesini ya?”.
“Itu tante lu bro?”.
“Iya… memang kenapa?”.
“Gile bener! Bohay banget tante lu… mantep pisan!”.
“Eh, mulai deh pikiran ngeres lu keluar”.
“Liat yang kayak gini, cowok mana sih yang nggak ngeres
bro?”, wajah Coki langsung menampakkan ekspresi kemupengan tingkat tinggi
ketika gadis itu mendekati mereka. Gadis cantik itu tak lain dan tak bukan
adalah Adel.
“Udah lama nunggu ya Jos? Sorry tante telat jemputnya”.
“Mami yang nyuruh jemput ya tante?”.
Adel tersenyum manis kemudian mengangguk. Coki yang berada
di samping Jos masih nampak terkesima melihat gadis cantik di depannya. Seorang
gadis cantik yang berbalut blazer hitam dan rok span pendek dengan warna
senada. Sosok yang begitu menampakkan keelokan, kefeminiman dan keeleganan
seorang wanita dewasa. Adel bak seorang bidadari untuk bocah seusia Coki.
Ekspresi mupeng begitu terlihat jelas dari wajahnya. Pikiran mesum Coki
membuatnya benar-benar bergairah saat ini. Seolah-olah melihat gadis cantik dan
sexy yang biasa ia lihat di dalam bokep-bokep miliknya, kini berdiri nyata di
hadapannya.
“Aduh, Jos jadi nggak enak nih ngerepotin tante”.
“Nggak apa-apa kok, yuk tante anter pulang”.
Jos langsung menyikut tubuh Coki yang masih terbengong.
Syukur bocah kerempeng itu tidak sampai membuka mulutnya lebar dan mengeluarkan
air liur akibat menahan konaknya. Coki pun langsung tersadar dari lamunannya
akibat sikutan Jos.
“Cok, gue nggak jadi bareng lu”.
“OK, nggak apa-apa”.
“Yuk dik, mbak duluan”, Adel tersenyum ramah ke arah Coki.
“I… iya mbak”, bocah kerempeng itu hanya bisa terbata.
Coki pun kembali hanya bisa menatap mesum ke arah Adel yang
beranjak menjauh diikuti oleh Jos yang berjalan di sampingnya. Gerakan tubuh
Adel ketika berjalan benar-benar menyihir mata bocah tersebut. Sungguh
pemandangan yang akan selalu melekat dalam otaknya.
“Memang mami bilang kemana tante?”, Jos bertanya sambil
terlihat asyik menikmati alunan lagu hip hop yang mengalun dari tape mobil.
“Katanya sih masih sibuk di kantor, soalnya musti lembur”.
“Oh iya, sekarang akhir bulan ya?”, Jos menghembuskan nafas
panjang.
“Memang kenapa?”.
“Nggak apa-apa sih, cuma kalau akhir bulan mami memang suka
pulang telat”.
Sebagai seorang anak kecil yang baru beranjak dewasa,
kehidupan tanpa orang tua yang lengkap kadang dirasa dicukup berat untuk Jos.
Disatu sisi ia masih memerlukan kasih sayang dari orang tua sebagai tempat
untuk berbagi, sedangkan disisi lain ia juga harus mengerti kalau kedua orang
tuanya kini tidak lagi hidup bersama dalam satu rumah. Kadang Jos merasa
kesepian ketika ibunya harus disibukkan dengan segala aktifitas pekerjaannya.
Memang ayahnya beberapa kali datang untuk menengoknya, namun bagaimanapun
ayahnya tetap tidak bisa ia miliki sepenuhnya karena telah memiliki keluarga
barunya sendiri.
“Kalau biasanya mami nggak jemput, Jos pulang naik apa?”.
“Kalau nggak naik angkot, ya bareng temen”.
“Jos udah makan?”.
“Udah tante”.
Adel yang sedang mengemudi sama sekali tidak menyadari kalau
sambil menanggapi pertanyaan-pertanyaannya Jos sejak tadi mencuri-curi pandang
ke arah tubuhnya. Sebagai seorang cowok normal bentuk tubuh sempurna seperti
milik Adel tentunya sangat menggoda mata Jos. Apalagi rok span Adel yang
berukuran cukup pendek, semakin menambah indah pemandangan yang sesungguhnya
sudah sangat indah. Layaknya seorang anak laki-laki ABG (=anak baru gede) yang
sedang memasuki masa puber, bagian-bagian sensitif dari tubuh wanita mulai akan
menjadi perhatian khusus bagi anak seumuran Jos. Kenakalan-kenalan seperti
mencolek dada, meremas pantat atau mengangkat rok menjadi seolah-olah sesuatu
yang “wajar”. Namun untuk tantenya yang satu ini tentunya memiliki konteks yang
berbeda. Apa yang ada di balik blazer tersebut, tentu berbeda dengan apa yang
ada di balik hem putih yang dikenakan perempuan-perempuan di sekolah Jos.
Begitu pula yang ada di dalam rok span ketat tersebut, tentu juga berbeda
dengan apa yang ada di dalam rok biru perempuan-perempuan di sekolahnya. Tak
terasa jantung Jos pun mulai nampak berdetak kencang. Tantenya ini kalau
dibandingkan dengan ibu dan juga tantenya yang lain memang memiliki wajah yang
paling menarik. Bukan berarti ibu dan tantenya yang di luar negeri tidak
cantik, namun kecantikan Tante Adel, begitu panggilan Jos biasanya, terbilang
begitu alami. Selain itu karena masih berstatus lajang tentu tubuh tantenya ini
masih sangat terjaga keindahannya, karena belum dirusak oleh proses mengandung
dan melahirkan. Memang sudah cukup lama Jos tidak melihat tantenya ini. Saat
ini seakan-akan Jos baru menyadari kalau apa yang dikatakan Coki tadi memang
benar adanya.
“Jos… Jos… diajak ngomong kok malah diem aja?”
“Eh… apa tante? Maaf Jos tadi nggak denger”, Jos tersadar
lamunannya.
“Tadi tante tanya Jos berani nggak sendirian di rumah?”.
“Oh… nggak apa-apa tante, Jos sudah biasa kok”.
Ekor mata Jos rupanya masih tergoda untuk kembali melirik ke
arah Adel. Dalam posisi mengemudi seperti ini membuat rok Adel terangkat cukup
tinggi. Kini sepasang paha mulus dan padat tersebut hampir setengahnya
terekspos bebas. Jos berusaha untuk tetap berkonsentrasi dan tidak sampai
terhanyut dalam nafsu mudanya. Ia menyadari bagaimana pun yang duduk
disampingnya adalah tantenya sendiri, saudara kandung dari ibunya. Beberapa
kali ia nampak menelan ludah. Jantungnya pun berdetak makin kencang. Nafsu
lelakinya sedang berperang dengan akal sehatnya. Apalagi rok itu semakin
terangkat ketika kedua kaki Adel bergiliran menginjak rem, gas dan kopling.
Seandainya saja Jos bisa sedikit merundukkan kepalanya ke dasboard, mungkin ia
akan bisa melihat isi di dalam rok ketat tersebut. Jos berusaha sekuat tenaga
untuk mengusir pikiran jahat di dalam otaknya dengan membuang pandangannya
keluar jendela. Jos berharap dengan memperhatikan apa yang mereka lintasi bisa
membantunya mengendalikan dirinya sendiri. Akhirnya tak ada lagi percakapan
yang terdengar dari keduanya. Yang terdengar kini hanya alunan musik dari tape
mobil Adel. Ditengah kesunyian tersebut tiba-tiba terdengar suara nada dering
ponsel. Jos melihat tantenya mengeluarkan ponsel dari saku blazernya dengan
ragu-ragu. Begitu melihat ke layar ponselnya, wajah tantenya terlihat langsung
berubah pucat. Dengan tiba-tiba saja tantenya ini membanting setir dan
meminggirkan mobil ke pinggir jalan.
“Ada apa tante?”.
“Nggak apa-apa kok, kamu tunggu bentar ya”.
Adel lalu meletakkan ponsel tersebut di telinganya.
“Halo…”.
“Hai cantik, masih ingat aku?”.
“Mau apa kamu sekarang?”, sesungguhnya di dalam hati Adel
ingin sekali berteriak, namun ia sadar ia tidak bisa melakukan itu di depan
keponakannya.
“Hahaha… seperti biasa selalu saja galak dan cetus, tapi aku
suka sekali dengan tipe wanita seperti ini”.
“Cepat serahkan rekaman itu padaku”.
“Hhhm… sungguh kebetulan, aku juga ingin sekali bertemu
denganmu, kamu tahu karaoke *** di Jalan ***?”.
“Tahu…”, Adel menjawab ragu.
“Aku tunggu kamu disana sekarang”.
“Tapi…”. belum selesai Adel berbicara tiba-tiba saja
pembicaraan tersebut terputus.
Hari yang ditakutkan Adel pun akhirnya tiba. Ia kembali
harus berhadapan dengan laki-laki misterius yang mengaku bernama Prasetyo
tersebut. Laki-laki yang merusak total kehidupannya. Laki-laki yang selalu
memberi mimpi buruk di setiap tidurnya. Laki-laki yang dengan kasar telah
menikmati kehangatan tubuhnya tanpa ada ikatan apapun. Namun ditengah
ketakutan, kekesalan dan kemarahannya tersebut, ia tahu kalau ia tetap harus
menemui laki-laki itu lagi untuk bisa mengakhiri semua ini.
“Maaf ya Jos, temen tante tiba-tiba nelpon nih jadi ntar
tante kayaknya nggak bisa nemenin Jos sampai mami Jos dateng”.
“Nggak apa-apa kok tante, tadi kan Jos juga sudah bilang
kalau Jos sudah biasa sendiri di rumah”.
“Ya udah, kalau gitu tante anter Jos sampai depan rumah aja
ya”.
Jos pun hanya mengangguk.
Tidak seperti tadi, Jos merasa kalau kini tantenya
mengemudikan mobil dengan tergesa-gesa. Jos sama sekali tidak berani
berkomentar dan hanya bisa duduk terdiam. Yang ia tahu hanyalah telepon tadi
terlihat cukup mengganggu pikiran tantenya ini. Kecepatan mobil yang sangat
tinggi membuat mereka sampai di tujuan dalam waktu yang relatif singkat. Kini
mereka telah sampai di depan sebuah rumah kecil di dalam sebuah komplek
perumahan. Rumah itu terlihat cukup sederhana jika dibandingkan dengan
rumah-rumah lain disebelahnya. Jos pun langsung turun dari mobil.
“Makasi ya tante”.
“Iya sama-sama Jos, maaf ya sekali lagi tante musti
buru-buru”.
Jos hanya menganggukkan kepalanya dan menutup pintu mobil.
Dari balik kaca Adel nampak melambaikan tangan ke arah Jos. Jos pun menyambut
dengan lambaian. Mobil itu pun kemudian kembali melaju meninggalkan Jos yang
masih berdiri termangu.
********
Mobil Adel terlihat memasuki sebuah pelataran parkir. Di
depannya nampak sebuah gedung bertuliskan Bar & Karaoke ***. Tempat ini
tidak begitu asing baginya Adel karena semasa kuliah dulu ia sempat beberapa
kali datang ke tempat ini bersama dengan teman-temannya. Apalagi dari luar
terlihat tidak terlalu banyak perubahan dari tempat ini. Di pelataran parkir
masih tidak banyak terlihat kendaraan. Hanya nampak beberapa mobil yang
terparkir rapi di areal tersebut. Kelihatannya di dalam belum cukup ramai. Hari
memang masih terlalu sore bagi orang-orang untuk menghabiskan waktu di tempat
seperti ini. Adel keluar dari dalam mobil dan beranjak menuju pintu depan. Di
depan pintu masuk Adel mengeluarkan ponselnya dan menghubungi sebuah nomor.
Sebelum ponselnya tersambung, Adel sempat melihat tiga orang body guard
bertubuh besar dan berwajah sangar, menatap nanar ke arah dirinya. Sebuah
tatapan bak seekor harimau yang sedang melihat mangsa empuk untuk mereka
terkam. Dengan cepat Adel buru-buru mengalihkan pandangannya kembali ke areal
parkir, sehingga tak perlu lagi beradu pandangan dengan ketiga laki-laki menyeramkan
tersebut.
“Kamu dimana?”.
“Masuk saja ke dalam room 8”.
Adel memasukkan ponselnya ke dalam tas lalu masuk ke dalam
gedung. Di dalam Adel melihat beberapa orang sedang berkumpul dalam
kelompok-kelompok kecil. Beberapa laki-laki terlihat menatap tajam ke arah
dirinya. Adel merasa cukup risih berlama-lama sendirian di tempat seperti ini.
Maka dari itu ia berusaha bergegas mencari room 8 sebagaimana dimaksud Pras.
Begitu menemukan pintu yang dicarinya, Adel segera masuk ke dalamnya.
Ruangannya itu berukuran cukup besar. Dua buah sofa kecil dan sebuah sofa
panjang serta sebuah meja kayu kecil berada di tengah ruangan. Di depannya ada
sebuah televisi besar lengkap dengan perlengkapan karaokenya. Mungkin ruangan
itu bisa menampung kurang lebih sekitar 5-7 orang. Dasar lantai ruangan
ditutupi karpet, sedangkan dinding-dindingnya ditutupi peredam suara berbahan
tebal. Di dalam ruangan Adel melihat sesosok laki-laki yang paling dibencinya
saat ini sedang duduk santai sambil menikmati sebatang rokok. Laki-laki itu
langsung tersenyum ke arahnya. Jika melihat sosok Pras dari luar mungkin orang
tidak akan menyangka ada sisi liar dalam diri laki-laki tersebut. Perawakan
yang tinggi,macho, rapi dan tegap, seakan-akan memancarkan kemaskulinan seorang
laki-laki sejati. Namun semua itu berubah ketika berhadapan dengan Adel. Di
depan Adel, Pras bak seorang iblis yang mampu menyiksa korbannya tanpa belas
kasihan. Laki-laki itu juga ibarat seorang tukang jagal yang siap membantai
Adel tanpa perikemanusian. Don’t jugde the book from it’s cover, mungkin ini
yang paling sesuai untuk menggambarkan sosok Prasetyo, si laki-laki misterius
dalam kehidupan Adel.
“Adelia Pramesti Devi… wanita penuh pesona dan keindahan,
selamat datang!”, laki-laki itu langsung berdiri bak seorang pangeran yang
menyambut kedatangan seorang puteri cantik dari negeri seberang di istananya.
“Aku kesini hendak meminta rekaman itu!”, ucap Adel ketus.
“Adel… Adel… kamu masih saja begitu naif mengira kalau aku
akan menyerahkan rekaman itu sebegitu gampang kepadamu? Lagi pula apa kamu
berpikir aku akan begitu ceroboh membawa rekaman itu kemana-mana? Itu tentu
sangat beresiko”.
“Lalu kenapa kamu memintaku untuk datang kesini?”.
“Kamu mau memesan minum?”, laki-laki itu menghisap rokoknya
dan asap pun kemudian mengepul dari mulutnya.
“Sudah jangan pakai basa-basi!”.
“Ah… langsung to the point, aku suka itu!”, laki-laki itu
lalu kembali duduk dan mematikan rokoknya pada asbak di atas meja. “Aku kesini
hendak menemui klien penting dari luar negeri, mereka akan datang satu jam
lagi, jadi sambil aku menunggu apa salahnya kalau aku meminta kamu datang untuk
sedikit “bersenang-senang” hahaha…”.
“Jadi kamu anggap semua ini senang-senang ya? Kamu mungkin
bisa bersenang-senang, tapi apa kamu pikir aku juga bisa bersenang-senang
dengan semua keadaan ini?”, nada bicara Adel terdengar semakin tinggi. Terlihat
sekali kalau saat ini kekesalannya sudah memuncak terhadap laki-laki di
hadapannya ini.
“Jadi kamu keberatan?”.
“Wanita waras manapun jelas akan keberatan dengan permintaan
gilamu!”.
“Apa kamu bilang tadi?”.
“Kamu itu gila… tidak waras… psikopat!”, umpatan Adel
terdengar semakin keras.
Laki-laki itu kemudian berdiri. Tak ada lagi senyuman di
raut mukanya. Ia lalu berjalan mendekati Adel. Raut wajah Adel terlihat begitu
tegang ketika laki-laki tegap itu mendekatinya.
Dan ketakutan Adel terbukti. Sebuah tamparan langsung
mendarat keras di pipi kanan Adel sehingga membuat gadis cantik itu tersungkur
di sofa. Tas jinjing milik Adel pun ikut terpendal dan membuat beberapa barang
yang ada di dalamnya berserakan keluar, termasuk ponselnya. Adel meringis
menahan rasa perih di pipinya. Kebencian yang sudah memuncak membuat Adel tidak
ingin terlalu lama larut dalam rasa sakitnya itu dan segera berdiri. Dengan
sekuat tenaga ia melayangkan tangan kanannya untuk memukul laki-laki jahanam di
depannya. Namun apalah arti tenaga seorang wanita seperti Adel di depan
laki-laki kekar seperti Pras. Dengan sigap Pras menangkap tangan Adel dan
dengan cepat memelintir tangan tersebut. sehingga kembali Adel harus tersungkur
di atas sofa.
“Aaakhh…!”, Adel berteriak kencang, karena rasa sakit pada
tangannya yang saat ini masih dipelintir Pras.
Tangan kanan Pras masih dengan kencang menempelkan tangan
Adel yang di pundaknya sendiri, sedangkan tangan kirinya juga dengan kencang
menekan kepala Adel pada sofa. Adel sendiri terdengar mulai menangis
tersedu-sedu karena ketidakberdayaannya dan rasa sakit yang ia rasakan saat
ini.
“Kamu masih saja liar!”, Pras semakin menekan kepala Adel di
sofa.
“Aaakkh…!”, kembali Adel hanya bisa berteriak menahan sakit.
“Agaknya aku harus bekerja lebih keras untuk membuatmu
jinak”.
“Lepaskan aku bangsat!”.
Mendengar umpatan Adel, laki-laki itu justru semakin
mengencangkan pelintiran tangannya.
“Aaakkh…”.
“Aku akan terus menyakiti kamu sampai aku mendengar kamu
memelas meminta ampun”.
“Ti… tidak akan!”.
Ego Pras sebagai seorang laki-laki pun seakan terlecehkan
oleh kata-kata bernada tantangan yang dikeluarkan Adel. Tanpa segan laki-laki
itu semakin menekan kepala Adel ke sofa dan semakin mengencangkan pelintirannya
pada tangan gadis tersebut.
“Aaakkh….!”, teriakan Adel terdengar semakin kencang. Isak
tangis perlahan mulai terdengar keluar dari mulut gadis cantik tersebut.
“Kita lihat sampai mana kamu kuat menahan sakit”.
“Ampun Pras…”. Suara itu terdengar begitu lirih.
“Apa? Aku tidak dengar!”.
“Am… ampun Pras… sa… sakit!”, suara Adel yang memelas di
tengah isak tangisnya rupanya sedikit membuat laki-laki itu iba, sehingga
berlahan ia mengendurkan tenaganya walaupun sama sekali tidak terlihat adanya
niat untuk melepaskan Adel dari posisinya saat ini.
Ketika Pras berlahan mengendurkan pegangannya, Adel
mengambil kesempatan ini untuk membalikkan tubuhnya dan mendorong tubuh
laki-laki itu sekuat dia bisa. Pras yang tidak siap menerima serangan Adel
menjadi terhuyung-huyung dan kemudian terjerembab di lantai. Hampir saja
punggung Pras terhantuk meja saat terjatuh tadi. Ketika laki-laki itu terjatuh,
Adel segera berdiri dan dengan segala tenaganya yang masih tersisa berusaha
berlari menuju pintu keluar. Namun hanya beberapa langkah, Pras berhasil
menyambar kaki kiri Adel sehingga gadis itu pun tersungkur dengan keras di
lantai dengan posisi tengkurap. “Aakhh…!”, beruntung lantai ruangan karaoke
tersebut di lapisi karpet, kalau tidak mungkin tubuh Adel tidak akan kuat
menerima benturan yang sedemikian keras.
“Dasar wanita binal…!”, Pras berdiri dan merabai pundaknya
yang masih terasa sakit akibat terjatuh tadi. Ia lalu melempar meja kecil di
belakangnya sehingga terpental mengenai dinding. “Masih mau melawan!”, dengan
kasar Pras kemudian menendang pinggang Adel.
“Aaakkh…!”, kali ini Adel benar-benar merasakan sakit yang
luar biasa di pinggangnya. Ia hanya bisa menangis sekencang-kencangnya. Namun
seberapa pun kencangnya Adel menangis dan berteriak, orang-orang di luar tidak
akan pernah mendengarnya karena peredam suara pada dinding-dinding ruangan
tersebut begitu tebal. Wajah cantiknya kini sudah terlihat basah oleh air mata.
Kini Adel hanya bisa pasrah menerima siksaan Pras karena hampir tak ada lagi
tenaga yang tersisa untuk dipakainya melawan.
“Kenapa diam? Ayo… lawan aku lagi!”, kembali sebuah
tendangan kembali mendarat di pinggang Adel.
“Aaakkh…!”.
Rasa sakit di sekujur tubuhnya membuat tenaga Adel semakin
lemah. Jangankan untuk bergerak, bahkan untuk sekedar berteriak pun gadis
cantik itu seakan tidak memiliki tenaga lagi. Isak tangis yang terdengar pun
kini semakin lirih, tidak sekencang di awal tadi.
Melihat Adel yang hanya bisa terbaring lemah menerima dua
tendangannya tadi, Pras menghentikan sejenak siksaannya. Ia merapikan kembali
jas dan dasi yang dikenakannya, berikut tatanan rambutnya. Pras lalu berjongkok
di samping tubuh Adel yang terbaring lemah. Ia lalu membalik tubuh Adel
sehingga posisinya menjadi terlentang.
Terlihat sekali dari tatapan mata Adel yang sayu kalau saat
ini tenaga gadis cantik ini sudah cukup banyak terkuras menahan rasa sakit di
tubuhnya. Isak tangis masih terdengar begitu lirih. Lebam merah terlihat
membekas di kedua pipi Adel bekas tamparan Pras beberapa saat yang lalu.
“Masih mau melawan?”.
Adel tetap hanyabisa menatap sayu sambil meringis ke arah
wajah Pras.
“Adel… Adel… jika saja kamu mau menuruti kata-kataku pasti
kamu tidak perlu mengalami siksaan seperti ini”, Pras mengusap air mata di
kedua pipi Adel. Ia lalu menyeka rambut yang menutupi wajah Adel. “Sungguh luar
biasa, bahkan dalam keadaan seperti ini pun kamu masih saja terlihat cantik
hahaha…”.
“Dasar iblis!”, makian Adel terdengar hampir menyerupai
bisikan.
“Ternyata kamu masih punya tenaga buat mencaci maki ya?
Hahaha…”.
Pras menggenggam kerah blazer yang dikenakan Adel dan
mengangkat tubuhnya sehingga gadis itu kini berada dalam keadaan posisi
terduduk. Pras mendekatkan wajahnya ke wajah Adel. “Dengar…! Kamu boleh
menyebutku dengan sebutan apa saja, jahanam, iblis, maniak, setan, apa saja…
tapi seperti kataku sebelumnya, kamu itu milikku sekarang dan kamu harus
belajar untuk menyadari itu!”.
“Puuiih…!”, dengan geram tiba-tiba saja Adel meludahi wajah
Pras.
Hal ini kontan saja membuat Pras kembali naik pitam. Dengan
kasar laki-laki itu menghempaskan kembali tubuh Adel ke lantai. Adel hanya bisa
meringis karena rasa sakit di punggungnya yang cukup keras menghantam lantai.
Namun rasa sakitnya ini hanya melengkapi rasa sakit di sekujur tubuhnya yang
sudah sejak tadi ia rasakan begitu menyiksa.
Pras berdiri dan menyeka ludah di wajahnya. Terlihat sekali
ekspresi kemarahan di wajah laki-laki tersebut.
“Kamu harus membayar atas kelancanganmu ini!”.
Adel memejamkan matanya, seakan-akan berusaha mempersiapkan
diri untuk menerima siksaan lanjutan yang mungkin akan diterimanya dari Pras.
Namun beberapa saat memejamkan mata, tak ada satupun tamparan, pukulan ataupun
tendangan yang ia rasakan.
Perlahan ia pun membuka matanya. Adel pun merasa heran
karena Pras tidak terlihat lagi di posisinya berdiri tadi. Tidak hanya itu,
ketika dengan berlahan Adel mengangkat tubuhnya dan mulai menyapu pandangannya
di sekeliling ruangan laki-laki tersebut tidak juga terlihat batang hidungnya.
Ke mana laki-laki jahaman itu pergi? Pikir Adel dalam hati. Rasa sakit masih
terasa di sekujur tubuh Adel. Sesungguhnya Adel ingin sekali pergi meninggalkan
ruangan ini saat ini juga, namun kedua kakinya terasa begitu lemah untuk bisa
ia gerakkan. Belum hilang rasa heran Adel, tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka
dan sosok yang dicari Adel tadi pun berdiri di depannya. Namun kini tidak hanya
Pras yang berdiri di depannya. Disamping laki-laki itu kini berdiri tiga sosok
laki-laki lain. Adel ingat benar sosok ketiga laki-laki bertubuh besar dan
berwajah sangar tersebut. Ketiganya adalah body guard penjaga karaoke yang
ditemuinya di depan pintu masuk ketika ia datang tadi. Lalu kenapa mereka bisa
ada disini bersama Pras? Kembali sebuah pertanyaan terlontar dalam hati Adel.
Ketiga laki-laki berwajah sangar itu memang adalah body guard di tempat karaoke
tersebut. Dua orang memiliki tubuh yang tinggi besar dan berotot. Keduanya
masing-masing bernama Yoyok dan Samsul. Sedangkan satu lagi yang bertubuh agak
pendek dan gempal, bernama Karso. Yoyok berkumis tebal dan berambut gondrong
dikuncir ke belakang. Samsul berkepala botak dan memiliki codet di pipi
kanannya. Luka ini diperolehnya ketika masih berprofesi sebagai tukang pukul
dari salah satu konglomerat di kotanya. Sedangkan Karso juga berambut gondrong
namun keriting. Sekujur tubuhnya penuh tato berbagai macam gambar memberikan
kesan seram bagi yang melihatnya. Apalagi ditambah brewok tipis sepanjang
wajahnya seakan menambah kesan seram tersebut. Ketiganya adalah preman kampung
di desanya masing-masing sebelum mereka memutuskan untuk mengadu nasib di kota.
Tanpa adanya latar pendidikan sama sekali, tentunya sangat sulit untuk mencari
pekerjaan di kota besar. Dengan latar belakang profesi yang pernah mereka
lakukan demi menyambung hidup, mereka pun akhirnya dipertemukan di karaoke ini
sebagai tenaga keamanan.
“Ini ceweknya Bos?”, celetuk Yoyok.
Pras mengangguk, sambil tetap menatap tajam ke arah Adel.
“Gile bener! Mimpi apa kita semalem ya Yok? Tiba-tiba
ketiban duren runtuh gini? Hehehe…”, kini giliran Samsul yang bersuara.
“Dari cewek ini dateng tadi, gue udah kesemsem ngeliatnya
Sul hehehe…”, ekspresi mupeng begitu tergambar jelas dari wajah Yoyok.
“Beneran gratis nih Bos?”, Karso pun akhirnya angkat bicara.
Kembali Pras hanya mengangguk, tanpa sama sekali melepaskan
pandangannya dari Adel yang masih terlihat tergolek lemah di lantai.
Adel mempunyai perasaan tidak enak mendengar celoteh ketiga
laki-laki sangar dan buruk rupa di depannya ini. Ia seakan-akan bisa merasakan
kalau sesuatu yang buruk akan segera terjadi.
“Tunggu apa lagi bapak-bapak?”, Pras berujar lantang.
Mendengar kata-kata Pras tadi, ketiga laki-laki itu pun
berlahan beranjak maju mendekati Adel. Adel yang melihat ketiga laki-laki itu
bergerak maju dan semakin mendekatinya, berusaha menggeser tubuhnya mundur
untuk menjauh. Gadis cantik itu terlihat begitu ketakutan melihat tatapan tajam
dan seram dari ketiga laki-laki tersebut. Ketika ketiga laki-laki itu mendekati
Adel, Pras sendiri justru nampak tenang melangkah menuju sofa, untuk kemudian
duduk santai dan mengeluarkan satu bungkus rokok dari dalam saku jasnya.
“Jang… jangan mendekat!”, Adel berteriak tergagap. “Pras,
kamu tidak bisa melakukan ini padaku!”, kini Adel berteriak ke arah Pras.
Pras dengan tatapan dingin, masih tetap terduduk di sofa
dengan tenang. Laki-laki itu sama sekali tidak bergeming mendengar teriakan
Adel.
“Tenang aja Non, kita ini nggak bakal nyakitin Non hehehe…”,
Samsul menyeringai mesum.
Yoyok lalu menimpali, “Iya Non, malahan kita-kita ini mau
ngasi Non kenikmatan yang luar biasa hahaha…”.
“Pergi… pergi kalian!”, Adel berusaha menggeser tubuhnya
mundur. Namun tanpa disadari Adel dengan posisi menggeser tubuhnya seperti itu,
membuat roknya tersingkap beberapa kali. Kedua betis indah dan paha mulus serta
celana dalam yang sesekali terlihat mengintip secara bergantian menggoda mata
ketiga laki-laki tersebut. Sepatu yang semula dikenakannya pun terlepas akibat
gerakan Adel tersebut.
“Lu liat pahanya Kar? Mulus banget! Hahaha…”.
“Iya nih, luarnya mulus kayak gini, gimana dalemnya? Ya
nggak Yok?”.
“Bener banget! Musti buru-buru dipretelin nih hahaha…”.
Ketiga laki-laki itu terus mendekati Adel sambil berusaha mengintimidasi gadis
tersebut.
Adel berusaha terus bergerak mundur sampai akhirnya
gerakannya terhenti oleh tembok ruangan.
Gadis itu pun kini terpojok sedangkan di hadapannya berdiri
tiga orang laki-laki berwajah seram yang terlihat begitu bernafsu melihat
ketidakberdayaannya.
“Pak, saya mohon… jangan lakukan…”, Adel masih berusaha
meminta belas kasihan dari ketiga laki-laki di hadapannya, namun kata-kata
gadis cantik tersebut jelas sekali tidak mampu mengurangi niat jahat dari
ketiganya.
Sedangkan di sofa, Pras masih terlihat begitu menikmati live
show yang tersaji di hadapannya. Sesekali asap rokok terlihat mengepul dari
mulutnya.
“Kita garap ini cewek sekarang ya Bos?”, Karso seolah-olah
meyakinkan kembali kalau Pras memang benar-benar memperbolehkan mereka untuk
menikmati tubuh gadis cantik tersebut.
Pras pun hanya mengangguk.
“Ayo kita mulai Yok, Sul…!”.
Melihat calon korbannya sudah terdesak tidak berdaya dan
juga setelah mendapat “ijin” Prasetyo, segera saja Yoyok dan Samsul menyergap
kedua tangan Adel dari sisi kanan dan kiri. Adel pun langsung berontak dan
meronta sekuat tenaga. Walaupun bertubuh besar, namun keduanya tampak cukup
kesulitan memegangi kedua tangan Adel yang terus meronta dan meronta.
“Lepaskan aku… kalian bajingan!”.
“Hahaha… gue suka cewek galak kayak kini Sul, makin semangat
gue pengen nge-garepnya”, Yoyok tertawa mesum.
Melihat kedua temannya terlihat kesulitan, Karso bergerak
mendekati Adel dari depan berusaha membantu memegang tubuh gadis tersebut.
Namun belum beberapa langkah berjalan, tiba-tiba saja Adel melayangkan
tendangan ke arah selangkangan Karso.
“Anjriiit…!”, Karso langsung berteriak kesakitan, sambil
memegangi selangkangannya. “Brengsek! Kurang ajar!”, umpatan demi umpatan
keluar dari mulut Karso. Dari ekspresi wajahnya yang nampak memerah, terlihat
sekali kalau tendangan Adel tadi cukup keras menghujam daerah selangkangannya.
Yoyok dan Samsul yang melihat perbuatan Adel, semakin
mempererat pegangan mereka masing-masing pada kedua tangan gadis tersebut.
“Kar, lu nggak apa-apa?”, Samsul berteriak sambil terus
berusaha menahan rontaan Adel.
Agak lama Karso merintih menahan sakit, sebelum akhirnya
berlahan rasa sakit itu berkurang. Namun begitu rasa sakit tersebut berlahan
mereda, Karso dengan cepat berjalan mendekati Adel.
“Gue hajar lu!”, sebuah tamparan keras pun mendarat di pipi
kanan gadis tersebut dan kemudian disusul tamparan pada pipi kirinya.
Akibat dua tamparan keras tersebut membuat pandangan Adel
menjadi berkunang-kunang. Rontaan gadis cantik itu pun berhenti dan ia terlihat
lunglai. Jika saja kedua tangannya tidak dipegangi oleh Yoyok dan Samsul
mungkin tubuh Adel akan langsung ambruk ke lantai. Dan benar saja, ketika
kemudian kedua laki-laki itu melepaskan pegangannya, tubuh Adel langsung ambruk
tertelungkup ke lantai. Melihat itu Karso yang masih geram akibat tendangan
Adel tadi, langsung membalik kasar tubuh gadis tersebut. Walau pandangannya
terlihat sendu seperti tanpa tenaga, namun Adel masih terlihat tersadar.
“Yok, Sul, udah buruan kita garap wanita jalang ini!”.
Karso langsung membuka paksa blazer yang dikenakan Adel,
sehingga mengakibatkan beberapa buah kancing terlepas paksa dari posisinya.
Yoyok dan Samsul pun kini ikut berjongkok di depan tubuh Adel yang terkulai
lemah. Tanpa perlawanan sama sekali blazer hitam itu pun terlepas dan terlempar
entah kemana. Ketiga laki-laki menatap nanar ke arah kedua payudara Adel.
Walapun masih tertutup tank top ketat berwarna biru muda, namun kedua bukit
kembar tersebut terlihat begitu padat dan menggoda.
“Gile padet banget!”, Karso meremas-remas payudara kanan
Adel.
Tindakan Karso ini langsung diikuti Yoyok yang meremas
payudara kiri si gadis.
“Ayo buka saja semuanya sekalian, pengen liat toket non
cantik ini”, Yoyok berujar mesum.
Ketika Karso berusaha membuka tank top-nya, Adel berusaha
mencegahnya dengan cara beberapa kali menepis tangan laki-laki bertato
tersebut. Walaupun sebenarnya tenaga yang tersisa di tubuhnya sudah sangat
minim, namun Adel masih berusaha untuk mempertahankan kehormatannya sebagai
seorang wanita. Karso pun akhirnya harus meminta bantuan kedua rekannya untuk
bisa melepaskan tank top tersebut. Yoyok dan Samsul kemudian memegang kedua
tangan Adel dan menaikkannya ke atas, sehingga berakhirlah perlawanan gadis
cantik tersebut. Tank topberikut dengan bra putih yang merupakan pakaian
terakhir yang menempel di tubuh atas Adel kemudian sukses terlepas tanpa
perlawanan sama sekali. Pegangan tangan Yoyok dan Samsul terasa begitu kuat,
sehingga kini gadis tersebut dibuat sama sekali tidak bisa menutupi
ketelanjangan tubuh atasnya. Air mata kembali mengalir dari kedua mata Adel
sambil sesekali terdengar isak tangis lirih.
“Gue duluan ya”, Karso langsung membungkukkan tubuhnya
hendak menikmati payudara Adel. Namun terdengar protes dari Yoyok.
“Ntar dulu Kar, lu nggak bisa main duluan gitu, kita-kita
kan mau juga”.
“Lu-lu pada ngeyotnya abis gue aja”.
“Lu nggak boleh gitu dong Kar!”.
“Udah kita undi aja biar lebih adil, gimana?”, Samsul
menimpali.
“OK!”, Yoyok dan Karso berseru hampir bersamaan.
Dengan tetap memegangi kedua tangan Adel, mereka bertiga
lalu melakukan permainan hom pim pa seperti anak-anak kecil yang memperebutkan
urutan pertama menikmati tubuh ranum gadis cantik di hadapannya.
“Hahaha… tuh… gue kan yang menang, udah lu-lu pada atur aja
siapa giliran sehabis gue”.
Belum sempat Karso menjamah tubuh Adel, tiba-tiba saja Adel
mendorong dirinya. Rupanya ketika melakukan hom pim pa tadi, Adel bisa
merasakan kalau cengkraman di tangannya mulai mengendur. Karso pun tersungkur
di lantai. Setelah berhasil membebaskan diri, segera saja Adel berdiri dan
berlari menuju Pras yang terduduk di sofa. Karso nampak tersungut-sungut dan
meringis. Kembali ia harus menjadi korban dari perjuangan Adel membebaskan
dirinya. Adel sendiri kemudian bersimpuh dan memegang kedua kaki Pras.
“Pras, tolong aku… jangan biarin mereka melakukan ini
kepadaku, aku mohon Pras”, suara Adel begitu memelas sambil terisak.
“Sudah terlambat Del”, Pras berdiri dan mengangkat tubuh
Adel, kemudian menghempaskannya ke arah ketiga laki-laki berwajah sangar yang
sudah menanti dengan tidak sabar.
Karso dan Samsul langsung menangkap tubuh Adel sebelum
terjatuh ke lantai.
“Pras… aku mohon…”, Adel masih berusaha memelas.
Pras dengan dinginnya justru kembali duduk di sofa dan
kemudian dengan tenang kembali menghisap rokoknya.
“Pras…!”, Adel masih berteriak sebelum akhirnya ia pun kini
telah sepenuhnya kembali berada dalam kepungan ketiga laki-laki berwajah seram
tersebut.
Merasa dirinya sudah tidak mampu melawan lagi dan tidak ada
siapapun yang bisa membantu dirinya saat ini, Adel pun akhirnya pasrah dan
membiarkan ketiga laki-laki itu mulai menjamahi kembali tubuhnya secara
beramai-ramai. Ketika dirinya disetubuhi oleh Pras, Adel merasa telah melakukan
hal yang paling memalukan dalam hidupnya. Namun kini ada tiga orang laki-laki
yang sama sekali tidak dikenalnya, sebentar lagi mungkin akan menikmati
kehangatan tubuhnya juga. Hal ini jelas lebih dari sekedar memalukan bagi gadis
cantik tersebut. Apakah setelah semua ini berakhir, Adel akan mampu terus
berbohong kepada Abi kalau saat ini semuanya masih berjalan baik-baik saja.
Ketika di luar sana Abi sedang mempersiapkan masa depan untuk kelangsungan
hubungan mereka berdua, sedangkan di sini dirinya justru sedang dinodai oleh
gerombolan laki-laki ganas berwajah sangar. Adel pun kembali hanya bisa
menangis dengan ketidakberdayaannya ini. Kini Adel terlihat tergolek lemah di
lantai. Pandangannya kosong menatap langit-langit ruangan. Air mata terus
mengalir membasahi wajah cantik Adel. Ditengah ketidakberdayaannya gadis cantik
tersebut bisa merasakan kalau seseorang sedang mengulum dan menjilati payudara
kanannya sambil meremasi payudaranya yang kiri. Seorang lagi kini sedang
menciumi dan menjilati kedua betis dan pahanya. Sedangkan untuk laki-laki yang
sedang menciumi bibirnya dengan ganas, ia bisa melihat kalau laki-laki itu
adalah laki-laki yang dipanggil dengan sebutan Yoyok oleh kawan-kawannya. Kumis
tebal Yoyok terasa menggelitik hidung Adel ketika laki-laki itu menciuminya.
Bau asap rokok sangat mengengat tercium ketika Yoyok mulai memainkan lidahnya
di dalam mulut Adel dengan ganas. Lidah keduanya pun kerap beradu, sehingga mau
tidak mau membuat Adel harus rela bertukar liur dengan laki-laki berambut
gondrong tersebut. Atas semua perlakuan ketiga laki-laki sangar tersebut, kini
Adel sama sekali tidak memberikan perlawanan. Di bawah sana, Adel bisa
merasakan kalau laki-laki yang berada disana sedang sibuk melepaskan resleting
roknya. Tak lama rok span itu pun melorot turun dan terlepas. Sesaat kemudian
Adel bisa merasakan tangan laki-laki tersebut mengobok-obok selangkangannya
yang masih tertutup celana dalam berwarna putih. Sementara dada montok Adel
masih terus dikulum dan dijilati oleh laki-laki yang lain. Bekas-bekas cupangan
berwarna merah semakin banyak terlihat di permukaan payudara gadis cantik
tersebut. Diserang dari tiga bagian tubuh sensitifnya secara bersamaan seperti
ini, mau tidak mau mulai menyeret Adel ke dalam gelora nafsunya sendiri.
Perlahan cairan birahi mulai merembes keluar membasahi daerah kewanitaannya.
Adel sudah terlihat benar-benar pasrah. Terus menerus terdengar desahan dan
erangan diantara hujaman ciuman dan jilatan pada bibir dan mulutnya.
“Gile bener… wangi banget memek non cantik ini”, Karso
berseru kencang setelah menghirup dalam-dalam kain tipis berukuran mungil di
genggamannya dengan hidung.
Celana dalam tersebut terlihat sangat basah karena baru
beberapa saat yang lalu terlepas dari tempatnya berada tadi. Kini Adel bisa
melihat sosok yang mempermainkan tubuh bawahnya tadi. Rupanya laki-laki
tersebut adalah Karso.
“Mana gue juga pengen nyium baunya”, Samsul menghentikan
kulumannya di payudara Adel dan menyambar celana dalam tersebut dari tangan
Karso. “Bener Kar, wangi! Kayaknya non ini rajin banget ngerawat memeknya”,
seloroh laki-laki plontos tersebut.
Karso tersenyum mesum mendengar kata-kata kawannya tersebut.
“Ntar gue mau ngerasain wanginya langsung dari sumbernya dulu”. Setelah berujar
seperti itu Karso membuka kedua kaki Adel lebar-lebar dan langsung membenamkan
kepalanya di selangkangan gadis cantik tersebut.
“Gimana Kar? Lebih wangi?”, giliran Yoyok yang menghentikan
kulumannya di mulut Adel.
Kini kedua laki-laki tersebut memperhatikan dengan seksama
Karso yang sedang asyik menjilati vagina Adel.
Karso tak menjawab. Ia masih terlihat menikmati menjilati
dan menghisap vagina Adel. Laki-laki brewok tersebut hanya mengacungkan
jempolnya ke arah kedua kawannya.
“Bawa sini Sul!”.
Samsul pun melempar kain mungil berwarna putih dalam
genggamannya kepada Yoyok. Ia sendiri kemudian melanjutkan aktifitasnya
meremas-remas kedua payudara Adel yang terlihat semakin padat menantang. Kini
giliran Yoyok yang menghirup bau celana dalam tersebut. Ia kemudian menyeringai
mesum dan mendekatkan wajahnya ke telinga Adel.
“Non ternyata nggak cuma cantik dan sexy, tapi rupanya non
ini juga mulus dan wangi, nggak sabar nih pengen ngerasain jepitan memek non
hahaha…”, bisik Yoyok di telinga gadis tersebut. Kemudian ia melempar celana
dalam tersebut ke atas sofa dan kembali melumat bibir Adel.
Adel tidak terlalu memperhatikan kata-kata Samsul di
telinganya. Ia hanya terpejam sambil terus mendesah dan mengerang lirih. Kini
yang bisa ia rasakan hanyalah rasa geli dan nikmat di payudara dan
selangkangannya. Payudaranya terasa begitu geli ketika Samsul dengan kuat
meremas-remasnya sambil sesekali mempermainkan kedua putingnya. Sedangkan
vaginanya sendiri terasa begitu nikmat ketika sebuah lidah seakan-akan
menari-nari di permukaannya. Sesekali lidah panas itu juga menusuk-nusuk ke
dalam lubang dan mengenai klitorisnya. Sensasi kenikmatan ini mau tidak mau
semakin menerbangkan gairah birahi Adel semakin tinggi.
Sebagai wanita bertipe konservatif tentunya persetubuhan
seperti ini menjadi pengalaman baru bagi Adel. Pengalaman yang ternyata
memberikan kenikmatan yang jauh lebih luar biasa ketimbang melayani tunangannya
seperti yang selama ini ia lakukan. Diserang pada ketiga titik sensitif
tubuhnya secara bersamaan, mau tidak mau membuat tubuh Adel kian bereaksi.
Berlahan tubuh molek Adel mengejang. Secara refleks ia justru membuka lebar
kedua pahanya sehingga memberikan akses penuh untuk Karso menjilati lubang
vaginanya. Sementara diatas sana Adel mulai nampak membalas lumatan bibir dan
permainan lidah Yoyok, sambil mengusap-usap kepala Samsul yang sedang mengulum dan
menjilati payudaranya. Akhirnya setelah beberapa menit tubuh Adel semakin
mengejang dan terlihat kaku.
“Aaaakkkhh…!”, Adel melenguh kencang.
Rupanya perbuatan ketiga laki-laki sangar itu berhasil
mengirim Adel untuk mencapai klimaksnya yang pertama.
Karso yang sedang mengoral vagina Adel bisa merasakan cairan
kewanitaan banyak sekali merembes keluar dari lubang kenikmatan tersebut. Ia
pun menghentikan aksi oralnya.
“Wah… non cantik ini ngencret lo kita jilatin hahaha…”.
Yoyok dan Samsul pun ikut menghentikan aksi mereka di tubuh
Adel.
“Masa Kar? Hahaha… ternyata si non malu-malu tapi mau ya?”.
“Iya Yok, awalnya nolak eh akhirnya konak! Hahaha….”.
Adel benar-benar merasa malu mendengar kata-kata ketiga
laki-laki sangar tersebut. Harga dirinya sebagai wanita benar-benar terasa
diinjak-injak. Ia benar-benar merasa terhina lahir dan batin. Namun disisi
lain, mau tidak mau ia harus mengakui kata-kata ketiga laki-laki tersebut. Baru
saja ia memang merasakan sensasi yang berbeda dari persetubuhan-persetubuhan
yang pernah ia alami sebelumnya. Sensasi yang tidak bisa ia ungkapkan dengan
kata-kata. Bahkan jauh di dalam hatinya ia tidak bisa berbohong kalau ia sangat
menikmati sensasi ini. Jadi masih layakkah saat ini ia masih terus menangis dan
melakukan penolakan?
Puas meremasi, menciumi dan menjilati seluruh tubuh molek
Adel serta berhasil membuat gadis cantik itu mencapai klimaks pertamanya,
dengan hampir bersamaan ketiga laki-laki bringas itu pun berdiri dan mulai
melepaskan satu per satu pakaian yang mereka kenakan hingga ketiganya kini
dalam keadaan telanjang bulat. Batang-batang penis ketiganya nampak telah
mengacung tegang seakan siap menikmati kehangatan tubuh Adel. Ketiga batang
penis tersebut memiliki ukuran yang hampir sama, besar dan panjang. Melihat
ukurannya kelihatannya Adel akan sedikit bekerja keras apabila nantinya
batang-batang penis tersebut secara bergiliran mengisi liang vaginanya. Sedang
Adel sendiri masih terlihat tergolek lemah di lantai. Sementara Pras masih
tetap dengan wajah dingin tanpa ekspresi sama sekali, terus memperhatikan
dengan seksama tingkah laku ketiga laki-laki tersebut kepada Adel.
“Sesuai undian tadi, maka gue yang berhak pertama ngerasain
memek Non cantik ini, OK?”.
Tanpa ada nada protes kedua laki-laki itu pun membiarkan
Karso berjongkok di depan Adel dan kembali membuka lebar kedua kaki Adel.
Perlahan laki-laki gondrong dan bertato itu mengusap-usap ujung penisnya di
permukaan lubang kenikmatan Adel. Kemudian tak lama Karso pun menghujamkan
batang penis besarnya ke dalam vagina gadis cantik tersebut.
“Aaakkhh…!”, baik Karso maupun Adel berteriak hampir
bersamaan.
Karso berteriak karena merasakan jepitan dinding vagina Adel
yang sedemikian kencang, sedangkan Adel berteriak karena rasa sakit akibat
hentakan batang penis besar itu seakan-akan merobek liang kewanitaannya yang
sempit. Hal ini diakibatkan karena vagina Adel belum cukup basah untuk siap
menerima hujaman yang begitu kasar.
“Gimana Kar rasa memeknya?”, Yoyok berujar penasaran.
“Mantap Yok! Jepitannya masih kenceng, keliatan banget ni
memek jarang dipake Aaah…”.
“Kar, inget lu jangan ngencret di dalem kita-kita kan mau
make juga tu memek”, Samsul menimpali sambil mengocok-ngocok sendiri batang
penisnya.
Cukup lama Karso menikmati vagina Adel dalam posisi konvensional.
Sedangkan kedua kawannya hanya bisa menatap mupeng ke arahnya sambil memainkan
sendiri batang penis mereka masing-masing, sambil sesekali menggosok-gosokkan
batang penis tersebut di payudara Adel.
“Aaakhh…”, Adel berteriak kencang ketika Karso kembali
dengan kasar menghujamkan batang penisnya.
“Tadi non nendang kontol bapak, sekarang rasain dasyatnya
kocokan kontol bapak ini non hahaha….”.
“Aaakhh… aaakhh… aaakkh…!”, teriakan dan erangan Adel terus
menerus terdengar, bahkan kian lama kian keras.
Tak tahan melihat pemandangan Adel yang sedang disetubuhi
oleh Karso, kedua laki-laki lainnya pun mengambil tangan Adel dan meletakkan
batang penis tegang mereka masing-masing dalam genggamannya.
“Koncokin kontol kita dong Non”, ucap Samsul sambil menggerak-gerakkan
tangan Adel sehingga tangan tersebut mengurut-urut batang penisnya.
Adel pun melakukan permintaan Samsul. Ditengah kocokan penis
Karso pada vaginanya yang semakin lama semakin kencang, gadis cantik itu
berusaha membagi konsentrasi untuk mengocok penis Yoyok di tangan kirinya dan
penis Samsul di tangan kanannya. Walaupun kocokan jari-jari mungil Adel tidak
sepenuhnya bisa dilakukan dengan cara yang benar, namun cukup untuk membuat dua
laki-laki tersebut menikmatinya.
“Kar, lu ngentotnya sambil nungging aja, gue pengen ngentot
mulut non cantik ini”.
Karso pun mengikuti kata-kata Yoyok dan mengubah posisi
tubuh Adel sehingga berbalik. Kini gadis cantik itu dalam posisi menungging
dengan bertumpu pada kedua tangannya. Karso pun melanjutkan hujaman penisnya
dalam posisidoggie sambil meremas-remas kedua bongkahan pantat montok Adel.
Sedangkan Yoyok mulai menghujamkan batang penisnya ke dalam mulut Adel. Kini
gadis cantik itu pun menerima dua kocokan penis secara bersamaan. Satu penis
menghujam-hujam kencang ke dalam lubang vaginanya sedangkan satu penis lainnya
menghujam-hujam ke dalam mulutnya.
“Giliran dong Kar, gue kan juga mau ngerasain memek Non
ini”, nada protes mulai terdengar dari Samsul yang sedari tadi hanya kebagian
mengocok penisnya sendiri.
“Ya udah kita gantian”.
Karso pun mencabut batang penisnya dari dalam lubang vagina
Adel, namun tak lama setelah itu lubang vagina gadis tersebut kembali disesaki
oleh batang penis yang tak kalah besarnya milik Samsul.
“Aakkh…!”, Samsul berteriak ketika pertama kali merasakan
jepitan vagina Adel.
“Gimana Sul, kenceng banget kan?”.
“Iya Kar, kayak memek perawan”.
“Lu kocok aja dulu, ntar kita giliran lagi”.
Samsul pun mulai menghujam-hujamkan batang penisnya ke dalam
lubang vagina Adel. Suara erangan tertahan kembali terdengar dari mulut Adel.
Suara erangan dan lenguhan tersebut tidak keluar penuh karena dalam mulut Adel
sendiri saat ini sedang disesaki oleh batang penis milik Yoyok.
“Gile Yok, non ini ternyata udah cantik, mulus, wangi, memeknya
juga mantap banget! Gue serasa lagi ngentotin artis nih hehehe…”, Samsul
berujar ditengah kocokan penisnya.
“Sebelum lu ngencret, lu gantian ama gue biar gue juga bisa
ngerasain tu memek”.
“OK tenang aja, pokoknya hari ini kita gilir non ini ampe puas
hahaha….”.
“Udah sekarang giliran gue ngerasain emutan mulut non cantik
ini Yok”, Karso pun mendekati Yoyok sambil mengocok-ngocok penisnya yang masih
terlihat basah oleh lendir kewanitaan Adel.
Yoyok pun menarik penisnya dari mulut Adel. Namun Adel tak
bisa berlama-lama menghirup udara dengan tenang karena tak lama kemudian
giliran batang penis Karso yang memenuhi mulutnya. Tanpa ampun Karso langsung
menghujam-hujamkan batang penisnya ke dalam mulut gadis cantik tersebut.
Sementara itu Samsul juga semakin kencang melakukan kocokan ke dalam vagina
gadis cantik tersebut. Menerima kocokan pada vagina dan mulutnya secara terus
menerus dan bergantian membuat tubuhnya bereaksi semakin cepat.
“Aaaakkkhh…!”, Adel kembali melenguh kencang.
Dan benar saja beberapa menit kemudian tubuh Adel terlihat
mengejang, bertanda ia telah mencapai klimaks keduanya hari ini. Ditengah
kocokannya, Samsul bisa merasakan cairan kewanitaan Adel cukup banyak mengalir
membasahi batang penisnya. Bermain bersama tiga laki-laki sekaligus sungguh
menimbulkan sensasi yang sama sekali tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Walaupun saat ini batin Adel seakan-akan merasa sedang diperkosa, namun
tubuhnya sendiri tidak bisa berbohong kalau aksi-aksi liar ketiga laki-laki
bringas ini benar-benar membawanya semakin terhanyut dalam belenggu birahi yang
begitu luar biasa.
Walau sudah mencapai klimaks, namun belum ada tanda-tanda
kalau ketiga laki-laki bringas tersebut akan menghentikan aksi-aksinya. Bahkan
kini ditengah tenaganya yang cukup banyak tersedot akibat klimaks yang
dialaminya tadi, kocokan penis Samsul di dalam vaginanya justru semakin kencang
dan semakin menggila.
“Aaahh…. gue keluar… gue keluar!, rancau Samsul ditengah
kocokan penisnya yang semakin membabi buta.
Tubuh Adel semakin terguncang-gucang hebat menerima kocokan
Samsul tersebut. Melihat keadaan yang sudah mulai memanas dan tidak terkendali
Karso pun mencabut batang penisnya dari dalam mulut Adel. Walaupun begitu tetap
saja bukan berarti Adel bisa menghirup udara dengan bebas, karena saat ini
batang penis Samsul menghujam semakin ganas dalam liang vaginanya.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…”, desahan dan teriakan Adel kini
terdengar semakin kencang seiring kocokan Samsul yang juga semakin kencang.
“Ooohh… nikmat bener… ooohh… aaakkhh…”, rancauan Samsul pun
juga terdengar semakin hebat.
Dan tak lama kemudian samsul menarik batang penisnya dan
mengarahkannya ke punggung Adel. Semprotan demi semprotan sperma pun keluar
dari batang penis tersebut membasahi permukaan punggung mulus Adel.
“Ooohh…”, Samsul melenguh panjang menandakan sebuah kepuasan
yang luar biasa.
Adel sendiri kemudian ambruk di lantai karena kedua
tangannya terasa sangat lemas untuk mampu menopang tubuhnya. Baik Samsul maupun
Adel terlihat ngos-ngosan akibat persetubuhan mereka tadi. Samsul membalikkan
tubuh polos Adel. Kini gadis posisi tubuh cantik itu kembali terlentang di
lantai. Laki-laki plontos bercodet itu berdiri mengangkang di atas kepala Adel
kemudian mengambil posisi berjongkok. Ia lalu membuka paksa mulut Adel dan
memasukkan batang penisnya. Di dalam sana Samsul mengusap-usapkan ujung dan
batang penisnya yang masih menyisakan sedikit cairan sperma pada lidah Adel.
“Rasain nih pejuh abang non, enak kan? Hahaha…”.
Gadis cantik itu hanya bisa pasrah menerima perlakuan
Samsul. Adel tetap tergolek lemah sampai akhirnya Samsul mengeluarkan batang
penisnya tersebut dari dalam mulutnya. Adel bisa merasakan rasa yang begitu
menyengat ketika beberapa kali ia harus menelan ludahnya. Menelan sperma
bukanlah hal baru bagi Adel karena Abi pernah memintanya untuk melakukan ketika
mereka bercinta. Namun saat itu ia langsung muntah-muntah, sehingga setelah
kejadian tersebut Abi memang tidak pernah lagi meminta Adel untuk melakukan hal
tersebut.
“Tumben nih gue ngencret cepet, mantep bener memek cewek ni,
bener-bener dibuat nggak tahan gue”, Samsul kembali berdiri.
“Ah, emang dasar lu aja seringan main ama yang emperan, udah
giliran dikasi yang bening kayak gini loyo deh lu hahaha…”, Karso tertawa
lantang.
“Udah jangan banyak komen lu!”, Samsul sewot mendengar
kata-kata Karso yang seolah-olah meragukan keperkasaan dan kemampuannya
memuaskan wanita.
“Gitu aja sewot lu Sul, sensi amat!”, Karso kembali
menimpali.
“Lu sendiri ngomongnya jangan gitu dong!”.
Keduanya pun terlibat adu mulut yang cukup keras. Baik Karso
maupun Samsul saling mengeluarkan umpatan dan caci makian. Samsul benar-benar
merasa terhina dengan kata-kata Karso, sedangkan Karso merasa kata-katanya
hanya gurauan yang seharusnya tidak sampai diambil hati. Sebelum keduanya
terlibat pertengkaran yang semakin jauh, tiba-tiba walki-talki yang melekat di
celana Samsul yang tergeletak di lantai berbunyi.
“Sul, lu dimana? Bos nyariin lu tuh, ganti…”.
Masih dengan ekspresi wajah kesal Samsul pun beranjak dari
tempatnya berdiri.
“Sul… lu dimana? Bisa di copy? Ganti…”.
Laki-laki plontos itu mengambil walki-talki tersebut dari
sabuknya.
“Gue di depan nih, ntar gue kesana, ganti…”.
“OK, buruan bos udah nungguin tuh, ganti…”.
“OK!”.
Selesai percakapan itu, Samsul pun bergegas memakai kembali
pakaiannya. Kemudian setelah itu ia berjalan mendekati Pras yang masih terlihat
terduduk santai sambil menyilangkan kakinya. Pras terlihat memegang sebuah
gelas kecil berisi minuman di tangan kirinya.
“Makasi Bos, udah mau bagi-bagi rejeki hari ini”, Samsul
menyodorkan tangannya kepada Pras sambil tersenyum simpul.
Pras membalas sodoran tangan tersebut dan mereka bersalaman.
Pras sama sekali tidak mengeluarkan kata-kata. Laki-laki itu hanya mengangguk
dan menyeringai singkat.
“Giliran siapa sekarang? Kasihan tuh cantik-cantik di
anggurin”, Samsul berujar kepada kedua kawannya sebelum beranjak menuju pintu.
Segera setelah itu laki-laki plontos itu pun kemudian menghilang dari balik
pintu.
Kedua laki-laki sangar lainnya yang masih dalam keadaan
telanjang itu pun saling menatap mata satu dengan lainnya. Keduanya kemudian
menyeringai mesum dan memandang tubuh polos Adel yang tergolek lemah.
“Biarin Non cantik ini istirahat dulu Kar hehehe…”.
Adel sudah dua kali mencapai klimaks dari persetubuhan
brutal ini dan satu laki-laki juga telah mencapai klimaksnya. Namun kebrutalan
ini kini tentu masih jauh dari akhir, karena saat ini masih tersisa dua
laki-laki bertubuh besar yang masih terlihat segar bugar. Batang penis keduanya
masih tegak berdiri dan mengacung kokoh. Malah penis besar berurat tersebut
keduanya semakin lama terlihat semakin tegang dan kuat. Ini berarti
persetubuhan brutal ini masih akan berlanjut memasuki babak-babak berikutnya.
Ekspresi wajah Adel terlihat memancarkan kelelahan yang luar biasa. Gadis
cantik itu pun tidak tahu sampai kapan ia akan mampu bertahan melayani nafsu
ganas dari kedua laki-laki berwajah seram tersebut. Sama sekali tidak ada yang
tahu sampai kapan permainan birahi ini akan berakhir.
“Bos… nggak mau ikutan nih ama kita-kita?”, Karso menoleh ke
arah Pras yang masih dengan dinginnya terduduk santai pada sofa kecil di sudut
ruangan.
“Silakan bapak-bapak saja dulu, saya punya waktu saya
sendiri untuk menikmati wanita itu”, Pras menyeringai ke arah Adel yang
tergolek lemah di lantai.
Pras menuangkan kembali botol minuman berwarna kuning
kecoklatan ke dalam gelas kecil yang dipegangnya.
“Dapat dimana nih cewek kayak gini bos?”, Yoyok menimpali.
“Kalian tidak usah tahu, mending kalian pakai saja dia selama
kalian masih ada kesempatan”.
“Beres bos!”, seru kedua laki-laki itu hampir berbarengan.
“Giliran gue nih sekarang!”, Yoyok berujar dan langsung
beranjak mendekati tubuh Adel.
Karso yang berdiri di dekat dinding sambil memegang batang
penisnya yang masih tegang, tidak terlihat protes dengan perkataan Yoyok.
Mungkin laki-laki gondrong itu memang ingin menjadi pembuka dan penutup dari
persetubuhan liar ini, atau mungkin ia masih sedikit kesal akibat pertengkaran
singkatnya tadi dengan Samsul sehingga tidak ingin memicu pertengaran yang sama
dengan Yoyok.
“Ayo non, kita senang-senang lagi hahaha…”.
Gadis cantik itu masih terlihat begitu lemah, walaupun kini
nafasnya sudah mulai berhembus dengan normal. Saking lemahnya, pandangan Adel
terlihat begitu sayu dan redup. Yoyok lalu mengangkat tubuh molek dan polos itu
dan merebahkannya berlahan di atas sofa panjang. Adel kemudian bisa merasakan
kalau Yoyok sedang menggerakkan posisi kakinya hingga menjadi menekuk. Kemudian
ia pun merasakan kalau laki-laki itu mulai membuka lebar kedua pahanya.
Terlihat sekali Adel sudah tidak lagi mampu melawan. Ia terlihat begitu pasrah
membiarkan perbuatan laki-laki gondrong berkumis lebat tersebut atas tubuhnya.
“Benar-benar memek non ini indah sekali”, Yoyok mengusap-usap
vagina Adel yang terlihat tertutupi bulu-bulu hitam tipis.
Laki-laki gondrong tersebut kemudian menyibak bulu-bulu
tipis yang menutupi permukaan vagina tersebut. Jari-jari tangan laki-laki itu
kemudian merabai permukaan lubang vagina Adel, terutama bagian tonjolan kecil
diatasnya.
“Aaah…”, desahan lirih keluar dari mulut Adel ketika Yoyok
memutar-mutar bagian klitorisnya dengan pelan.
Merasakan vagina Adel mulai mengering, Yoyok kemudian
memasukkan jari tengah dan jari telunjuk kanannya ke dalam lubang kenikmatan
gadis tersebut. “Aaakkhh… aaahh… Aaakkhh…!”, Adel pun mengerang pelan ketika
jari-jari tangan laki-laki gondrong itu mulai mengocok vaginanya dengan
perlahan. Beberapa saat kemudian erangan Adel berubah menjadi teriakan kencang
ketika Yoyok mulai semakin mengencangkan kocokan jari-jarinya.
Cukup lama Yoyok mengocok vagina Adel dengan jari-jarinya.
Gairah Adel yang tadi sempat turun setelah beristirahat, kini berlahan mulai
kembali naik. Desahan demi desahan mulai terdengar lagi keluar dari mulut gadis
cantik tersebut. Bahkan kini cairan kewanitaan mulai berlahan membasahi kembali
lubang vagina Adel.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”.
“Ayo non teriak yang keras, jangan malu-malu!”.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”.
“Ayo non lebih keras, jangan ditahan-tahan!”, Yoyok semakin
mempercepat kocokannya.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”.
“Ayo, lebih keras lagi…!”.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!” teriakan Adel pun terdengar
semakin keras dan semakin keras. Kocokan liar jari-jari di vaginanya serta
ucapan-ucapan propokatif Yoyok seakan-akan berhasil memancing keluar sisi liar
Adel. Sisi liar yang lama terpendam oleh image wanita dewasa dan baik-baik yang
selama ini selalu ia jaga. Kini semua image tersebut kini berlahan tapi pasti
mulai menghilang. Adel yang lugu dan polos kini berganti dengan Adel yang liar,
bebas dan haus akan kenikmatan duniawi dan kepuasan ragawi.
“Non mau kontol?”.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”.
“Jawab non, non mau kontol?”, Yoyok sedikit menampar pipi
Adel dengan tangan kirinya.
“I… iya pak”.
“Non mau dientot?”.
“I… iya pak, aaakkh…”.
Kocokan demi kocokan terus menghujam deras ke dalam vagina
Adel.
“Kalau begitu bilang non, bilang kalau non mau dientot”.
“Saya mau dientot pak…”.
“Bilang yang keras non!”, Yoyok terus mengocok vagina Adel
dengan jari-jari tangannya. Sementara itu cairan birahi semakin banyak keluar
membasahi lubang kenikmatan Adel.
“Saya mau dientot, kasih saya kontol pak!”.
“Yang keras non!”.
Adel pun berteriak sekencang-kencangnya, “Tolong entot saya
pak! Masukin… masukin pak! Saya mohon…”.
Adel sudah benar-benar kehilangan akal sehatnya. Dirinya
sudah benar-benar dibelenggu oleh gairah birahinya sendiri akibat rangsangan
yang dilakukan oleh Yoyok. Laki-laki gondrong itu benar-benar pandai
membangkitkan sisi liar Adel. Ia mampu merubah drastis Adel yang semula alim
dan polos menjadi Adel yang haus seks dan binal. Kini seolah-olah penolakan dan
perlawanan Adel di awal permainan terlihat sia-sia belaka. Kini yang terlihat
justru Adel-lah yang terdengar memohon untuk disetubuhi dan diberikan
kenikmatan ragawi.
“Baik non, kalau non yang minta bapak kasih non kontol
hahaha…”.
Yoyok pun mencabut jari-jarinya dari dalam vagina Adel.
Jari-jari tangan laki-laki gondrong tersebut terlihat basah oleh cairan
kewanitaan Adel. Yoyok kemudian mengusap-usapkan jari-jari tangannya ke
payudara Adel. Segera setelah itu laki-laki itu mengangkat kaki kiri Adel
sehingga bertumpu di pundaknya. Kemudian begitu kedua paha gadis itu terbuka
lebar, langsung saja Yoyok menghujamkan batang penis kokohnya ke dalam lubang
kenikmatan sang gadis.
“Aaakkhh….!”, kedua insan berlainan jenis itu pun
berbarengan berteriak.
Karena lubang kenikmatan itu memang telah cukup basah,
batang penis Yoyok pun dapat dengan mudah menerobos masuk ke dalamnya. Bahkan
kini batang kokoh itu terlihat begitu mudah mengoyak lubang sempit itu dengan
kocokan demi kocokannya. Sesekali ditengah hujaman demi hujaman tersebut
keduanya terlihat berciuman dengan panas. Bibir mereka saling pagut dan lidah
mereka saling beradu. Berbeda sekali dengan persetubuhannya dengan Samsul
beberapa saat lalu, kali ini Adel terlihat begitu ganas. Gadis itu sama sekali
tidak menghiraukan bau nafas Yoyok yang diawal tadi mengganggu penciumannya.
Gadis cantik ini seakan-akan menyerahkan sepenuhnya tubuhnya kepada laki-laki
yang sama sekali tidak dikenalnya ini untuk dinikmati. Hal seperti ini bahkan
tak pernah ia lakukan kepada Abi, tunangannya. Dari ekspresi dan gerak tubuh
Adel, terlihat seolah-olah berkata pada Yoyok untuk membawanya terbang ke
langit ke tujuh dan merengkuh kenikmatan duniawi tertinggi.
“Enak non?”.
“Enak pak… enak banget!”.
“Terus non?”.
“Terus pak… ooohh yes… ooohh yes… fuck me… fuck me hard!”,
Adel merancau dan mengeluarkan kata-kata tak senonoh yang jelas tidak akan
pernah ia ucapkan dalam keadaan sadar.
“Kar, kita gantian”, Yoyok berteriak kepada Karso yang masih
berdiri sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri.
Karso pun berjalan mendekat.
Yoyok kemudian mencabut batang penisnya dan menepuk bahu
Karso memberikan isyarat untuk segera menggantikan posisinya. Karso pun kembali
bisa menikmati jepitan dinding-dinding vagina Adel. Tak perlu waktu lama
menyesuaikan diri, laki-laki gondrong itu pun menghujam-hujamkan batang
penisnya dengan cepat. Sedangkan Yoyok berjongkok di samping sofa dan memagut
bibir Adel sambil meremas-remas payudara gadis tersebut yang terlihat
bergoyang-goyang.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”, hanya terdengar teriakan dan
desahan yang kini memenuhi ruangan karaoke itu.
“Yok, ternyata cewek terpelajar kayak gini kalau sudah konak
nggak ada bedanya ama perek ya? Hahaha…”, Karso masih terus menghujam-hujamkan
penisnya.
“Hahaha… yang bedain itu cuma status doang Kar, kalau sudah
soal ngentot status udah nggak ada artinya lagi”.
Kedua laki-laki itu tertawa lantang melihat Adel yang tidak
berdaya di dalam kekuasaan mereka. Gadis cantik itu hanya bisa terpejam dan
terus menerus mendesah dan berteriak penuh kenikmatan. Ia seakan-akan tidak
peduli lagi dimana ia berada saat ini. Bahkan Adel seakan-akan tidak peduli
lagi batang penis siapa yang kini sedang mengocok lubang vaginanya. Adel
terlihat sudah benar-benar dimabuk birahi sehingga diotaknya kini hanya ada
pikiran untuk mencapai puncak setinggi-tingginya. Beberapa menit Karso
menyetubuhi Adel, untuk kemudian mereka berganti posisi lagi. Kini Yoyok
mengangkat pantat Adel dan menopangkan kedua kaki gadis tersebut pada kedua
pundaknya. Dengan posisi seperti ini, batang penisnya menjadi semakin mudah dan
semakin dalam memasuki lubang vagina Adel. Kedua tangan gadis cantik itu kini
mencengkeram permukaan sofa dengan erat, berusaha menahan rasa sakit sekaligus
nikmat yang ditimbulkan dari gesekan batang penis besar tersebut. Batang penis
itu terasa begitu kokoh menyesaki lubang vaginanya. Apalagi dengan posisi ini
batang penis Yoyok bisa semakin dalam mengaduk-aduk dalam vaginanya. Rasa
nikmat begitu terasa sampai ke setiap simpul saraf-saraf Adel, bahkan kini
sudah menjalar ke dalam sumsum tulangnya.
“Ayo teriak sepuas-puasnya non!”, Yoyok kembali menstimulus
sisi liar Adel.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”.
“Jangan menahan diri non, lepaskan semuanya, bebaskan diri
non, teriak yang keras…”.
“Aaakkhh… aaahh… oohh yes… oooh God!”, Adel terus merancau.
Kedua tangan Adel kini semakin kuat mencengkeram permukaan sofa.
“Lepaskan non… lepaskan…!”.
“Ooohhh… aaakkh…”.`
Keringat membasahi membasahi tubuh kedua insan yang sedang
di landa birahi itu. Nafas keduanya terus memburu dan kian lama semakin
bergelora. Tak terlihat lagi Adel yang tadi terlihat rapi, anggun dan begitu
elegan. Yang ada kini hanyalah Adel dengan rambut acak-acakan, liar dan garang.
Suara teriakan dan desahan Adel akhirnya berhenti dan berganti menjadi desahan
tertahan ketika batang penis besar Karso masuk dan memenuhi mulutnya. Laki-laki
besar dan gondrong itu berdiri di pinggir sofa, memegang kepala Adel dan
kemudian ia pun menghujam-hujamkan penisnya ke dalam mulut Adel. Kini kembali
gadis cantik itu harus menerima dua kocokan penis secara berbarengan.
“Hhhmm… Hhhmmm… Hhhmmm…”, dengan ekspresi wajahnya jelas
sekali menampakan gairah birahi yang begitu tinggi, Adel terus mendesah
tertahan.
Kini kedua laki-laki bertubuh besar itu kembali berganti
posisi. Kini penis Karso-lah yang menyesaki lubang vagina Adel. Karso nampaknya
tidak mau membuang-buang waktu karena begitu batang penisnya menembus lubang
kenikmatan tersebut, ia langsung tancap gas dan menghujam-hujamkan batang kokoh
itu sekencang-kencangnya. Hal ini membuat tubuh Adel terguncang-guncang hebat.
Kedua payudara bulat dan padat Adel pun ikut bergoyang-goyang. Goyangan
payudara gadis cantik itu pun menggoda Yoyok untuk meremasinya bergantian.
Yoyok mendekati Karso yang sedang menggenjoti vagina Adel. Laki-laki gondrong
itu lalu membisikkan sesuatu ke telinga Karso dan laki-laki bertato itu pun
tersenyum mesum mendengar bisikan Yoyok. Setelah itu Karso mencabut batang
penisnya dan membalik tubuh Adel sehingga posisinya kini menungging. Karso
kemudian kembali menghujam-hujamkan batang penis besarnya ke dalam vagina Adel
dalam posisi doggie. Batang penis itu menghujam-hujam sedemikian kencang
sehingga Karso harus memegang erat pantat Adel untuk menjaga agar tubuh Adel
tidak terjatuh dari sofa. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba saja Karso mencabut
batang penisnya dan sedetik kemudian lubang vagina Adel sudah terisi oleh
batang penis Yoyok. Yoyok mengocok vagina Adel dengan kecepatan yang hampir
sama dengan yang dilakukan Karso tadi. Rupanya kedua laki-laki itu berencana
untuk memberikan sensasi serangan machine gun, dimana genjotan demi genjotan
terus menyerang vagina Adel dengan kecepatan yang sama tanpa mengakibatkan
mereka sendiri mencapai klimaks dengan cepat.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”.
“Ayo Kar, serang terus!”.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”, menerima serangan penis
beruntun seperti itu membuat Adel merasa nafasnya sesak. Adel hampir tidak bisa
merasakan apa pun lagi selain lesakan penis yang datang bergantian sedemikian
cepat. Keringat membasahi tubuhnya yang saat ini berguncang hebat.
“Gantian Yok!”.
Kini Yoyok yang menghujam-hujamkan batang penisnya dengan
cepat.
“Enak kan non? Nikmat bener kan?”.
Adel sama sekali tidak bisa menjawab. Kocokan cepat yang
terus menerus pada vaginanya membuat Adel sama sekali tidak bisa berpikir.
Bahkan untuk sekedar menarik nafas pun Adel tidak sempat lagi. Yoyok kemudian mencabut
batang penisnya yang membalik tubuh Adel lagi sehingga kembali menjadi
terlentang.
“Ganti Kar!”.
Karso pun menggantikan Yoyok memasukkan batang penisnya dan
mengocoknya cepat.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”, teriakan Adel terdengar semakin
keras.
Diserang dengan gencar seperti itu, tubuh Adel terlihat
menegang. Gadis cantik itu bisa merasakan sebentar lagi akan ada yang meledak
dari dalam dirinya. sesuatu yang dasyat dan tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Dan saat-saat itu pun tiba. Adel terlihat mendongak terpejam dan tubuh moleknya
terangkat kaku. Sementara batang penis Karso masih saja dengan brutal
menghujam-hujam deras dalam vaginanya. “Aaaakkhh….!”, sebuah lenguhan panjang
keluar dari mulut Adel. Kemudian tubuh Adel pun kembali terjerembab di sofa.
Cairan kewanitaan Adel keluar dengan hebatnya dari lubang kenikmatannya,
walaupun saat ini batang penis Karso masih menyesakinya. Pandangan mata Adel
menatap kosong ke arah langit-langit ruangan. Adel baru saja mencapai
klimaksnya yang ketiga hari ini. Sebuah puncak permainan yang jauh lebih dasyat
dari dua puncak permainan yang sempat dicapainya tadi. Walau sebenarnya kedua
laki-laki sangar itu sudah tahu kalau Adel baru saja mencapai klimaks, namun
baik Karso maupun Yoyok terlihat tidak ada niat untuk menghentikan serangan
mereka. Karso malah semakin ganas mengocok lubang vagina Adel.
“Yok, gue mau ngencret nih! Lu ganti deh…”.
Karso pun mencabut batang penisnya dan setelah itu segera
saja Yoyok ganti menghujamkan batang penisnya ke dalam vagina Adel. Karso lalu
mengangkang di depan payudara Adel yang bergoyang-goyang akibat kocokan Yoyok.
Ia mengocok-ocok batang penisnya sendiri dan beberapa saat kemudian semburan
demi semburan cairan putih membasahi permukaan payudara Adel. Beberapa diantara
semburan tersebut juga muncrat mengenai wajah cantik Adel. Kini payudara Adel
tidak hanya dipenuhi oleh bekas-bekas tanda merah tapi juga dipenuhi cairan
putih lengket. Setelah habis, Karso pun beranjak menjauhi sofa.
Sementara itu Yoyok masih menggenjoti vagina Adel. “Aaakkhh…
aaahh… aaakkhh…!”, Yoyok merancau semakin keras.
Sedangkan Adel hanya bisa tergolek lemah di sofa. Saat ini
ia benar-benar merasa sama sekali tidak ada tenaga yang tersisa di tubuhnya.
Pandangannya sudah benar-benar kosong. Tingkat kesadarannya pun terus menurun.
Yang hanya bisa ia rasakan saat ini adalah guncangan-guncangan akibat kocokan
kasar Yoyok pada vaginanya. Sama sekali tidak terdengar lagi teriakan dari
mulut Adel. Jangankan berteriak, mungkin untuk sekedar berbisik saja gadis
cantik itu sudah tidak memiliki tenaga lagi. Kocokan demi kocokan masih saja
menghujam kencang dalam vagina Adel. Adel sendiri sudah merasakan kalau
dinding-dinding vaginanya sudah terasa kelu dan perih. Ia merasakan lubang
vaginanya berdenyut-denyut kencang akibat tiga kali klimaks yang dialaminya.
Namun Yoyok sama sekali tidak terlihat mengurangi kecepatan kocokannya. Tingkat
kesadaran Adel pun terus semakin menurun.
“Aaaakkkhh…!”, sayup-sayup Adel bisa mendengar suara
lenguhan panjang Yoyok.
Setelah lenguhan panjang tersebut, sempat Adel merasakan
batang penis Yoyok tercabut dari dalam vaginanya. Beberapa saat kemudian Adel
juga sempat merasakan batang penis tersebut masuk ke dalam mulutnya. Dan bahkan
sebelum kesadarannya semakin berkurang, Adel masih sempat merasakan muncratan
demi muncratan sperma memenuhi mulutnya. Namun tak lama setelah itu semuanya
menjadi gelap. Tak ada lagi suara yang terdengar. Tak ada lagi gerakan yang
terasa. Gadis cantik itu pingsan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar