Kamis, 14 Februari 2013

Harem 3

Selesai mengurut Mbak Ratih kutinggalkan kamarnya dia tidur pulas. Badannya yang tadi pegal, sekarang mungkin sudah lemas. Mungkin juga luar dan dalam sudah melemas. Untuk menuju kamarku aku harus melalui ruang tengah rumah kost-kostan ini. Di situ ada televisi cukup besar.
Jam di dinding sudah menunjukkan jam 1 malam, tapi masih ada suara TV, Kulongok Nia masih nonton sendirian.
Karena mulutku asem dari tadi nggak merokok, inilah kesempatanku ngrokok sambil nemenin si Nia nonton TV. Aku berjingkat pelan dengan langkah tanpa suara dan mencolek bahu Nia. Dia menoleh kearah yang salah, ketika di melihat ke arah sebaliknya di kaget. “Sialan lu ngagetin gua,” katanya.
“Nah lho, lu apain si Ratih lama bener,” katanya menggoda sambil bernada curiga menggoda.
“Ya mijet lah, “
“Mijet, apa mijet,” katanya.menyelidik.
“Ya mijet aja” kataku sambil menyalakan rokok lalu duduk di sebelahnya.
“Bagus filmnya,” tanyaku.
“Seru nih, mau tidur jadi nanggung,” katanya
“Jay masih kuat mijet gue kan,” katanya berharap.
“Sepuluh lagi juga masih,” kataku menyombongkan diri. Padahal jujur aja aku sudah lemes.
“Kalau gitu tolong dong bahuku dipijet, “ katanya sambil mengubah posisi.
“Tunggu ya kuhabiskan dulu rokok ini,” kataku.
Selesai merokok, kuraih bahunya lalu aku mulai melancarkan pijatan.
Nia ini orangnya manis.. Badannya lembut sekali dan rambutnya wangi.
“Wah boleh juga ini kugarap,” batinku.
Perasaan lemes tadi jadi hilang berganti semangat berbalut penasaran.
“Kaku banget nih ototnya, gak pernah dipijet kali ya,” ujarku.
“Iya aku udah lama nggak pernah pijet lagi, biasanya kalau di rumah aku punya langganan sih,” katanya.
Nia kutaksir umurnya sekitar 24 tahun. Dia sudah selesai kuliah, dan sekarang bekerja di salah satu kedutaan asing.
Leher dan bahunya mulai lemes. Kini aku menekan-nekan punggungnya, dia menggeliat-geliat merasakan nikmatnya pijatanku. Sesekali dia bersendawa. “ Wah masuk angin nih, kalau dikerok pasti merah,: kataku asal kena.
“Emang lu bisa ngerok, gue sih hobi banget dikerokin,” katanya.
“ Itu sih encer,” kataku.
“Bener nih, tolong dong kerokin gue,” katanya.
“Disini ?” tanyaku.
“Ya enggaklah, di kamar gua nohh,” katanya sambil berdiri menarik tanganku.
Rumah sudah sepi dan gelap. Aku digelandang masuk ke kamar Nia. Dia menyewa kamar sendiri. Kamarnya rapi dan baunya harum.
“Kerokannya pakai apa Jay,”
“Pakai garpu kalau ada,” candaku.
“Haa, gila lu, nih pakai koin aja,” katanya.
“Ya pakai inilah, tapi jangan pakai balsem, pakai lotion aja,” kataku.
“Lho biasanya aku pake balsem, tapi ya terserah lu deh,” katanya sambil menyodorkan koin dan hand body lotion. Ada maksud tersembunyi makanya aku menyarankan pake balsem. Mudahlah kalian menebaknya.
“Nia aku nggak bisa ngerok kalau kamu pake daster gitu, Dengan segala hormat kamu harus buka dasternya,” kata ku.
“Paham bos, paham, sabar napa ya,” katanya sambil berdiri membelakangiku membuka dasternya. Dia ternyata gak pake BH. Daster tadi ditutupkan ke teteknya lalu dia tidur telungkup.
Aku mulai beraksi mengerok punggungnya yang putih mulus. Hasil kerokanku memang merah bahkan cenderung merah tua, Dia ternyata masuk angin serius. Tadinya kukira dia hanya masuk angin bohong-bohong saja.
“ Wah ini sih masuk angin berat, pasti semua badannya pegel-pegel ya,” kata ku.
“Emang bener sih, malah rasanya rada panas dingin gitu, kayak orang mau demam,” katanya.
Sekitar 15 menit selesai sudah semua punggungnya dikerok. Aku menawarkan untuk dipijet sekalian biar otot-ototnya gak kaku. “Emang kamu gak cape abis mijet mbak Ratih, kalau kuat sih dengan senang hati dong,” katanya.
Aku mengambil posisi menduduki pantatnya yang bahenol, “ Sorry ya aku duduki,” kataku.
Kenyal bener pantat si Nia. Aku mulai melancarkan pijatan serius. Dia terus menerus melontarkan pujian mengenai nikmatnya pijatanku sambil sesekali berkomentar, “ ya –ya situ pegel banget, aduh kamu kok pinter tau urat segala sih,” katanya.
“Kakinya mau sekalian dipijet apa, gimana,” tanyaku.
“Aduh mau dong, kebetulan kaki ku pegel bener,” katanya.
Aku memulai dari telapak kaki, mencari simpul-simpul syaraf. Beberapa simpul aku tekan, dia menjerit kesakitan. Disini aku mulai lagi membual kalau beberapa organnya agak terganggu.
Satu simpul erotis aku tekan, dia menjerit. “Aduh apaan tuh, koq sakit banget.” Katanya.
“Jangan tersinggung ya, aku boleh terus terang nggak, “ pancing ku.
“Iyaa ngomong aja terus terang koq pake nanya tersinggung segala,” katanya sambil meringis kesakitan.
“Bener ya, ini simpul syaraf kalau sakit ditekan mungkin nih, sekali lagi mungkin lu rada frigid, atau dingin ama cowo, nggak usah dijawab kalo malu ,” ujar ku.
“Eh lu koq tau aja sih, sejak gua putus ama pacar gua yang dulu, gua jadi benci ama cowo, makanya gua rada kurang suka aja kalau ada cowo deket-deketin gw, wah lu ternyata jago beneran nih, gw jadi gak bisa nutup-nutupin rahasia nih. Eh tapi sekarang udah gak sakit lagi koq, mencetnya dipelanin ya,” katanya.
Padahal aku makin keras menekannya. Kalau rasa sakitnya berkurang, berarti dia mulai cair dan bisa bergairah lagi.
“Yang begituan jangan ditahan-tahan, lu bisa migren sampe matalu merah sebelah,” kata ku.
“Eh gila lu bener juga gw suka migren, kalau lagi kambuh ampun sakitnya, eh dimana tuh syarafnya bisa diilangin gak penyakit gua yang suka kambuh tuh,” katanya.
“Asal lu ijinin gua coba, sebab titik syarafnya tidak hanya di kaki tapi juga di pantat, tangan dan di bawah perut, dan di punggung” kata ku.
“Tolong dong sekalian, gua pasrah aja deh ama lu, kayaknya lu udah pakar banget sih,” dia mengharap.
Aku mulai memainkan titik-titik syaraf yang merangsang sambil juga titik syaraf migren. Sekitar 10 menit titik migren sudah mulai lemes, kini tinggal syaraf perangsangan yang aku mainkan.
Ketika bagian pantat aku tekan-tekan dan beberapa titik di paha di bagian dalam, dia mulai mendesis. “ Gila lu, gua jadi konak, udah lama gw gak ngrasain kayak gini, lu apain sih gw lu kerjain kali ya.”
“Tadi kan gw udah minta ijin, akibatnya kalau syaraf frigid di terapi kalau berhasil yang dingin jadinya panas, ya udah kalo gitu gw brenti aja sekarang,” kata ku menantang.
“Eh jangan-jangan gak pa- pa, gw nikmati koq, lu terusin gw masih banyak ingin berkonsultasi ama lu, jangan marah yaaaa,” dia merayu.
“Kepala gua sekarang kok jadi pusing sih, kayak penuh gitu lho, badan gw juga rasanya kayak merinding-merinding, kenapa sih gw nih,” ujarnya sambil menggeliat-geliatkan badannya. Aku tahu Nia berusaha melawan rangsangan dirinya sendiri. Selama titik-titik sensual aku serang terus, dia bakalan makin konak. Aku menekan-nekan pantatnya. Dia mendesis-desis, entah sadar atau tidak tapi disertai pula dengan gerakan pantat ke kiri – ke kanan.
Kemudian dia kuminta telentang. Aku kembali mulai dari bahu. Nia masih malu sehingga teteknya masih ditutupinya dengan dasternya. Ku biarkan saja dia mempertahankan rasa malunya. Tapi aku yakin nanti akan dia buka atas kemauannya sendiri.
Pijatanku mulai ke bawah di seputar teteknya mulai kuurut dengan gerakan halus, naik turun, kadang melingkar dan sesekali naik sampai ke putingnya.
“Aduh Jay enak banget, “ Dia jadi tidak perduli bahwa penutup teteknya sudah tidak berfungsi lagi, sebab semua teteknya sudah menyembul ke luar. Teteknya bulat padat dan cukup gembung, pentilnya kecil dan aerolanya tidak lebar, berwarna coklat muda.
“Maaf ya Nia, ini untuk melancarkan peredaran darah sekitar toketmu, kalau dia menggumpal, bisa-bisa menjadi tumor, aku mau kurang ajar dikit nih untuk mengaktifkan semua saraf di dadamu, kuterusin apa boleh,” tanya ku serius sambil berhenti memijat.
“Apa aja deh terserah gua udah pasrah banget ama lu,” katanya sambil terengah-engah.
Putingnya aku sentuh dengan jari telunjuk lalu aku putar-putar dengan gerakan halus. “rasa geli yang kamu rasakan itu ibarat mengaktifkan aliran listrik di semua syaraf yang bersimpul di puting. Jadi dengan rasa geli ini semua syaraf jadi tergugah dan aliran darah di sekitarnya makin lancar,” ini asli aku ngarang, sebab sebenarnya ini hanya trik ku untuk lebih merangsang dia. Dan Nia rupanya mempunyai kelemahan di putingnya. Dia tidak mampu menahan rangsangan jika putingnya disentuh-sentuh.
“Aduh Jay sumpah gua jadi kepengen, gua jadi pusing, aduh gimana ini, tolongin dong gua Jay,” katanya memelas.
“Sabar ya sayang kita selesaikan dulu ini.” kataku
Pijat urutku mulai turun ke bawah. Bagian perutnya aku urut pelan lalu turun terus sampai ke pangkal pahanya. Jariku bebas menelusup ke bawah celana dalamnya. Dia sudah membiarkan saja aksiku meski seluruh permukaan mekinya sudah terjamah. Aku berlagak repot dengan celana dalam itu, sehingga Nia kemudian meloloskan celana dalamnya. Urat malunya udah kendor.
Terpampanglah memek dengan bulu halus yang rapi dengan gundukan yang cukup gemuk. Aku kagum dengan bentuk memek Nia yang menggairahkan ini. Mungkin inilah yang disebut “turuk mentul”
“Bagaimana masih pusing,” tanya ku.
“Iya Jay, gimana dong,” katanya.
“Wah ini simpul sarafnya sulit tempatnya, karena adanya di tempat yang paling rahasia,” kata ku sambil berhenti mengurut.
”Dimana sih,” katanya mendesah.
“Di dalam sini “ kata ku sambil menepuk memeknya.
“Kalau kamu ijinkan gue urut juga biar pusingnya hilang, tapi itu terserah kamu, aku sih ikut apa yang kamu mau ,” ujar ku dengan nada dingin.
“Iya boleh-boleh, please dooooong,” katanya mengiba.
“Maaf ya” aku minta ijin lalu jempolku menekan clitorisnya dan aku putar-putar lalu perlahan-lahan jari tengahku menyusup ke dalam liang vaginanya mencari titik G spot.
G spotnya sudah menyembul menandakan dia sudah sangat tinggi terangsang. Ibarat pria kalau dikocok sedikit saja pasti muncrat. Dia menggelinjang hebat ketika dua simpul sarafnya yang paling peka aku mainkan. Baru sekitar 2 menit aku melakukan aksi itu dia sudah mengerang dan akhirnya melengking panjang sambil menjepit kedua kakinya. Tapi tertahan oleh badan ku yang berada di antara kedua kakinya. Ku lepas jempolku dari posisi sentuhan ke clitorisnya , sementara jari tengah masih tetap berada di dalam. Liang vaginanya berkedut dan tiba-tiba memancar cairan agak kental sampai sekitar jarak 10 cm. Nia orgasme disertai ejakulasi. Pancarannya sekitar 4 sampai 5 kali seirama dengan kontraksi otot di dalam vaginanya. Nia lalu tergolek lemas. “Aduh Jay, seumur-umur gua baru ngrasain ini, gua tadi ngompol ya.” Tanya Nia dengan mata yang terbuka sedikit dengan pandangan sayu.
“Ia itu tadi kamu mencapai orgasme sempurna, gimana sekarang masih pusing,” tanya ku.
“ Wah sekarang plong banget rasanya, dunia tambah terang kelihatannya, Cuma badanku jadi lemes banget, ngantuk sekali.”
“Ya udah tidurlah,” lalu aku membantu menyelimuti badannya.
“Tunggu Jay, rasanya ibarat makan sudah kenyang tapi kurang mantep kalau gak makan nasi,”
“Apa laper mau makan nasi,” tanya ku bingung.
“Bukan, sini deh Jay tanganku ditariknya dan aku terduduk lalu dia bangun memeluk badanku sembari menariknya tidur diatas badannya. Nia lalu ganas sekali menciumi seluruh wajahku lalu dia menyosor wajahku. Aku dibawanya berguling sehingga dia sekarang menindih tubuhku. Nia duduk di atas badanku lalu dia memohon. “ Jay mau kan tolongin aku sekali lagi aja,” katanya mengiba.
“Apa pun yang tuan putri kehendaki, hamba siap, tuan putri,” kataku sambil tersenyum.
“Jay puasin aku lagi yaaaaaa ,” katanya sambil menarik t shirtku ke atas lalu dia beralih duduk dan dengan sekali sentak ditariknya celana pendek dan celana dalamku, sehingga lepaslah kekangan penisku dan dia segera mengacung ke atas. Nia lalu menyergap batangku dilumatnya habis barangku dengan penuh nafsu, Dia menjilati semua bagian kemaluanku seperti anak-anak menjilat ice cream horn. Aku pasrah dan menutup mata. Dua ronde sebelum ini membuat aku mampu bertahan dan menenangkan kobaran nafsuku.
Nia sudah tidak sabar lagi lalu jongkok di atas burungku dan dengan panduan tangannya dituntunnya batangku masuk kedalam lubang vaginanya. Perlahan-lahan sempai semua tertelan habis. Nia melakukan gerakan naik turun. Posisi ini sebenarnya kurang membuat dia bergerak bebas dan cepat melelahkan, makanya tidak lama kemudian dia menduduki ku dan melakukan gerakan maju mundur. Nia kelihatannya memposisikan sentuhan penisku ke pusat-pusat saraf kenikmatannya, baik itu clitoris dengan dibenturkan ke permukaan jembutku maupun G spot dengan batangku. Dia berjuang dengan gerakan maju mundur sekitar 5 menit mungkin lalu mengerang dan ambruk ke badanku. Nafasnya tersengal-sengal lalu vaginanya berkedut cukup lama, meskipun makin lama makin jauh tenggang waktu gerak kontraksinya. “ Aduh enak banget Jay, makasih ya,”
“Aku belum bisa membalas terima kasih kembali,” kata ku sambil tersenyum.
Nia tidak mengerti, dia mengernyitkan dahinya.
Aku tidak memberi kesempatan dia berpikir panjang , aku segera membalikkan posisi sehingga di tidur telentang dan aku menindihnya. Setelah posisi agak leluasa aku mulai menggenjot dengan gerakan lambat dan konstan. “ Aduh Jay cepet dikit Jay aku udah terasa diujung nih. Aku tidak menuruti kemauannya, sehingga dia tertunda-tunda pencapaian orgasmenya. Sampai titik dimana aku sudah merasakan rangsangan hebat aku segera mempercepat genjotanku dengan menabrak-nabrakkan gumpalan memeknya keras-keras. “Aku nyampe-aku nyampe aaaaaaa,” erangnya.
Mendengar itu aku makin terangsang dan meletuslah sperma ku menyemprot di dalam memeknya. Aku tidak sempat menarik keluar karena pantatku ditahan tangan Nia dengan tarikan yang kuat sekali.
Aku telentang terbujur disampingnya. Nia memelukku. “Jay kamu tadi sama mbak Ratih gini juga ya,” tanya Nia.
“ Ah itu kode etik, nggak bisa diceritakan. Apa mau permainan ini aku ceritakan ke orang lain juga, “ tanyaku.
“Sorry, aku terbawa perasaan , iya deh aku paham, btw aku thanks banget ama kamu ya. “ katanya.
Aku bangkit kembali berpakaian dan kuselimuti Nia . Sebelum keluar kamarnya ku kecup keningnya, “ bobo ya sayang,” kata singkat yang sepertinya klise, tapi jika dilantunkan pada saat yang tepat, dia menjadi mantera yang ampuh. “Tak panas mulut bilang api,” kata pepatah melayu. Bagaimana mau dilanjutkan dengan cerita berikutnya ???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar