Kamis, 14 Februari 2013

Harem 7

Setiba aku kembali ke rumah kost aku disambut bagaikan tamu besar. Kebetulan para penghuni sedang berkumpul di kamar tengah. Aku disambut dengan bertubi-tubi ciuman. Mereka rasanya terlalu berlebihan karena ketiadaan diriku di tempat itu hanya 2 malam mereka rasakan ada sesuatu yang hilang.
Aku tertidur di kamar mungkin dari jam 5 sore. Rasanya ngantuk sekali dan lelah. Entah berapa lama tertidur sampai merasa ada orang yang masuk di kamarku. Kamar gelap gulita, karena tadi aku tidak sempat menyalakan lampu. Aku tidak bisa melihat siapa yang masuk ke kamarku.
Tiba-tiba lampu dinyalakan dan ternyata 2 cewek sudah ada di kamarku. Mereka adalah Dewi dan Ana dengan baju tidur daster dan Dewi mengenakan kaus serta celana boxer. “Wah pangeran kita kecapean ni,” kata Ana.
Mereka minta izin untuk menginap lagi di kamarku. Mereka takut karena tadi siang habis melayat temannya yang meninggal karena kecelakaan. Katanya wajah temannya selalu terbayang-bayang. “ Ada-ada saja cewek-cewek ini,” pikirku.
Lampu kembali dimatikan dan kamar jadi gelap gulita. Malam ini cuaca panas sekali, karena mau hujan tetapi tidak jadi. Untung aku tidur hanya mengenakan celana pendek, sehingga tidak terlalu gerah.
Ana mengipas dadanya dengan menarik-narik bajunya. Dia juga merasakan kegerahan. Dewi mengipas-kipaskan telapak tangannya. Mereka bertanya apa aku punya kipas. Aku bilang tidak ada, karena tidak pernah terlintas dipikiranku untuk melengkapi kipas di kamar. Kalau mau ada majalah atau koran, tapi dalam keadaan gelap gini aku susah mencarinya apalagi aku tidur diapit.
Entah pikiran darimana aku iseng melontarkan ide, agar kami bertiga tidur telanjang aja. Aku pikir sebenarnya wajar saja, aku sudah sering melihat Dewi telanjang, ketika dia tidur di kamarku tatkala Ana pulang kampung. Ana juga sudah pernah kulihat dia telanjang juga ketika dia diam-diam menyelinap ke kamarku, manakala Dewi menginap di rumah saudaranya di Ciledug. Mereka berdua juga pernah bahkan berkali-kali melihat aku telanjang di kamar ini. Masalahnya aku belum pernah secara bersamaan melihat mereka berdua telanjang bersamaan di depanku.
“Siapa takut, “kata Ana. Dewi pun rupanya tidak keberatan. Sambil tiduran mereka mencopoti bajunya dan aku pun memeloriotkan celanaku. Posisiku yang diapit dua cewek begini tentu memacu aliran darah untuk berkumpul di penis, sehingga tegang mengacung. Tadi yang kucemaskan sejak kembali dari Lampung sekarang sudah terjawab
Aku tidak tahu kemana mereka melempar pakaiannya, yang kurasa kulitku sudah bersinggungan dengan kulit juga baik di kanan, maupun di kiri. Dewi memelukku di sebelah kanan,dan Ana juga memelukku di sebelah kiri. Kedua tangan ku yang mereka tindih jadi memeluk keduanya di kiri dan kanan.
Udara gerah tidak membuat rasa makin gerah meski dipeluk. Pikiranku lebih terpusat pada rangsangan dipeluk dua mahluk perempuan telanjang. Mulanya tangan mereka hanya mengelus-elus dadaku, tetapi Dewi mulai merayap kebawah dan menggenggam batangku yang sedang keras. Tangan Ana pun juga merayap ke bawah dan bertemulah dua tangan dari mahluk yang berbeda. Kedua tangan itu berbagi tempat mencengkeram batangku.
Aku sudah tidak memperhatikan tangan siapa ada dibagian mana. Yang kurasakan seluruh bagian kemaluanku diremas-remas. Aku mencium mulut Ana. Ana membalas dengan sedotan dan permainan lidah yang hot. Selepas itu aku berpaling dan berganti mencium Dewi. Dia juga tidak kalah hot, karena mungkin sudah terbakar birahi.
Ana yang kutinggal, dia bangkit dan mengambil posisi di antara kedua kakiku.. Ana mengulum penisku. Tangan kiriku yang leluasa segera menggamit memek Dewi dan meremas-remas lalu memainkan clitorisnya. Menerima serangan di clitoris, Dewi melepaskan ciumannya . Dia mengubah posisi telentang. Aku berusaha membebaskan tangan kananku dari tindihan Dewi dan tangan kanan mendapat tugas baru menggantikan peran tangan kiri. Dewi semakin tinggi terangsang karena clitorisnya aku putar-putar dengan jari tengahku. Dewi kemudian bangkit dan duduk bersimpuh dengan kedua lutut dilipat. Dia duduk menghadap ke wajahku dan memeknya di aturnya dekat ke mulutku. Aku tahu, Dewi ingin dioral. Dewi memang paling senang dioral. Dia pernah memujiku bahwa oralku jauh lebih enak dari yang dilakukan pacarnya. Pacarnya katanya suka menggigit karena gemas. Kalau sudah begitu rangsangan jadi sirna berganti rasa sakit katanya. Sementara aku dipujinya mengerti menyentuh tempat yang tepat dan gerakan lidahku katanya lebih halus.
Kedua tanganku memeluk paha kiri kanannya membantu posisi Dewi agar dia bisa menempatkan memeknya tepat di hadapan mulutku. Dewi duduk agak condong kebelakang. Kedua tangannya menopang kebelakang.
Sementara aku sedang memusatkan perhatian mengoral Dewi, aku tidak terasa Ana mengoralku lagi. Aku merasa tangannya mencengkeram batangku dan beberapa saat kemudian Ujung penisku dipadukan dengan gerbang memeknya. Sambil mengoral aku mengira-kira posisi Ana menyetubuhiku. Setelah dia melakukan gerakan aku baru bisa memastikan bahwa Ana bukan membelakangiku. Mungkin dia duduk bersimpuh juga. Gerakannya yang kurasakan adalah maju mundur, sehingga penisku serasa diperah.
Mereka berdua saling mendesis. Aku tidak bisa bergerak, karena menahan berat badan kedua cewek. Gerakan Ana makin terasa hot, sementara oralku ke Dewi juga semakin terfokus pada clitorisnya. Pada posisi ini sebenarnya aku ingin memasukkan jariku ke memeknya, tetapi tidak ada ruang untuk tanganku. Jadi hanya lidahku saja yang bermain di memek Dewi. Dewi tiba-tiba berhenti menggelinjang, mungkin dia sedang memusatkan diri menjelang orgasme. Benar juga sesaat kemudian dia mengeluh panjang sambil menarik kepalaku merapat ke memeknya. Bukan hanya mulut yang terbekap, hidungku juga tertutup gundukan memek Dewi yang berambut keriting. Setelah kedutan orgasmenya agak reda aku berusaha melepaskan mulut dan hidungku dari bekapan Dewi. Aku hampir kehabisan nafas.
Ana yang makin hot memompa. Sementara Dewi mengubah posisinya tidur telentang disampingku. Sepertinya dia ingin beristirahat setelah mencapai puncak kenikmatan. Ana masih terus menggenjot. Mungkin sudah 5 menit sejak Dewi tadi orgasme baru Ana mendapat Orgasme.
Sementara aku belum apa-apa. Masalahnya hari-hari sebelumnya aku sudah kenyang dengan Ita, sehingga nafsuku tidak menggebu-gebu. Aku lebih mampu menahan diri. Apalagi posisiku di bawah, maka aku makin bisa bertahan lama.
Setelah mencapai orgasme, Ana menjatuhkan diri telungkup di atasku sejenak. Setelah itu dia bergeser tidur telentang disampingku.
Meski gelap, aku bisa juga melihat sosok Ana yang tadi mengadukku diatas. Tidak terlalu jelas memang, tetapi dengan bantuan ilmu kira-kira, adegan yang berlangsung di atas badanku cukup jelas terlihat.
Mungkin Dewi juga melihat Ana mengadukku. Buktinya setelah Ana turun dari badanku, aku ditariknya agar menindih badannya. Aku segera paham apa yang diinginkannya. Dia ingin disetubuhi juga. Tanpa melakukan foreplay lagi aku segera manancapkan penisku ke memek Dewi. Kenikmatan orgasme Dewi yang pertama tadi mungkin belum sirna, karena begitu ku genjot dia langsung mendesis dan agak mengerang. Aku mencari posisi yang paling bisa merangsang organ Dewi. Setelah kudapatkan posisi itu dengan membaca respon yang ditunjukkannya aku bertahan di posisi itu. Cukup 5 menit saja Dewi sudah mendapatkan orgasmenya. Dia memelukku erat-erat, sampai semua orgasmenya terlampiaskan.
Setelah reda kucabut batangku dan aku kembali ke posisi semula tidur telentang diantara mereka berdua. Belum habis aku menikmati jeda istirahat, Ana pula sekarang yang merengkuhku agar menindih dirinya. Dia mungkin terangsang menyaksikan adegan permainan ku dengan Dewi.
Aku bukan ingin berlebihan dan menjagokan diriku, tetapi sesungguhnya aku masih tegang bahkan belum ada tanda-tanda mendekati ejakulasi. Inilah kalau terlalu hot bermain sebelumnya dengan Ita. Sebelum marathon bersama Ita, malam-malam sebelumnya setiap malam aku selalu berpindah-pindah kamar. Bisa dikatakan tiada hari bagiku tanpa bersetubuh. Pelayananku di rumah ini cukup banyak mulai dari Bu Rini pemilik kost, Mbak Ratih, Kristin, Ita , Nia dan kedua mereka ini. Kedua mereka ini termasuk paling jarang kutiduri. Dewi mungkin 2 minggu lalu, Ana malah mungkin sebulan yang lalu.
Kembali ke Ana, aku tanpa basa-basi lagi langsung memompa Ana. Seperti juga Dewi aku berusaha mencari posisi yang paling menyenangkan bagi Ana. Setelah mendapat posisi itu, aku tidak perlu bekerja terlalu lama, Ana sudah mencapai orgasme. Dia menghentikan genjotanku dengan menarik badanku rapat-rapat. Batangku menikmati sensasi kontraksi memek Ana dan cairan hangat menyelimutinya. Setelah orgasmenya reda aku kembali istirahat dengan badan basah berkeringat.
Aku berpikir kepada siapa nanti akan kulampiaskan orgasmeku, padahal badanku sudah lelah sekali dari tadi push-up terus. Tapi penisku tidakmau kompromi dia tetap tegak. Sementara aku masih menerawang, tiba-tiba batangku digenggam. “ Ih hebat banget nih belum juga kendor dari tadi,” suara Dewi terdengar. Berarti tangan itu adalah tangan Dewi.
Dia kembali menarik badanku untuk menindihnya. Dia minta disetubuhi lagi. Aku berpikir, Dewi tadi makan apa kok jadi hot banget begini. Dengan sisa tenaga yang ada aku kembali melayaninya . Tapi tubuhku sudah tidak kuat lagi untuk push-up. Kutarik tubuh Dewi untuk berganti posisi menjadi di atasku. Dewi menurut dan mengambil posisi yang nyaman lalu dialah sekarang yang aktif. Dia segera saja mendapat orgasme. Ketika dirubuhkannya badannya ke tubuhku dan otot vaginanya berkontraksi maka aku segera membalikkan badannya dan segera kugenjot. Aku tidak memberinya masa istirahat dan langsung dalam keadaan vaginanya masih berkedut kugencot sekeras-kerasnya. Dewi menjerit tertahan-tahan. Aku begerak makin buas sampai akhirnya dia menjerit keras sekali lalu ditutupkan bantal di wajahnya untuk meredam teriakannya. Dewi kelihatannya mencapai orgasme yang sempurna.
Aku puas tapi belum juga muncrat. Ana yang menonton kami sambil dia duduk bersila memeriksa penisku. “Wuihhh masih keras juga, hebat amat,” katanya.
Aku ditariknya sehingga terduduk dengan kaki lurus. Aku tidak bisa menduga apa yang dia mau. Ana berdiri dan duduk dipangkuanku sambil memelukku. Memeknya diturunkannya sampai menelan penisku. Dia kembali terangsang melihat Dewi danaku bermain kasar. Apalagi Dewi selama persetubuhan berteriak kecil terputus-putus sampai akhirnya berteriak nyaring.
Ana memaju-mundurkan pinggulnya sehingga menimbulkan efek gerakan mengaduk batangku. Dia mendesis-desis menikmati hunjaman barangku yang masih keras . Makin lama, terakannya makin cepat dan liar karena iramanya jadi tidak menentu, sampai akhirnya dia memeluku keras sekali dan vaginanya berdenyut. Seperti juga Dewi aku tidak memberi kesempatan dia menikmati orgasmenya. Kudorong badannya sampai dia terlentang dan segera kugenjot dengan gerakan-gerakan kasar. Karena diberi waktu beristirahat sambil duduk, tenagaku masih lumayan yang tersisa. Aku terus menghunjam dengan gerakan cepat dan panjang.
Ana tidak lagi mendesis, dia mengeluarkan suara yang tertahan-tahan. Kedengarannya seperti mengucap huruf A ber kali-kali. Irama pengulangan teriakannya seirama dengan gerakanku. Setiap aku menghunjam dia menyebut A. Makin cepat gerakanku makin cepat pula irama teriakannya. Sampai akhirnya dia berteriak panjang tetap dengan suara A. Teriakannya keras membuatku gugup. Karena di dekat situ tidak ada bantal maka kucucup saja mulutnya. Dibekap mulutnya oleh mulutku pun dia masih berusaha berteriak. Tetapi suaranya tidak keluar, teredam oleh mulutku. Aku menciuminya dengan ulah yang ganas sampai dia lemas terkulai.
Sejak tadi perasaan yang menyelimuti diriku adalah kebanggaan sebagai laki-laki yang super. Sekarang berbalik aku cemas, karena burungku tidak juga surut, dan sulit sekali mencapai orgasme. Yang kucemaskan, seandainya batangku tegang terus sampai besok. Kalau dibawa ke dokter, rasanya malu luar biasa. Apalagi menjawab pertanyaan dokter, “Apa keluhannya……….”
Ah bagaimana nantilah, yang ada rasa badanku sudah letih luar biasa dengan keringat membasahi semua pori-pori badanku. Aku bangkit dan mencari handuk untuk mengeringkan badanku.
“Hebat amat anak ini ya, tadinya mau kita perkosa, kejadiannya malah kita yang diperkosa, ” tanya Dewi.
Rupanya kedua cewek ini sudah punya rencana ketika hijrah tidur ke kamarku. Pantas aja ketika kutawari tidur telanjang mereka langsung setuju.. “Rasain punya rencana nggak terus terang, jadinya kalian yang merasa akibatnya,” kata ku.
“Biarin aja enak kok, “ kata Dewi.
Kulihat ana sudah terbujur di posisinya semula malah sudah mendengkur. Aku mengambil posisiku dan langsung mencari PW (posisi uwenak). Sampai keesokan harinya ketika aku bangun mereka berdua sudah tidak ada. Aku segera memeriksa barangku. Dia masih tegang, tetapi sekarang posisinya sedang sesak kencing. Setelah kulampiaskan hasrat kencingku, pelan-pelan penisku melemas. Aku lega…
*********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar