Kamis, 14 Februari 2013

Harem 6

Punya banyak sasaran genjotan kalau di alam khayal rasanya nikmat banget, tapi mengalaminya di alam nyata tidak begitu. Meski aku sudah menelanjangi mereka , tetapi aku tetap menjaga perasaan mereka, sehingga aku menjaga diri untuk tidak mengambil inisiatif. Aku berusaha tampil lugu, bahkan cenderung culun.
Kelihatannya mereka masing-masing tau kalau aku sudah bermain di antara sesama kolega. Tapi karena konvensi, atau perjanjian yang tidak tertulis, mereka saling menjaga perasaan.
Namun ada hal-hal yang tidak bisa mereka tutupi atau tidak sadar melakukannya. Aku sering kali dilendoti diciumi (walaupun hanya di pipi). Entah kenapa setiap hari di awal pertemuan mereka selalu menciumku.
Aku jadi merasa rikuh kepada Juli, Ita dan Niar. Mereka tentunya tidak bisa seakrab teman-temannya yang pernah aku timpa. Mohon juga dipahami, aku tidak pula berusaha bernafsu menggarap mereka bertiga. Apakah jika aku bisa menggarap semua wanita di tempat kost ini aku bisa menepuk dada sebagai jagoan. Mau pamer ke siapa, lantas apa pula manfaatnya. Kurasa itu hanya kesombongan yang tidak bisa dibanggakan.
Sesungguhnya aku tidak ingin membeda-bedakan atau mengkotak-kotakkan pertemanan di rumah ini, antara yang sudah ku garap dengan yang belum. Aku berusaha akrab dengan semuanya tanpa membedakan mereka. Cewek-cewek di rumah ini masing-masing punya kelebihan, meski pun cantik dan ayunya berbeda-beda. Aku jamin lelaki siapa pun kalau disuruh memilih satu diantara mereka untuk dipacari pasti bingung. Sebab memang semuanya menarik.
Juli, Ita dan Niar termasuk gadis-gadis yang gila kerja. Di usia mereka sekitar 25 tahun, mereka mungkin sedang berada di jenjang karir yang menjanjikan. Dari penampilannya, terlihat gaji mereka cukup besar. Dulunya mereka kuliah di akademi sekretaris yang ku ceritakan diawal kisah ini, tetapi karena merasa betah, sampai setelah bekerja pun mereka tetap bertahan di kos-kos ini.
Di antara ketiga orang ini Ita yang mempunyai kelebihan daya tarik. Susunya besar sekali, seperti tidak seimbang dengan tubuhnya yang cenderung kurus. Temanku orang Jawa menyebutkan penampilan Ita sebagai Wongso Subali (Wong e Ora Sepiro, Susu ne sak Bal Voli / Orangnya tidak seberapa, tetapi payudaranya sebesar bola Voli). Kulitnya tidak putih cenderung sawo matang. Tingginya sekitar 160, cukup tinggi bagi rata-rata cewe melayu. Namun di balik kelebihannya itu,dia mempunyai kekurangan. Ketiaknya baunya kurang sedap, seperti bawang mentah. Apalagi kalau dia berkeringat, satu ruangan seperti terpenuhi oleh bau ketiaknya. Cewek-cewek yang kebetulan berada di ruangan itu, sebentar-sebentar menggesekkan hidung. Tapi Ita sepertinya tidak merasa, dia menjadi penyebab sumber polusi udara.
Mungkin tidak ada yang berani menegur, Ita. Masalah itu rasanya terlalu sensitive. Untungnya Ita tinggal di kamar sendiri, tidak berbagi (share) dengan yang lain.. Kalau dia joinan sekamar dengan orang lain, pasti temennya mabuk kepayang .
Aku berpikir keras mencari cara untuk menyampaikan kekurangannya. Kesulitan yang kurasakan adalah Ita orangnya agak tertutup dan cenderung pendiam. Dia lebih sering mengurung diri di kamarnya daripada ngrumpi.
Suatu hari kami keluar dari rumah bersamaan menuju halte bus. Jaraknya halte memang tidak begitu jauh, karena ada jalan pintas melalui gang. Kami ngobrol tanpa isi, tetapi menjelang sampai halte aku melontarkan, “ Ta sebenarnya gue pengin nyampein sesuatu yang sangat penting untuk kamu.”
“Apa sih, sekarang aja kenapa, “ jawabnya dengan wajah penasaran.
“Ntar aja lah, Ntar malam di rumah, pokoknya penting banget buat kamu,” kataku.
Meski dia berkali-kali mendesak agar aku menceritakan secuil info yang akan aku sampaikan nanti, tapi aku tetap bertahan bahkan menambahkan kata-kata yang makin bikin dia penasaran.
Kami berpisah, karena bus kami masing-masing berbeda jurusan. Di dalam bus aku seperti orang melamun. Sebenarnya bukan melamun, tetapi sedang menyusun kata-kata yang nanti akan kusampaikan ke Ita. Aku pun masih belum menemukan kata pembuka.
Aku pulang agak telat, jam 8 malam aku baru sampai di rumah. Ita rupanya sudah sampai duluan. Dia melihatku sekelebat, ketika aku hendak naik ke kamar ku. Aku diburunya dan dia mengekori ku ikut masuk ke kamar.
“ Mau ngomong apaan sih, gua jadi nggak tenang kerja seharian, gara-gara lu ,” Ita mengkomplain.
Sebenarnya bagi gue nggak terlalu penting, tapi buat kami rasanya penting banget. “ Wah ini kata-kata tidak pernah kupikirkan sebelumnya, kok meluncur begitu aja,” kataku dalam hati.
“ Gini lho Ta, kamu ini kan cakep, seksi, montok lagi,” kata ku menggoda.
“ Ya terus kenapa,” katanya sambil matanya melotot seperti mau menelan ku.
“Tapi ada kekurangan kecil yang sangat mengganggu,” kata ku lalu aku diam.
“Apaan sih bikin orang tambah penasaran,” katanya.
“Aku mau jujur, tapi kamu mesti janji jangan marah dan jangan tersinggung ya, karena ini demi kamu juga,” kata ku.
Ita makin kesal dan dia berjanji tidak akan marah pada ku.
“Terus terang ya, kamu ini punya kelemahan di bau badan mu, rasanya sih bersumber dari sini, kata ku menunjuk ketiaknya.
Ita tertunduk. “Iya Jay, aku sudah berusaha dengan berbagai cara bahkan pakai bedak badan yang anti bau badan, tapi gak berhasil juga. “
“ Aku malu jadinya Jay ama kamu, tapi anyway aku terima kasih, kamu berani terus terang begitu, kamu tau nggak caranya untuk ngilangi bau ketiak ku ini,” tanyanya.
Aku menjelaskan bahwa aku dulu juga menghadapi masalah seperti itu. Aku kemudian menggunan tawas yang kuusapkan setiap kali selesai mandi. Ketika sedang mandi, aku selalu membawa handuk kecil untuk menggosok bagian ketiak sampai terasa benar-benar bersih. Aku meminta Ita mengikuti cara ku.
“Tawas kayak gimana sih, belinya dimana tuh,” katanya.
Aku lalu menjelaskan bentuk tawas yang seperti es batu, dan belinya di toko kembang di Senen biasanya ada. Aku menawarkan diri untuk membelikan satu untuk dia. Ita senyum-senyum. “ Terima kasih ya Jay, kamu ternyata sahabatku yang penuh perhatian.,” katanya sambil mencium pipiku.
“Aduh aku mabuk nih,” sambil menjatuhkan diri telentang ke tempat tidur.
“Hah kenapa,” katanya terheran-heran.
“Bau ketiak,” kataku serius.
“Sialan lu, dasar brengsek, “ katanya lalu keluar kamar ku.
Anjuranku rupanya dituruti, sampai seminggu kemudian aku bertemu lagi di rumah. Ketika berpasasan kami sama sama berhenti. Aku langsung berusaha membaui badannya dan hidungku menuju ke kesalah satu ketiaknya. Tidak terasa ada bau. “Ah lu ngapain sih bikin orang risih aja,” katanya sambil mendorong badanku..
“Sekarang nggak terasa ada bau bawang lagi Ta,” kataku setengah bercanda.
“ Iya nih kayaknya reseplu berhasil, resep murah tapi hebat juga ya Jay,” katanya.
Sejak saat itu Ita sudah tidak menjadi sumber polusi di rumah kami. Teman-teman ceweknya saling bergunjing. Juli yang hari itu melihat aku membaui ketiaknya menanyakan aku apakah itu karena aku memberinya obat. Kuakui bahwa aku yang menegurnya soal bau ketiak, Kristin yang duduk di samping Juli langsung menanggapi, “Emang kamu terus terang ngomong ama diam gila lu nekat amat,” katanya.
Mbak Ratih tanya, “ terus dia gimana reaksinya,”
“Ya dia malu, tapi nggak marah kok,” kata ku.
Ita sejak keberhasilan itu makin dekat dengan ku. Aku bahkan sering dijadikan tong sampah untuk mengeluarkan isi hatinya. Aku sering digelandang ke kamarnya hanya untuk jadi pendengar. Kadang kadang dia menangis dan bersandar di dadaku sambil meluapkan kekesalannya. Meski aku lebih muda, tapi kalau menghadapi situasi seperti ini harus berperan sebagai laki-laki dewasa, sok tenang, sok kalem dan berlagak sebagai pengayom.
Kalau dia bersandar di dadaku, tidak bisa lain, teteknya juga menghimpit badanku. Rasanya kenyal sekali dan tebal. Biasanya nih sekali lagi umumnya, kalau perempuan tidak merasa malu payudaranya tersentuh laki-laki maka dia merasa laki-laki itu sangat dekat dengan dirinya.
Kalau dia menangis di dadaku maka aku hanya bisa mengelus-elus rambutnya dan mencium dahinya. Itu saja tidak lebih. Aku tidak berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan. Ini membuat Ita jadi makin dekat denganku, sampai kadang kadang dia memeluk tanganku sampai tanganku menekan susunya. Dia kelihatannya mengabaikan saja susunya tertekan, atau mungkin juga dia sengaja, yang mana yang benar aku cari jawabannya nanti.
Suatu hari aku ditariknya ke teras ke depan rumah. “Jay, aku mau minta tolong banget ama kamu bisa nggak, “katanya.
“Nggak, “ kata ku berusaha bermuka serius.
“Ah jangan gitu dong, serius nih,” katanya.
“Minta tolongnya apa, belum tau aku sudah dikasi pilihan menjawab,” kataku.
“ Lu emang susah, nggak bisa serius orangnya,” kata Ita sambil bermuka merajuk.
“Ada apa tuan putri apa ketiaknya bau lagi, kayaknya sih sekarang malah wangi.,” aku menggoda.
“Aku minta tolong lu nemenin gue menghadiri pesta perkawinan sahabat gue, tapi pestanya di Lampung, lu bisa kan, kita berangkat hari Sabtu pagi, pulang lagi hari Minggu sore,” katanya.
“Kamu kan orang Lampung, kok pulang kampung minta dikawal,” jawabku.
“Rumah gue di Metro, masih jauh dari Bandar Lampung, Lagian kalau gua pulang ke rumah, repot terlalu jauh dan gak bisa nyampe di Jakarta lagi hari Minggu. Pokoknya lu tau bereslah semua biaya gue yang tanggung,” katanya sungguh-sungguh.
“Gue mau lihat agenda gue dulu apa ada acara nggak sabtu sama minggu besok, “ kataku berpura-pura serius.
“Gaya lu kayak pejabat Negara aja, pake periksa agenda, udahlah bisa ya,” Ita setengah memaksaku.
Aku memang tidak ada acara dan tidak ada kuliah sejak Jumat sampai Minggu. Sebenarnya aku tidak keberatan, tetapi rikuh jugalah ama temen-temen kost kalau aku pergi mengawal Ita. Aku minta kepergian kami dirahasiakan. Aku beralasan ke Bandung dan Ita ke Lampung. Ita kemudian mengubah rencana kami berangkat Jumat siang. Dia beralasan ada beberapa hal yang mau dicari di Bandar.
Kami sampai di Lampung sekitar jam 7 sore dan Ita berinisiatif mencari penginapan. Aku tidak mengenal Bandar Lampung, sehingga Italah yang berinisiatif mencari tempat penginapan. Ia mencari Hotel di tempat resepsi perkawinan temannya . Kami akhirnya mendapat kamar di hotel yang lumayan bagus. Kalau tidak salah hotel bintang empat.
Ita hanya mengambil satu kamar untuk kami tempati berdua, tetapi tempat tidur di kamar kami hanya ada satu berukuran king size. “ Kamu kok tidak pesan kamar yang 2 bed, kalau begini kan kita kaya berbulan madu,” kata ku
“ Ah nggak apa-apa lah, hotel ini penuh , syukur kita masih kebagian kamar, lagian ama kamu aja kok, kan kamu itu adikku,” katanya.
“Aku takut ketularan baunya,” kataku.
“Sekarang udah nggak lagi weeeei…., sialan lu ngeledek terus, katanya sambil melempar bantal.
“ Sekarang kita mandi, siapa duluan, lu apa gue,” katanya.
Aku memilih mandi dulu karena agak tersesak bab. Setelah menyulut rokok aku segera masuk kamar mandi mencuci bath tub dan mengisinya dengan air hangat. Aku melampiaskan hajat sambil menunggu air penuh di bath tub. Setelah selesai dan air penuh aku mulai berendam. Pertama airnya tidak terlalu panas, karena aku tidak tahan. Setelah semua terendam, aku tambahkan air panas sampai sangat hangat. Nikmat sekali rasanya berendam di air panas. Entah kenapa batang jadi bangun ketika direndam. Aku jadi menerawang, apa kejadian yang bakal terjadi nanti malam, aku tidur satu bed dengan Ita yang bertetek besar. Rasanya bakal ada peristiwa penting nanti malam. Sejauh ini aku belum pernah mencumbu Ita, meskipun dia sudah sangat dekat dengan ku. Misalnya ia tidak risih lagi menekan susunya ke badan ku atau ke lenganku. Aku selama ini aku cool aja.
Sedang enak-enaknya menghayal tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Ita muncul dengan daster berwarna pink. Buset dah aku lupa menguncinya. Aku jadi kikuk juga sebab sedang telanjang bulat di dalam bak mandi. Ita berdiri di samping bak sambil ngomel, “ mandinya lama amat sih aku udah kebelet pipis, nggak kuat lagi nunggu, katanya sambil terus menurunkan celana dalamnya dan langsung duduk di toilet. Aku tidak menyaksikan pemandangan apa-apa, karena dia menurunkan celana dalam tapi masih tertutup oleh dasternya. Suara mendesis nyaring sekali terdengar,. “ Buset siulannya kenceng bener,” kataku.
Mendengar guruanku dia malu lalu segera menggelontorkan air agar suara pipisnya samar dengan gelontoran air. “ Dasar lu adik bandel, bikin gue malu aja. “ katanya.
“Apa gue nggak lebih malu telanjang begini,” kata ku.
“Enak ya ngerendem begitu, kok gue jadi pengen mandi juga,” katanya sambil mencelupkan tangannya di bak mandi.
“ Ih kok bangun sih tuh barang, lagi ngayalin gue ya, “ katanya setelah tangannya usil masuk ke bak mandi dan menggenggam barangku.
Aku tidak menyangka, sehingga terkejut dan senang juga kemudian.
Ita melepas celana dalamnya sambil duduk di toilet lalu berdiri menyangkutkan di gantungan baju. Dia lalu mengangkat dasternya yang ternyata sudah tidak mengenakan BH lagi. Tanpa ada rasa rikuh dia berdiri menghadapku dalam keadaan bugil. Susunya memang ukuran ekstra large dan putingnya seperti terbenam di dalam gumpalan daging.
Dia mencelupkan kaki satu persatu lalu membungkuk untuk meraih air bagi menciprat-cipratkan tubuhnya. “ Ih panas bener sih airnya, entar telor lu mateng baru tau rasa, “ katanya sambil tersenyum.
Posisinya yang membungkuk menghadapku membuat kedua payudaranya menggantung seperti papaya Bangkok terhidang di depan mataku. Aku dalam posisi duduk di dekat keran, sedang Ita mengambil posisi dihadapanku. Dia pelan-pelan merendahkan badannya sambil cengar-cengir menahan panasnya air. Sampai posisi duduk , teteknya masih terpampang didepanku. Air bak kurang tinggi untuk menenggelamkan susu besar yang seperti pelampung itu.
Ita masih menciprat-cipratkan air panas ke badannya dan meraup mukanya. Ia lalu pelan pelan menurunkan badannya sampai tinggal mukanya saja yang diatas air. Gerakkannya itu menjadikan kakinya menyelusup ke bawah kakiku dan bagian vitalnya menerjang pantatku. Batangku jadi terangkat muncul ke atas air setengah tiang. “Wah teropong kapal selamnya muncul tuh, mau mengamati musuh ya, musuhnya ada di bawah kok,” kata Ita santai.
Dipegangnya batangku lalu ditarik kearahnya, akibatnya badanku jadi lengser kebawah. Pantatku bersetumpu di atas tetek Ita, dan punggungku bersandar di atas kemaluannya dengan jembut yang lumayan lebat. Nikmat sekali rasanya berendam di air hangat dengan cewek yang teteknya super besar. Setelah berendam sekitar 10 menit aku kemudian berdiri untuk bersabun. Pertama aku menyabuni diriku sendiri. Ita ikut bangkit dan celakanya dia minta aku menyabuni dirinya. Aku meski dalam keadaan siaga satu, karena batangku terus menegang, dengan gaya cool mulai menyapukan tangan dengan sabun. Dimulai dari bahu, turun ketangan kanan, lalu kiri dan…… mulai lah menyabuni teteknya kiri kanan. Susunya kenyal banget. Aku permainkan dengan meremas, tetapi tanganku tidak muat. Setelah itu turun ke bawah sampai ke perut lalu aku minta ia berbalik badan. Punggung dan pantatnya giliran berikutnya sampai turun ke kaki, lalu kuminta berbalik lagi kini kaki bagian depan lalu naik ke bagian vitalnya. Kugosok jembutnya sampai berbusa lalu aku menyelipkan jariku ke memeknya. Dengan gerakan mendadak jari tengahku menyelinap ke dalam lubangnya lalu segera kucium jari itu. “ Bau sabunnya kalah sama bau anu mu,” kata mengejek.
Ita gusar dan malu, “ sialan lu, memek gua gak bau lagi, sok tau lu,” katanya sambil ikut meraih memeknya sendiri lalu menciumnya.
“Benerkan, bau sabunnya ilangkan, yang ada bau kecap ikan,” kata ku kembali mengejek.
“Eh iya bener juga,” katanya malu.
Aku lalu kembali menyabuni memeknya sampai ke lubang pantatnya. Bagian penting itu terbelai , akibatnya Ita mendesis. “ ooiii sedapnya, kata Ita sambil meraih badanku dan memeluknya. Badan kami licin sekali dan karena air untuk kami berendam tadi aku buang akibatnya bak mandi juga jadi sangat licin. Khawatir jatuh aku mengajak Ita untuk pelan-pelan duduk.
Badan kami masih berselemak sabun tetapi air sudah mengering. Aku menawarkan untuk kami saling melakukan body massage. “ Gimana caranya kata Ita.
Ita kuminta tidur telentang dan aku tengkurap diatasnya. Aku meluncur ke atas dan kebawah. Menggosokkan batang dan jembutku ke perut dan dada Ita. Setelah itu aku mengambil posisi telentang di bawah badannya dengan posisi kepala berlawanan arah. Aku kembali meluncur ke atas dan ke bawah, sehingga batang dan jembutku menyapu dan mengganjal pantat dan punggungnya. “ Iiiih sedapnya merangsang banget ya,” katanya sambil terus mendesis.
Ita kemudian kuminta mengubah psosinya jadi tengkurap. Sehingga kami berhadapan tetapi dengan arah kepala yang berlawanan. Aku kembali menaik dan menurunkan badanku mengganjal tubuhnya. Ita tidak tinggal diam, dia juga ikut melakukan gerakan berlawanan. Batangku kadang-kadang terselip diantara kedua pahanya lalu terlepas lagi, tapi tidak sampai terpeleset masuk ke dalam lubang vaginanya.
Posisi ini membuat nafsuku tambah tinggi sehingga akhirnya aku tidak mampu menahan desakan ejakulasi. Aku tak kuasa menahan sehingga cairan putih hangat lepas dan menyapu ke badan Ita. “ Yahhh kamu nggak kuat ya, “ katanya ketika merasa batangku berkedut diantara kedua susunya.
“Enak banget sih, dan susumu itu yang buat pertahanan gua jebol,” kata ku.
Kami lalu mandi berbilas dan mengeringkan badan dengan handuk. Aku digandengnya keluar kamar mandi. Kami berdua jalan dalam keadaan bugil. Aku di dorongnya hinga jatuh telentang di kasur. Aku yang merasa lemas setelah tembakan tadi, tidur telentang pasrah. Ita mengambil inisiatif dengan menindih badanku. Dia mencium bibirku dan kami lama sekali berpagutan.
Ita melepas ciumannya dari mulutku dia turun kebawah dan menghisap pentil ku. Rasa geli dan nikmat menjalar ke seluruh tubuhku. Ita terus meluncur ke bawah dan sekitar kemaluanku diciuminya dengan rakus. Batang dan zakarku tidak diciumnya, tetapi dia turun menciumi paha lalu kedua lututku. Aku merasakan kegelian yang amat sangat sampai aku menggelinjang. Mengetahui aku kegelian dia mengarahkan ciumannya ke atas dan batangku menjadi sasarannya kemudian. Batangku yang masih setengah sadar di lahapnya dan dihisapnya. lalu dijilatinya. Kaki ku ditekuk dan jilatannya turun ke kedua buah zakarku lalu turun lagi lidahnya mengitari lubang matahari.
Aku menggelinjang nikmat. Dia kembali mengulum batangku sampai menjadi sadar dan tegak penuh. Kuluman Ita sungguh canggih, sehingga aku kelojotan merasa nikmatnya. Untungnya tadi sudah mencapai puncak, sehingga aku mampu menahan diri agar tidak buru-buru muncrat lagi.
Ita membalikkan badanku dan aku dimintanya berganti peran menyerang dirinya. Aku segera paham dan memulai tugasku dengan mencium leher lalu kedua payudaranya. Agak sulit rasanya menghisap pentilnya karena terbenam. Kutelateni menghisap pentilnya sampai akhirnya keduanya mencuat keras.
Puas dengan menjilat dan meremas kedua susunya aku turun ke perut lalu ke memeknya. Bulu lebat dan keriting membuat aku agak sukar menemukan belahan memeknya. Dengan bantuan kedua tanganku, kusibak dan lidahku menyerbu ke belahan itu. Aku memulainya dengan menjilati sekitar bibir luar, bibir dalam lalu mengarah ke clitorisnya.
Memeknya yang tadi kering setelah kuhanduki, kini sudah basah lagi oleh cairan pelumas vaginanya. Baunya wangi seperti bau sabun. Saat lidahku menggapai clitorisnya Ita menggelinjang dan pinggulnya bergerak liar. Aku jadi sulit mengkosentrasikan jilatanku. Aku lalu menahan kedua pahanya agar tidak liar.
Serangan ujung lidahku berkosentrasi pada clitoris Ita yang sudah makin mencuat. Dia mendesah-desah dan tidak sampai 5 menit dia tumbang dengan orgasmenya yang pertama. Dia minta aku berhenti mengoralnya karena katanya barangnya ngilu. Aku bangun dan duduk bersimpuh diantara kedua kakinya. Jari tengah kanan pelan-pelan kucolokkan ke vagina Ita. Kucolok-colok ke lubang basah itu dan aku seperti sebelumnya dengan para wanita, mencari benjolan G spot. Tombol g spot Ita mudah ditemukan, sehingga kini gerakan jariku berkosentrasi pada tombol itu. Gerakan halus mengusap g spot itu membuat Ita kembali mendesis. Dia lalu tidak hanya mendesis tetapi mengangkat angkat pinggulnya. Usapanku jadi meleset. Aku minta Ita menahan gerakannya agar dia merasa lebih nikmat.
“Aduh kok enak banget sih Jay, lua apain gua,” katanya sambil menggigit bibir bawahnya. Dia berusaha melawan nikmat yang menjalar dari dalam vaginanya, tapi belum 2 menit dia mengeluh panjang dan berusaha mengapit kedua kakinya, namun terhalang oleh tubuhku. Kedua tangannya meraih bantal lalu ditutupkanke mukanya dan dia menjerit sekuat-kuatnya dibawah bantal. Bersamaan dengan itu Ita ejakulasi sampai mengenai hidung dan mulutku. Kujilat cairan itu di bibirku terasa agak asin dan kental.
Orgasmenya panjang dan Ita kemudian jatuh terkulai. Badannya bagai tak bertulang. “Aduh badan gua lemes banget,” katanya seperti orang ngantuk. Sementara dia lemas aku tegang.
Tanpa minta izin dan mengatakan sesuatu aku segera mengarahkan batangku menuju lubang vaginanya. Dalam posisi bersetumpu kaki terlipat, batangku kutekan pelan menyeruak vaginanya. Lubang memeknya terasa sempit, meskipun banjir. “Aduh Jay pelan-pelan Jay,” katanya.
Aku dengan sabar menekan penisku masuk kedalam gua nikmat itu. Setelah tenggelam seluruhnya aku mulai melakukan gerakan maju mundur. Sensasi menyaksikan gerakan maju mundur batangku ke dalam memeknya membuat aku sangat terangsang. Apalagi Ita mulai mendesis dan bergumam, ah uh au uh.
Aku makin bersemangat, tetapi karena posisiku sulit lama-lama jadi kurang nyaman kemudian aku mengubah posisi menindih badannya. aku bersetumpu di kedua lutut dan kedua sikuku. Pada posisi ini aku leluasa memompa badan Ita. Aku tidak perduli lagi apa dia nikmat atau tidak, tetapi aku berkonstrasi pada kenikmatan diriku. Semakin cepat kupompa, semakin dia mengerang . Belum aku sampai pada puncak Ita sudah menarik rapat badanku dan dia kembali berkedut bagian dalamnya. Ita kembali menikmati orgasme yang dahsyat. “Aduh aku rasanya gak kuat nglawan kamu Jay ,” katanya.
Aku diam saja dan kembali menggenjot, karena pencapaianku tadi tanggung. Aku kemudian menjelang puncak dan beberapa saat akan mencapai puncak kutarik batangku keluar dana air maniku ku lepas di atas perutnya.
Aku rebah disampingnya dan badanku terasa lelah. Kami tertidur entah berapa lama sampai terbangun karena merasa dingin. Aku bangun dan ke kamar mandi mengambil handuk kecil membasahinya dengan air hangat. Handuk itu kusapukan ke tumpahan maniku di perut ita. setelah aku sebelumnya mebersihkan penisku dengan air dan sabun..
Kami kembali tidur di bawah selimut. Bed cover yang tadi terhampar sudah kumasukkan ke dalam lemari. Belum lima menit aku berbaring, Ita bangun “ Jay laper ya,” katanya.
Aku juga merasakan yang sama. Ita kemudian bangun dan ke kamar mandi. Dia kedengarannya mencuci alat vitalnya dan juga mungkin sekalian pipis.
“ Kita cari makan diluar yuk, di hotel kurang enak, di dekat sini ada ayam goreng yang enak, “ katnya.
Kami lalu berkemas. Ita mengenakan celana jean, kaus hitam dan dibungkus lagi dengan jaket. Sementara aku kembali mengenakan jean yang kukenakan tadi hanya mengganti T shirt.
Kami turun dan keluar hotel. Sekitar 5 menit jalan menyeberang, kami menemukan tempat ayam goreng yang dimaksud Ita. Jam sudah menunjukkan 11 malam, tetapi warung tenda ayam goreng itu ramai sekali.
Perut kenyang badan terasa hangat. Keinginan sex sudah terpenuhi, apalagi yang kurang. Sekembali kami ke Hotel Ita mengajakku duduk di coffe shop. Disitu ada live music. Ita menawarkan bir yang tentu saja tidak bisa ku tolak..
Nikmat sekali cairan bir itu membasahi kerongkonganku. Kata orang nikmatnya minum bir itu adalah pada tegukan yang pertama. Ternyata memang benar. Satu botol besar kuhabiskan berdua dengan Ita, namun dia hanya minum segelas. “Gaul juga anak ini,” batinku.
Ita menawariku tambah dengan satu botol kecil bir hitam. kata dia bagus untuk stamina. Menyimak stamina, aku lalu menyetujuinya. Rasa pahit bir hitam itu menjadi nikmat karena syaraf perasaku terpengaruh hasutan “demi stamina”.
Kami kembali ke kamar sekitar jam satu malam. Mata mulai mengantuk dan lelahnya badan yang tadi tidak terasa kini menumpuk. Mataku seperti sudah mau terkatup saja. Sesampai di kamar aku melepas celana jean dan t shirt, tinggal celana dalam lalu menyusup ke dalam selimut. Ita masih sibuk di kamar mandi. Aku segera terlelap. Mungkin ada satu jam aku tertidur lalu terjaga karena merasa dipeluk Ita. Dalam keadaan antara tertidur dan sadar aku merasa Ita memelukku dalam keadaan telanjang di bawah selimut. Susunya yang besar menekan badanku dan jembutnya yang tebal menempel di pahaku.
Situasi itu membuatku pelan-pelan kembali tersadar dan bangun seutuhnya. Penis ku pelan-pelan bangun, tetapi badanku lelah sekali. Apalagi pengaruh bir tadi mengendap di otakku. Aku kembali jatuh tertidur.
Entah sudah berapa lama aku tertidur sampai aku merasa badanku dingin oleh tiupan AC. Kamar telah gelap, cahaya hanya ada dari lampu di gang di depan kamar mandi. Aku membuka sedikit mataku dan memperhatikan sekeliling. Ita ternyata sedang menyedot batangku. Dia tidak tahu kalau aku sudah terbangun. Aku berusaha menahan reaksi rangsangannya dengan menahan suara.agar disangka masih tidur.
Karena sedotan yang maut, barangku jadi keras sempurna. Ita lalu bangkit dan didudukinya batangku. Pelan pelan diarahkan batangku ke dalam mekinya sampai ambles sepenuhnya.
Dia mengendalikan persetubuhan dengan gerakan-maju mundur kadang kala naik turun. Sesekali batangku terlepas karena dia terlalu hot menaikkan badannya. Tapi ia segera kembali memasukkan batangku ke dalam tubuhnya. Aku tetap bertahan pura-pura tidur, Mungkin 15 menit atu mungkin lebih Ita mulai mencapai orgasmenya. Sementara aku karena gaya gravitasi merasa mampu bertahan lama.. Barangku tetap tegak sempurna, sementara Ita sudah berkedut-kedut. Setelah istirahat hampir 5 menit Ita kembali menggenjot batangku. Dia ternyata tangguh juga. Pemandangan di depanku sulit untuk diabaikan, tetek yang bergoyang adalah atraksi sangat menarik. Aku mengintip guncangan tetek besar dihadapanku. “Kalau aku tidak berperan pura-pura tidur, pasti sudah kuremas-remas gumpalan daging besar itu. Tapi apa boleh buat, aku sudah memilih peran tidur.
Ita kembali bersemangat memompa apalagi menjelang orgasmenya dia bergerak tidak karuan. Aku jadi spaning juga hingga mendekati titik orgasme ku. Karena aku pura-pura tidur maka aku tidak boleh bereaksi, sehingga aku pasrah saja ketika akhirnya ejakulasi lepas di dalam memeknya. Kedutan ejakulasiku menambah semangat Ita karena rupanya dia juga orgasme dan rubuh memelukku.
“Ih kamu sadis deh, pura-pura tidur lagi, sampai aku cape menggenjot,” katanya.
“Abis enak banget sih, lagian kenapa juga gak bangunin aku dulu baru adekku,” kataku sambil tersenyum.
Ternyata sudah jam 7 pagi. Kamar kami gelap karena korden tertutup rapat. Kami lalu mandi berdua dan berkemas untuk turun menikmati breakfast. Badanku terasa segar dan ringan.
Selesai breakfast kami kembali ke kamar. Hari itu tidak ada acara,kecuali jam 7 malam nanti menghadiri resepsi perkawinan temannya. Ita mengajakku jalan-jalan ke kota. Kami makan siang di restoran Padang. Aku penggemar makanan enak, masakan Padang ini rasanya nikmat sekali, melebih yang pernah ku makan di Jakarta. Selesai menyantap dua piring nasi, Ita menyarankan aku untuk mencoba teh telur. Kata dia bagus untuk meningkatkan vitalistas pria. Teh yang diaduk bercampur telur tampak sangat berbusa. Panasnya teh tidak lagi terlalu terasa, tetapi rasanya seperti teh susu dan gurih telur. “Lumayanlah untuk mengisi stroom,” kataku dalam hati.
Kami kembali ke hotel untuk istirahat. Maksudnya memang istirahat, tetapi kejadiannya malah bekerja keras. Kami terlelap kembali dan bangun menjelang pukul 6 sore. Kami lalu berkemas untuk menghadiri acara perkawinan teman akrab Ita.
Tidak ada yang istimewa dalam acara pesta perkawinan itu. Aku kurang berselera, mungkin karena lelah setelah berkali-kali bertempur.
Minggu pagi kami mempersiapkan diri untuk kembali ke Jakarta Sebelumnya masih ada pertempuran seru satu ronde. Disebut seru karena panjang dan heboh p;eh suara Ita. Dia tergolong wanita yang berisik jika melakukan hubungan intim. Sepanjang perjalanan aku hanya tidur saja. Anehnya sejak berangkat dari Lampung sampai kembali ke Jakarta, penisku tidak sekalipun bangun mengeras, meskipun dalam keadaan terdesak kebelet pipis .Tiba di Jakarta sudah sore dan aku menunda kepulangan ke tempat kos sekitar 1 jam.
*********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar