Kamis, 14 Februari 2013

Harem 2

Hampir setahun aku menetap di rumah kost itu, dan penghuninya nyaris masih tetap seperti yang dulu.
Tempat kos ini memang enak dan tentram, Pemiliknya janda yang kutaksir usianya sekitar 40 tahun. Tidak terlalu cantik, tetapi manis dan kelihatan sekali dia berasal dari Jawa. Dia memliki wajah keibuan yang berwibawa. Badannya tidak gemuk seperti umumnya wanita diusia 40 tahunan. Dia tinggal sendiri di rumah itu.
Aku makin akrab dengan cewek seisi rumah itu. Kalau malam minggu kadang-kadang mereka mengajakku berkumpul di ruang tengah di rumah induk. Dari sekedar ngobrol sampai kadang-kadang main kartu remi.
Penghuni baru adalah Mbak Ratih yang kutaksir usianya sekitar 27 atau 28. Dia masih single, badannya agak gemuk dan putih. Dia tipikal wanita Jawa banget.
Suatu malam ketika aku tidak kebagian ikut main kartu dan Mbak Ratih sibuk merajut kruistik, dia menselonjorkan kakinya di sofa ke dekatku. “Dik mbok mbak dipijetin kakinya daripada bengong,” katanya.
Permintaannya segera aku penuhi dengan memijat-mijat kakinya. Aku memang cukup piawai memijat, karena ketika aku masih tinggal di rumah orang tuaku, ibuku sering meminta aku memijat kakinya. Selain itu aku pernah belajar pijat refleksi dari teman yang bekeja di pijat reflksi dan akupresur. Selanjutnya aku mengoleksi buku-buku mengenai seni dan cara memijat.
Pertama-tama aku menekan titik syaraf di telapak kakinya. Kadang-kadang Mbak Ratih menjerit ketika titik syaraf tertentu kutekan. Kalau sudah begitu aku mulai membual wah mbak ini kelihatannya ada gangguan di ginjal lah atau di pencernaan, atau di hati. Padahal aku kurang tau pasti. Ini hanya kira-kira saja dari yang kuingat-ingat ketika membaca buku-buku akupuntur atau buku pijat. Aku kalau iseng memang suka membaca buku seperti itu. Namun yang kuingat benar adalah simpul syaraf birahi. Bagian ini aku berusaha menghafal benar letaknya di sebelah mana. Jadi di tengah pijatan refleksiku, aku iseng menekan-tekan simpul birahi mbak Ratih.di dekat mata kakinya “Aduh dik rasanya nyer-nyeran kalau situ yang ditekan,” aku cuek saja seolah tidak memahami apa yang dimaksud nyer-neran itu. Padahal aku tahu pasti, itu adalah nyer-nyer di liang vaginanya.
“Mbak kalau ada lotion aku bisa urut betis nya biar uratnya lemes kata ku,” kataku.
“Ada dik, tolong ambilkan di meja dekat tempat tidurku,” katanya.
Aku segera bangkit dan kembali dengan body lotion. Aku menseriusi pijatan itu bukan karena aku rajin, tapi aku ingin merangsang mbak Ratih melalui pijatanku.
Mbak Ratih berhenti menyulam, dan menikmati pijatanku. “Ternyata kamu jago mijet ya dik, Cah bagus kowe pinter ngelemesi ototku,” katanya.
Kenikmatan pijatanku membuat spontanitas Mbak Ratih keluar begitu saja dan dia nyerocos terus dengan bahasa Jawa. Ini tentu saja menggugah perhatian cewek-cewek lain yang sedang main kartu. “Aku daftar ah minta dipijeti juga,” kata Nia. Yang lainnya latah langsung ikut-ikutan minta dipijat juga. Sampai semuanya pada minta dipijat.
“Kalau satu orang 100 ribu, lumayan untuk bayar kos dan jajan gue,” kata ku bercanda.
“Wooo matreee nih,” kata mereka beramai-ramai.
“Enggak kok gratislah,” jawabku sambil tersenyum.
“Dik awak ku kok melu pegel, kowe iso mijet awak to,” kata Mbak Ratih. Padahal bukan karena kakinya dipijat lalu badannya jadi pegal. Tapi kayaknya dia minta diservis pijat seluruh badan, karena dianggap aku mengerti urat.
“Sorry yo aku tak mijet sik neng kamar, karo cah bagus,” kata Mbak Ratih sambil menggandengku ke kamarnya.
“Woo curang, mau dikuasai sendiri,” kata cewek-cewek yang lain.
Aku cengar-cengir aja. Abis posisiku jadi serba salah sih.
Aku masuk kamar mbak Ratih entah sengaja apa nggak pintunya kemudian tertutup. “Aku mlumah opo mengkurep dik,” kata mbak Ratih bertanya posisinya telentang atau tengkurap. Dia babat saja ngomong Jawa tidak perduli lawan bicaranya mengerti atau tidak. Untung aku mengerti, karena dulu di rumah ibuku sering ngomong bahasa Jawa.
“Tengkurep aja dulu mbak,’ kata ku
Aku kembali memijat kakinya dari mulai telapak kaki sampai ke paha. Dia kelihatannya tidak perduli kalau dasternya sudah terangkat tinggi sekali sampai menampakkan celana dalamnya.
Aku sengaja memainkan pijatan erotisku, terutama di bagian paha sebelah dalam. “ Aduh dik enak tapi keri,” kata Mbak Ratih setiap kali kusentuh pahanya sebelah dalam.
Pahanya menggairahkan karena besar dan putih. Aku tau dia sudah terangsang dengan pijatanku, tetapi aku pura-pura biasa saja.
Pijatan beralih ke pantat dan punggungnya. Bagian ini masih tertutup daster. “Mbak punggungnya mau diurut pakai krim juga apa enggak,” tanya ku.
“ Lha nek ora dicopot klambine yo ora iso to,” kata ku menimpali berbahasa Jawa untuk memintanya membuka dasternya.
‘ Yo wis, kowe ora isin to ndelok aku,” katanya lalu bangkit melepas dasternya
“Kok saya yang malu sih mbak, kan yang buka baju mbak,”
Mbak Ratih menyisakan celana dalam dan BHnya lalu kembali telungkup.
Pijatanku mulai dari bagian bahu. Aku mengambil posisi mengangkangi badan mbak Ratih. “Aduh enak-e dik, kowe kok pinter yo, mbok keit biyen ngomong nek kowe iso mijet.”
Badannya diliputi lemak yang cukup tebal. Aku tidak memaksa dia untuk membuka BHnya, Biar saja, nanti bakal terbuka dengan kemauannya sendiri, Ini untuk menghindari kesan bahwa itu bukan dari kemauanku.
Meski tertutup BH tapi telapak tangan ku bebas menelusuri bagian belakang badannya di balik tali BH sampai ke samping dan menyentuh bagian pinggir teteknya. Aku tentunya berlagak sebagai pemijat professional.
Setelah bahu dan punggung, kini pijatanku mengarah ke bongkahan pantatnya yang bahenol. Mulanya aku memijat dari luar celananya, tapi pengurutan tanganku sesekali menerobos di bawah celana dalamnya dan menekan-nekan titik erotis di bagian pantatnya. Mbak Ratih mulai mendesis-desis menandakan dia makin terangsang. “Aduh dik enak dik aku dadi merinding saking enak-e.” katanya.
Aku diam saja dan pijatan mulai mengekploitir bagian pantat dan pangkal paha, di bagian ini rangsangan yang dirasakan perempuan pasti makin tinggi. Jariku sudah berhasil mencapai belahan pantatnya dan hampir menyentuh kemalauannya. Mbak Ratih sudah tidak perduli dengan jamahanku, dia mulai tinggi sehingga kesadarannya mulai rendah.
Pada posisi terangsang yang tinggi aku minta dia telentang. Mbak Ratih pasrah dan telentang sambil menutup mata.
Aku mulai lagi dari bahu, untuk melemaskan bagian itu. Perlahan-lahan lalu turun ke bawah mendekati bongkahan susunya. Susunya memang besar.
“Mbak maaf ya apa bagian ini mau dipijet juga apa nggak, “kata ku sambil menungkupkan tanganku di susunya dari luar BH.
“Kowe iso toh mijet susu, aku nggak pernah susuku dipijet, opo enak yo dik,” kata Mbak Ratih.
“Ya kalau mau di coba, nanti baru tau rasanya to mbak,” kata ku.
“Yo wis,” katanya lalu bangkit membuka BHnya. Kini terpampang sepasang susu yang cukup besar. Pijatanku dimulai dari bagian pinggir, dengan gerakan halus. Bagian ini paling sensitif, sehingga aku tidak boleh ceroboh. Pentilnya tampak mengeras, dan sesekali aku memilin. “ Maaf ya mbak, ini untuk merangsang syaraf supaya lemes,” kata ku mengesankan keahlian professional.
Aku minta dia menarik nafas ketika kupilin lalu pelan-pelan menghembuskannya saat kurengkuh kedua susunya dari samping.
“Aduh dik rasane dadi gak karuan, merinding kabeh awakku,” katanya menyamarkan rasa rangsangan yang tinggi.
“Mbak geli itu adalah bagian dari cara mengaktifkan syaraf untuk bekerja normal,” kata ku berbual.
Setelah puas meremas tetek mbak Ratih aku mulai turun ke perut.
“Mbak sering pipis, ato kalau batuk dan ketawa suka keluar pipis dikit ya,” kata ku bertanya.
“ Iyo dik kowe kok ngerti,” katanya kagum.
Dia makin percaya .
“Ini lho mbak perutnya agak turun dikit,” kata ku sok tau.
Aku lalu menekan bagian bawah perutnya untuk kosorong keatas. Gerakan yang sangat pelan dan hati-hati ini dinikmati sekali. Dia tampaknya sudah percaya penuh pada keahlian pijatanku, sehingga tidak perduli lagi kalau jembutnya ada yang keluar dari celananya. Dari perut aku mulai menelusur ke bawah sampai menyentuh jembutnya, tapi tentunya dengan gerakan memijat. Dia pasrah saja.
Aku mengesankan pijatanku terganggu oleh celana dalamnya. “ Dik buka wae nek ngrepoti, kowe ora isin to, “ Yo terserah mbak sebaiknya memang dibuka biar tuntas mijetnya mbak,” kata ku sungguh sungguh.
Mbak Ratih tidur telentang telanjang bulat, Aku jadi leluasa, dan kini aku berusaha merangsangnya agar dia makin tinggi lagi nafsunya.
Untuk mengesankan tidak berbuat kurang ajar, aku minta ijin tanganku masuk ke bagian memeknya. “ Mbak maaf ya, jari ku agak masuk ke dalam untuk mijet lubang pipis nya supaya nggak beser (sering kencing), “ kata ku.
“Yo wis dik , karep mu pokok e aku waras lan enak,” katanya.
Ini hanya taktikku saja untuk meraba clitoris dan G-spotnya. Mana mungkin lubang pipis bisa dipijet.
Jari tengahku perlahan-lahan masuk ke vagina mbak Ratih sementara jempol mencari posisi clitoris. Mbak Ratih sudah tidak bisa menahan desisan dan erangan karena rangsangan hebat. Dua bagian paling sensitif kini aku rangsang. Tidak sampai 3 menit dia mengerang panjang sambil menjepit kakinya. Mbak Ratih mencapai dua orgasme sekaligus, orgasme clitoris dan G spot.
Setelah kontraksinya selesai kucabut jariku dari kemaluannyanya, Jariku belepotan cairan vaginanya yang banjir.
Dia telentang lemas. “Aduh dik kowe pancen pinter tenan, kowe opo ora ngaceng nggarap aku, kok ketok-e ayem-ayem wae,” katanya takjub atas ketenanganku.
“Yo normal mbak , masih muda masak gak grengg, tapi aku kan menghormati mbak, jadi mana berani kurang ajar mbak,” kata ku kalem.
Mbak Ratih kelihatannya jadi merasa berhutang setelah dipuaskan.
“Wis gentian kene tak pijet, buka klambimu kabeh,” katanya sambil berusaha membuka semua pakaianku. Aku turuti semua kemauannya sampai aku akhirnya bugil. Disuruhnya aku telentang dan tangannya segera menggenggam penisku. Di kocok sebentar lalu dia mangambil posisi di antara kedua kaki ku. Diciuminya sekitar alat vitalku dan aku menggelinjang kegelian. Dia lalu melahap batangku dan dihisapnya kuat-kuat. Dijilatinya seluruh bagian vitalku sampai ke lubang matahari.
Aku yang dari tadi sudah terangsang berat, tidak mampu menahan desakan ejakulasi. Ketika akan meletus aku berusaha mengangkat mulut Mbak Ratih tetapi dia bersikeras tetap mengulum penisku . Aku tidak mampu membendung maka pecahlah ejakulasi dimulutnya. Dia menelan semua air maniku ,sehingga diakhir ejakulasiku aku merasa sangat geli dan ngilu.
Batangku masih tegang, mbak Ratih dengan segera menuntun barangku masuk ke liang vaginanya. Dia mengambil posisi di atas ku dan melakukan gerakan maju mundur. Batangku yang masih keras sehabis ejakulasi mulai menurun kekerasannya. Namun Mbak Ratih cukup piawai dia berusaha mempertahankan batang ku agar tetap berada di dalam vaginanya. Dia menghentikan gerakannya lalu melakukan aksi kontraksi. Batangku yang hampir melemas total jadi urung karena merasa dipijat oleh liang vaginanya. Rangsangan kedutan liang vagina mbak Ratih luar biasa, sehingga batangku mulai mengeras lagi. Merasa kekerasan batangku memadai dia mulai melakukan gerakan maju mundur lagi, sampai batangku keras mendekati sempurna. Mbak Ratih mulai bergerak liar dan dia tiba-tiba ambruk memeluk diriku. Vaginanya berkedut menandakan dia muncak. Aku dimintanya berganti posisi. Setelah aku di atas gantian kini aku menggenjot mbak Ratih sambil mencari posisi yang memberi rangsangan paling maksimal terhadap kemaluan mbak Ratih. Setelah memperhatikan responnya aku bertahan di satu posisi itu, Tidak sampai 5 menit mbak Ratih menjerit lirih sambil menahan gerakanku, dia dapet O lagi. Aku masih belum merasa tanda-tanda. Kini aku memusatkan perhatian pada rangsangan maksimalku untuk segera mendapat orgasme. Aku menggenjot cepat. Mbak Ratih malah teriak ”dik kasari aku dik, kasari.” Aku makin liar mengembat mbak Ratih dan aku merasa titik tertinggi sudah makin dekat. Mbak Ratih kelihatannya juga hampir nyampe. Pada satu titik aku akan segera meledakkan laharku dan ketika akan kucabut malah ditahan sama mbak Ratih. Rupanya dia merasa tanggung sebab juga akan muncak, Akhirnya kami nyampe berbarengan. Aku istirahat sebentar, lalu kembali berpakaian.
Aku diciumi Mbak Ratih seperti anak kesayangannya. “ Dik kamu hebat banget, jangan kapok yo, kelihatannya kalem, tapi luar biasa cah bagus.”
Aku hanya senyum-senyum, lalu keluar meninggalkan Mbak Ratih.
*********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar