Kamis, 14 Februari 2013

Harem 9

Aku tidak menyangka ketika awal aku indekos di rumah ini bakal mengalami kejadian yang mencengangkan. Jika kuceritakan kepada siapa pun pasti, pasti tidak akan ada yang percaya. Tapi meskipun keinginan bercerita pengalaman ini sangat menggelitik hatiku, aku tetap berusaha menyimpan rapat-rapat rahasia ini.
Aku tidak pernah menghayalkan apalagi berencana untuk mencicipi para penghuni kos ini. Tapi sejarah sudah menetapkan alur hidupku, aku hanya mengalir saja kemana arah yang sebaiknya aku tuju. Sulit rasanya mempercayai, bahwa 8 cewek penghuni kos ini semua sudah pernah aku tiduri. Bukan itu saja Ibu kosnya yang janda dan tampilan berwibawa dan sangat menjaga kesopanan ternyata paling rajin mengundangku ke kamarnya.
Aku menjadi orang yang sangat penting di rumah itu. Kemampuanku terapi pijat refleksi, bisa memasak dan menjadi tong penampung curhat banyak menjadi tumpuan penghuni kos.
Semua hobiku itu tak kusangka memberi penghasilan yang lumayan. Aku tidak lagi perlu membayar uang kos. Aku tidak tahu bagaimana duduk perkara sebenarnya, apakah ibu kos yang menolak pembayaran uang kos itu karena memang ia tidak mau dibayar, atau karena sewa kost ku ada yang membayari. Setiap kali aku mau bayar, si Ibu kost selalu bilang, “nggak usah dik, semua membutuhkan adik di sini,”
Aku selalu menolak jika diberi uang setelah aku memijat cewek-cewek penghuni kost ini. Aku memang hanya ingin membantu, toh aku juga mendapat kenikmatan dari mereka.
Pernah satu kali, Mbak Ratih menanyakan no rekening bankku, katanya dia tidak punya tabungan di bank itu dan ada temannya mau transfer uang untuk dia melalui rekening bank ku karena kebetulan bank temennya sama dengan bank tempatku menabung. Meski kemudian uang yang ditransfer itu sudah kuberikan kepada Mbak Ratih, tetapi di hari-hari berikutnya tabunganku terus bertambah. Nilai yang masuk setiap bulan bukan kecil. Menurut ukuran ku yang masih kuliah jumlah uang itu, sangat besar.
Mungkin setelah aku lulus kuliah, aku nggak bakal bisa menerima gaji sebesar uang yang masuk setiap bulan ke rekeningku. Aku tak kuasa membendung masuknya uang ke rekening ku itu, aku pun tak cukup kuat punya niat untuk melakukan investigasi. Aku jadi teringat pepatah orang Batak . “Sakit meminta tak diberi, tetapi lebih sakit memberi tapi tak diterima.”
Dari pada aku sok nggak butuh dan bisa menyakitkan hati orang, lebih baik aku nikmati saja yang terjadi pada hidupku. Manis atau pahit kalau kita enjoy, pasti nikmat-nikmat aja.
Bukan hanya tabungan yang terus membengkak, rokok pun sekarang aku tidak pernah beli. Kadang-kadang ada saja yang memberiku oleh-oleh. Bentuknya bermacam-macam, ada T shirt, ada celana jean, sepatu. ah banyaklah. Yang bikin aku nggak enak hati Ibu kos memaksa agar kamarku dipasang AC.
Cewek-cewek di sini, jika di luar mereka semua punya pacar, kecuali ibu kost. Soal dia, aku kurang tahu persis. Tetapi ketika mereka di rumah ini semua merapat mendekati ku.
Kami bergaul akrab satu sama lain, semua dekat dan semua saling mengerti. Tidak ada rasa cemburu diantara mereka. Misalnya aku sedang masuk ke kamar A, yang lainnya bisa menerima. Tidak ada jadwal khusus yang diatur, kapan aku ke kamar A, kapan ke kamar B dan seterusnya. Semuanya berjalan secara alamiah, siapa yang paling membutuhkan, dialah yang menggendongku. Kalau aku periksa catatan rahasiaku, memang jadwal date ku dengan mereka tidak sama, ada yang dalam sebulan sampai 8 kali, tetapi ada yang cuma sekali. Namun itupun bisa berubah di bulan lainnya, yang bulan lalu dia mendapat jatah 8 kali, bulan berikutnya ternyata bisa cuma sekali. Aneh juga ya.
Sebelumnya aku mau bercerita bagaimana akhirnya Juli bisa kugarap. Bagi pembaca yang mengikuti cerita ini sejak awal mudah-mudahan masih mengingat siapa-siapa saja teman satu kostku.
Aku bisa menggarap Juli adalah gara-gara Kristin sahabat dekatnya. Mereka sama-sama berdarah Cina. Mereka bukan sekampung, sebab Juli adalah Cina Padang. Mungkin karena mereka satu angkatan waktu sekolah, sehingga karena itu jadi akrab.
Kristin suatu kali manarik tanganku untuk berpisah dengan teman-teman lain. Dia ingin menyampaikan sesuatu. “ Eh ini rahasia, tapi gue harus sampaikan ke lu, karena mungkin lu bisa bantu, “ kata Kristin membuka pembicaraan.
“ Gini Jay, aku kasihan ama Juli, dia itu ternyata nafsu sexnya kuat, tapi sangat pemalu. Jadi gini Jay dia sering bermasturbasi karena sulit mengendalikan nafsunya. “ kata Kristin.
Aku diam saja tidak memberi reaksi dan menanya apa pun. Aku memberi kesempatan kepada Kristin untuk menuntaskan ceritanya. Sebab aku menduga, Kristin sudah bersusah payah sebelum ini menyusun kata-kata untuk mengungkapkan ini kepadaku.
“Dia sampai sering nangis sendiri karena tidak tahan menahan gejolak nafsunya. Padahal dia kan belum pernah pacaran, jadi kayak nggak ada penyaluran, gitulah Jay,” katanya.
“Lho cowok yang suka ngantar dia itu apa bukan pacarnya,” tanyaku.
“Cowok yang mana, itu kan supir kantornya, ngawur aja lu,” jawab Kristin.
“Jadi aku harus menolong bagaimana, masak mendadak tiba-tiba aku ajak, Jul maen yuk,” tanyaku sambil bercanda.
“ Lu gila, orangnya susah diajak serius nih, becanda melulu. Udahlah pokoknya lu harus cari jalan bagaimana caranya supaya dia juga merasa tertolong dan tidak sungkan,” kata Kristin.
Juli menurutku tidak jelek, tetapi tubuhnya yang tambun itu membuatnya kurang diminati cowok. Andai saja beratnya bisa dikurangi 20 kg saja, Juli bakal menjadi cewek idaman.
Setelah pembicaraan rahasia itu, aku segera mencari bahan bacaan yang berkaitan dengan pengurangan berat tubuh melalui pijat refleksi. Penelusuran itu membawa ku sampai kepada hipnotherapy. Melalui cara ini juga bisa membantu menguruskan badan.
Ilmu ini kurasa penting. Aku kemudian mengikuti kursus hipnotherapy. Masalah biaya aku tidak pusing, karena tabunganku memadai. Namun aku merahasiakan bahwa aku mulai mendalami hipnotherapy. Jadi tak satu pun tahu aku mempunyai aktifitas baru mendalami hipnotis.
Setelah merasa aku mulai bisa menguasainya meskipun belum canggih benar, aku mengontak Kristin. “ Bagaimana kalau aku mencoba menterapi penurunan berat badan. Ini ilmu baru yang belum pernah aku praktekkan. Tapi kalau Juli tidak keberatan dan mau jadi kelinci percobaan aku akan coba ke dia,” kata ku.
“Nah ini cocok, “ kata Kristin bersemangat.
“Eh tapi soal nafsunya itu, gimana apa bisa diterapi juga,” katanya kemudian penuh ragu.
“ Ah itu sih gak perlu diterapi, biar aku saja yang nampung,” kataku sambil senyum-senyum.
“Ah lu emang gila, apa nggak takut gempor, emang lu payah becanda mulu, sekali-kali serius napa,” kata Kristin.
Kristin tidak sabar ingin segera menyampaikan kabar baik itu kepada Juli. Dia bergegas ke kamar Juli. Tidak kusadari berapa lama mereka berdua berunding. Yang jelas malam itu tinggal aku sendiri yang berada di ruang tengah menonton pertandingan bola.
“Jay,” aku mendengar suaru lirih, ternyata asalnya dari Kristin. Dia mendekat dan berkata setengah berbisik, “Juli mau diterapi untuk kurus, kalau pun nggak berhasil nggak pa-pa. Dia siap jadi kelinci percobaan lu, “ kata Kristin.
“Eh tapi jangan disinggung-singgung soal nafsu sexnya ya, itu dia minta dirahasiakan sekali, awas lu,” kata Kristin.
“Ok bos, siap melaksanakan tugas,” jawabku sambil berdiri.
“Sekarang bisa,” tanya Kristin lagi.
“Siap,” kata ku.
Diambilnya remote TV lalu dimatikan dan aku digelandang masuk ke kamar Juli. Di kamar itu Juli sedang bengong duduk di tempat tidur. “Apakah dia berharap juga bahwa malam ini aku memulai terapinya,” kata ku bertanya dalam hati.
Aku duduk dikursi berhadapan dengan Juli. Aku katakan bahwa terapi menguruskan badan ini belum tentu berhasil. Soalnya aku belum pernah melakukakannya dan disamping itu harus ada kerjasama dengan yang diterapi. Juli mengangguk-angguk dan bisa memahami. Kristin yang duduk di samping Juli mendesak temannya agar menuruti apa yang kuminta, maksudnya menuruti apa yang kunasehati.
Juli mengaku beratnya 85 kg, tinggi 160 cm, umur 24 tahun. Idealnya dia harus menurunkan 25 sampai 30 kg. Ini bukan pekerjaan ringan pikirku. Namun kalau aku berhasil ini adalah investasi besar.
Aku meminta Juli terbuka dengan ku, maksudnya mengenai pola hidupnya dan pola makannya. Ini akan sangat membantu aku menemukan cara terbaik dan aman menurunkan berat badannya. Dia mengaku suka ngemil. Memang makannya tidak banyak. Porsinya sedikit, tetapi sulit menahan selera melihat jajanan.
Di samping itu, dia hobby makanan yang berlemak, bersantan dan minum manis serta kue coklat. Olahraga sama sekali tidak pernah, karena dia cepat capek dan nafasnya sesak. Dia mengaku mungkin dia punya penyakit asma.
“Okelah coba saya chek up dulu,” kata ku.
Aku memintanya tidur telentang. Juli mengenakan celana piyama. Seharusnya piyama longgar, tetapi di tubuh Juli jadi ketat, terutama di pahanya. Aku mulai menekan-nekan simpul syaraf di telapak kakinya.
Ketika simpul syaraf pencernaannya aku tekan, Juli menjerit. Pantaslah, dia harus sering makan. Sebab kalau tidak perutnya akan terasa perih. Aku jelaskan soal itu, dia membenarkan. “Tuh kan gue bilang apa, Jay ini ngerti lho, udahlah lu percaya aja ama dia gak usah banyak bantah,” kata Kristin mencecar temannya.
Juli yang dicecar begitu hanya meringis saja, sebab dia sedang menahan rasa sakit. “ Udah gue tinggal gue ngantuk, lu pokoknya bereslah ama Jay,” kata Kristin lalu beranjak dan meninggalkan kami berdua.
Aku mencoba menekan syaraf-syaraf yang bisa berakibat mengurangi selera makannya. Syaraf-syaraf itu jika ditekan kata Juli sakit sekali. Simpul syaraf seperti ini memang tidak bisa dilemaskan dalam satu kali terapi. Juli mau mengerti jika terapi ini harus berulang-ulang.
Aku mencoba menekan semua simpul syaraf yang memberi dampak menurunkan bobot itu. Semua titik tersebut jika ditekan sedikit saja, Juli sudah menjerit kesakitan. Hampir satu jam aku menelusuri semua syaraf langsing itu, sampai Juli badannya basah kuyup karena keringat akibat menahan sakit.
“Bagaimana Jul, semua yang ditekan sakit, apa kamu kuat diteruskan.,” tanya ku.
“Biarin deh aku tahan, yang penting aku bisa kurus, “ katanya bersemangat.
Aku lalu menyarankan agar dia berganti mengenakan daster saja, sebab semua bajunya sudah basah berkeringat. Tapi akan lebih baik kalau mengenakan sarung saja sebab selain tidak terlalu gerah, juga memudahkan aku menyentuh simpul-simpul syaraf. Kali ini aku serius, bukan mau ngerjain Juli. Kasihan juga sih.
Juli menurut dia bangkit. Aku lalu menyarankan dia agar ke kamar mandi dulu untuk pipis. Lebih baik pipis sekarang daripada nanti ditengah-tengah terapi kebelet pipis., Aku juga ingin merokok dulu di luar sebentar. Juli setuju dan aku keluar lalu mengasapi ruangan. Setelah sebatang rokok putih habis tidak lama kemudian Juli memanggilku.
Juli mengenakan sarung yang diikatkan di dadanya. Aku terperangah juga, badannya putih sekali dan semuanya serba besar. Payudaranya besar dan pantatnya juga besar. Setelah menyiapkan semua perlengkapan termasuk body lotion aku memulai terapi dengan menyuruhnya tidur telungkup.
Aku kembali mengulang menekan simpul-simpul syaraf tadi. Namun sekarang dengan bantuan cream aku jadi lebih lancar mengurut bagian-bagian simpul syaraf di seputar kakinya. Menurut Juli sekarang tidak lagi merasa terlalu sakit seperti pertama tadi. Aku jelaskan bahwa jika diurut, maka penekanan simpul syaraf tidak terfokus pada satu titik, jadi yang dirasa adalah sakitnya tidak seberapa.
Dari tidak ada niat sampai muncul sifat iseng dan ingin tahu. Dua hal terakhir ini adalah kelemahanku, terutama suka iseng. Jadinya seperti biasa simpul syaraf erotis aku senggol-senggol juga. Rupanya terhadap Juli simpul itu cepat sekali menimbulkan reaksi. Dia jadi gelisah.
Kubiarkan dia tersiksa dengan kegelisahannya. Paling tidak membantu aku untuk menyingkap sarungnya agar aku bisa meraih bagian-bagian yang tersembunyi. Dia pasrah saja ketika sarungnya aku singkap keatas. Aku memerlukannya karena akan mencapai bagian paha. Luar biasa besar pahanya dan putih bersih. Sambil mengurut aku mengagumi kebesaran itu.
Urut dan penekanan simpul syaraf aku atur selang-seling. Jika dia kesakitan berikutnya aku urut bagian yang nyaman dan menggairahkan. Saat dia mulai syur aku tekan lagi bagian yang sakit. Juli kemudian mengaku bingung merasakan pijatanku. “Sebentar enak, sebentar sakit, bisa nggak dipijet biar enak terus, “ kata Juli.
“Nanti lama-lama yang sakit jadi terasa enak, tenang aja, tapi sorry nih aku terpaksa menyingkap sarung sampai begini, kamu keberatan apa enggak ?”
Dia langsung menyambut cepat bahwa dia tidak keberatan yang penting bagi dia terapiku lekas berhasil.”Ibaratnya aku harus telanjang pun aku turuti Jay,” kata Juli.
Aku langsung menjawab, “ Ya kalau nggak keberatan telanjang aja, aku jadi lebih gampang nggak ngraba-raba di dalam sarung, “ kata ku dengan nada yang kutenang-tenangkan.
“Dibuka semuanya Jay,” tanyanya minta konfirmasi.
“ Kalau nggak keberatan, terserahlah,”
“ Ya udah demi kesehatan dan menghargai pertolongan kamu aku ikut saja,” katanya sambil berdiri dan meloloskan sarung, lalu BH dan celana dalamnya dengan posisi membelakangiku. “Tapi jangan diketawain ya badan ku gemuk,”
“Dari dulu udah tau kamu gemuk, masak sekarang mau ngetawain, udahlah kamu anggap aja aku nggak ada dan yang mijet ini mesin,” kata ku berusaha membangkitkan percaya dirinya.
Namun di dalam hatiku terkagum-kagum dengan gumpalan lemak yang begitu banyak di seluruh tubuh nya. Aku bertanya sendiri, apa bisa lemak-lemak itu nanti meleleh. Kalau bisa hebat juga aku.
“Aku belum pernah meniduri cewek gemuk, kira-kira rasanya bagaimana ya. Empuk kali. Ah jadi pengen nih,” kataku dalam hati.
Aku mulai menggarap lebih banyak simpul syaraf erotis dari pada syaraf yang melangsingkan. Toh dia juga sudah tersiksa kesakitan dari tadi, jadi perlu diberi terapi nikmat.
Memang benar kata Kristin, nafsunya mudah sekali dibangkitkan. Belum setengah perjalanan dia sudah mengaduh-aduh keenakan dan kegatelan. Aku jadi makin tergoda dengan rintihannya “ aaaaduuuuh Jaaayyy”.
Ini bukan rintihan sakit, tapi nikmat. Bokongnya yang gempal mulai aku garap. Di situ banyak sekali syaraf-syaraf erotis berada. Lalu aku turun lagi menekan beberapa bagian di paha sebelah dalam dekat sekali dengan kemaluannya. Berhubung pahanya besar sekali aku minta dia merenggangkan kakinya. Kakinya sudah merenggang cukup jauh, tetapi tetap saja kedua belah pahanya masih rapat. Aku terpaksa menyelipkan tanganku untuk meraih titik yang perlu disentuh.
Karena begitu gempalnya aku kurang menyadari jika suatu saat tanganku sudah menyentuh bibir kemaluannya. Aku terkejut sendiri menyadari tanganku sudah mencapai bagian vital, padahal sesungguhnya aku belum mau sampai di situ.
Kuakhiri menyentuh daerah sensitif, berpindah ke pinggang lalu naik ke bahu dan tengkuk. Punggungnya ketika aku tekan terasa tebal sekali lemak di situ. Senang betul aku memainkan lemak-lemak di situ Setelah bahu kedua tanganku menyelusup ke ketiaknya dan melakukan pijatan badannya bagian samping. Bagian pinggir buah dadanya jadi teraba juga. Bagian buah dadanya melebar ke samping karena bagian depannya tertekan.
Setelah selesai bagian belakang aku minta dia berbalik. Pemandangan makin indah. Dibagian atas bergumpal susu yang besar di bawahnya perut yang berlipat kebawah lagi segitiga, tapi rambutnya cuma sedikit dan membujur ke bawah sepasang paha putih yang besar sekali.
Aku berusaha tenang dan seolah-olah tidak melihat apa-apa. Padahal sedang terkagum-kagum menyaksikan bongkahan lemak bergumpal dimana-mana dan putih bersih.
Aku kembali mengurut dari ujung kaki terus naik keatas sampai ke pangkal paha. Juli merintih sampai seperti sedang menangis. Aku berusaha menyimak apakah dia benar menangis atau sekedar merintih. Ternyata dia merintih sambil menangis.
Aku tanyakan kenapa menangis, apa menyesal atau karena apa. Aku sempat menghentikan pijatan untuk memastikan keadaan.
“Aduh Jay aku nggak tau kenapa aku begini. Aku rasanya seperti disiksa oleh keinginanku sendiri,” dia tidak meneruskan kata-katanya. Aku mengerti apa yang dimaui sebenarnya.
Dengan gaya cool aku menenangkan dia. “ Sudah Yul kamu tenang saja, pokoknya kita harus bisa merahasiakan semua yang terjadi di kamar ini. Aku paham apa yang ada didalam tubuhmu, sabar sebentarya biar aku tuntaskan terapi ini. Kamu kalau mau berteriak atau apa pun lepas aja, jangan ditahan ya, nanti dada kamu jadi sesak,” kata ku.
“Aduh Jay terima kasih, kamu ternyata sangat pengertian, sorry ya Jay jangan ketawain aku ya kalau aku bersuara atau bertingkah aneh,” katanya mengiba.
Aku jadi kasihan. Ku sarankan agar dia menutup mukanya dengan bantal saja agar suaranya tidak terlalu terdengar sampai ke luar kamar. Dia segera menuruti saranku. Meski tertutup bantal rintihannya masih juga terdengar, tetapi tidak terlalu keras.
Aku memijat kedua paayudaranya. Dia makin merintih. Apalagi ketika tersentuh kedua putingnya yang berwarna merah jambu. Putingnya tidak terlalu besar sehingga bentuknya sangat menggairahkan.
Perutnya yang penuh lemak agak sulit mengurutnya.Aku hanya menggosok-gosok saja. Pijatanku turun ke bawah dan mulai menggarap sekitar kemaluannya. Juli tidak hanya memberi ruang dengan merenggangkan kakinya tetapi kakinya ditekuk dan dibukanya selebar mungkin. Meski sudah begitu besar celah yang dia buka, tetapi belahan kemaluannya belum terbuka juga karena di situ juga bergumpal lemak menutupi celah itu.
Aku menggosok kemaluannya perlahan-lahan sambil menyelipkan jari tengahku menerobos masuk ke dalam belahan yang ternyata sudah sangat basah. Pijatan di kemaluan itu kulakukan tanpa minta izin lagi ke pemiliknya. Aku tekan sebentar clitorisnya. Dia menggelinjang dan suaranya terdengar agak keras mengerang di bawah bantal.
Selesai sudah semua terapi pijatanku. Aku lalu berbisik di telinganya. “Jul pijatannya sudah selesai, boleh aku bantu biar kamu lega.”
Juli hanya menangguk lemah. lalu kembali menutup bantal ke wajahnya. Aku membuka semua pakaianku kecuali celana dalam. Terapi selanjutnya adalah mengoral vaginanya.
Tinggi juga faktor kesulitan yang kuhadapi untuk mengoral kemaluan Juli. Lemak yang berlebihan menghalangi ku untuk mencapai bagian clitorisnya. Aku harus mengatur posisi agar masih bisa bernafas sambil mengoral. Juli tersengal-sengal menikmati oralku. Seluruh bagian mulutku sampai ke dagu basah kuyup oleh cairan Juli. Dia cepat sekali mencapai orgasme. Bukan rintihan atau erangan yang kudengar, tetapi suara seperti menangis. Kubiar saja dia mengekspresikan kenikmatannya. Selanjutnya aku berusaha merangsang G-spotnya, Dengan gerakan hati-hati aku memasukkan jari tengahku ke dalam liang vaginanya. Terasa sekali sempit. Di dalam vagina juga banyak gumpalan lemak, sehingga agak sulit mencari mana tonjolan G-spot. Aku hanya mencoba membaca reaksinya ketika bagian dalam ku jamah. Sampai aku yakin menemukan bagian yang tepat, aku bertahan di titik itu dengan elusan yang lembut.
Hanya sebentar saja dia sudah meronta-ronta ketika orgasmenya kembali datang. Vaginanya banjir seperti ngompol. Sprei di bawahnya basah kuyup. Setelah orgasmenya mereda aku menindihnya dengan sebelumnya aku melepas celana dalam ku. Kami berdua telanjang bertindih-tindihan. Aku menggesek-gesekkan batang penisku di luar belahan kemaluannya. Juli menyambutnya dengan menggoyang-goyangkan pinggulnya.
“Aduh Jay nikmat sekali Jay, Aku belum pernah begini Jay. Terusin aja Jay masukkan aku sudah tidak perawan lagi kok “
Aku mengerahkan ujung penisku ke gerbang vaginanya. Meski licin, tetapi aku berkali-kali gagal memasukkan kepala penisku. Aku mengubah posisi dengan duduk bersimpuh dan menselaraskan letak kepala penis dengan lubangnya. Aku terpaksa menguak lebar kemaluannya untuk memastikan dimana letak mulut vagina Juli.
Setelah jelas baru aku dorong pelan-pelan. Bagian kepala sudah berhasil terbenam, tetapi untuk maju masih agak sulit. Juli merintih sakit katanya. Aku berusaha menyabarkannya agar dia menahan sebentar saja rasa sakit itu. Batang kutekan lagi sampai hampir setengah tertelan kemaluan Juli.
Dengan posisi setengah aku mulai memaju mundurkan penisku sampai Juli merasa tidak sakit lagi. Setelah dia merasa nyaman dan mendesah-desah, kutekan lagi perlahan lahan sampai seluruhnya ambles ke dalam vaginanya. Meski banyak lemak di dalamnya aku merasa vagina Juli masih sempit, maklum lubang ini belum pernah dikunjungi penis.
Juli merintih sambil berucap betapa enaknya vaginanya terasa terganjal dan hangat. Aku melakukan gerakan mengedut-kedutkan penisku beberapa kali. Juli semakin mengerang merasakan nikmatnya kekerasan penisku yang mengganjal di dalam liangnya.
Setelah yakin semua batang terbenam di dalam aku kembali rebah menindih tubuh Juli. Kedua putingnya kuhisap bergantian, sambil penisku tetap menancap di dalam liang vaginanya. Aku terus melakukan gerakan mengedut sambil menciumi kedua putingnya. Juli terangsang hebat dan dia berteriak “ Jay aku nyampe, “
Sementara dia berogasme, bibirnya aku lumat dan kuhisap dengan gerakan yang ganas. Dia semakin bernafsu dan orgasmenya berlangsung cukup lama. Aku tidak tahu pasti orgasme jenis apa yang dia rasakan.
Setelah reda dia berkomentar bahwa baru kali ini dia merasa nikmat yang luar biasa. Semua pening dan sesak di dadanya menjadi plong. Matanya terasa ngantuk dan lemes. Aku tidak memberi kesempatan dia tertidur. Segera aku pompa dengan gerakan 8 kali hunjaman dangkal dan sekali dalam. Kosentrasiku menghitung hunjaman ini menganggu konsentrasi menikmati vaginanya. Mungkin ini menyebabkan aku jadi bisa bertahan lama.
Juli tidak jadi jatuh tertidur, dia kembali mendesah, mengerang dan kepalanya digeleng-gelengkan. “Aduh Jay aku lemas banget, tapi nikmat sekali aduh Jay aku nyeraaahh,” katanya. Sementsra aku terus memompanya.
Efek dari pijataan ku tadi berakibat dia mudah sekali mencapai orgasme. Aku sudah tidak lagi memperhatikan sudah berapa kali dia mencapai orgasme. Padahal permainan baru berlangsung 15 menit. Aku terus memompa sampai dia tidak mampu lagi bereaksi karena kelelahan yang amat sangat. Aku berkosentrasi sampai ketika akan meledak buru-buru aku cabut dan ditumpahkan ke perut Juli. Juli hanya membuka mata sebentar lalu jatuh tertidur. Di bagian akhir, tampaknya dia sudah setengah tidur.
Seperti biasa aku segera menutup selimut ke seluruh tubuhnya dan aku kembali berpakaian. Dengan langkah berjingkat ku tinggalkan kamar Juli.
Aku mendapat pengalaman baru lagi merasakan lemak tebal.
Dua hari setelah itu aku digamit Kristin. Dia berbisik, “Juli berterima kasih sekali sama lu, katanya terapinya luar biasa. Dia juga senang karena selera makannya jadi kurang banget,”
Sedang kami berdua tiba-tiba muncul Juli. “ Jay beratku turun sekilo, kayaknya terapimu mulai menunjukkan hasil.” katanya.
Aku mengingatkan agar dia jangan terlalu bersemangat menurunkan berat badan. Sebab jika turun terlalu drastis, kurang baik terhadap kesehatan. Aku menyarankan agar dia berusaha jalan lebih jauh dari biasanya dan kalau bisa hindari naik lift atau eskalator. Dengan begitu badannya tetap kencang meski bobotnya berkurang.
Selain terapi pijat refleksi aku melakukan kombinasi dengan hypnotherapy. Aku menanamkan sugesti kedalam alam bawah sadarnya untuk tidak berselra kepada makanan manis, berlemak dan coklat. Kebiasaan makannya aku ubah dengan lebih menyukai sayur dan buah-buahan. Sugesti it uterus-menerus aku tanamkan kedalam benak Juli, sampai dia sendiri merasa perubahan selera makannya karena kesadaran akan mencapai bentuk dan berat badan yang ideal. Aku juga berterima kasih kepada Juli, tetapi di dalam hati. Berkat tantngan yang dia berikan aku bisa menguasai hypnotherapy.
Singkat cerita 6 bulan kemudian Juli sudah mencapai berat yang ideal yaitu 55 kg. Tampilan Juli makin cantik dan hebatnya payudara dan pantatnya tetap bertahan gempal tidak ikut susut. Juli menjadi seksi.
Di balik keberhasilannya menurunkan berat badan, aku yang jadi megap-megap. Setiap kali mengetahui jadwalku kosong, Juli langsung minta jatah. Padahal katanya dia sudah punya pacar. Tapi dia mengaku susah melupakanku. “Aku kecanduan kamu Jay,” katanya.
Keberhasilan ku menurunkan berat badan Juli segera tersebar ke seluruh jaringan cewek-cewek ini. Aku di baiat sebagai terapis paling ampuh. “Padahal, keberhasilan Juli menurunkan berat badan antara lain karena dia hampir setiap hari kelelahan karena nafsu sexnya yang mendorong dia selalu minta disetubuhi,”
*********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar