Jumat, 26 April 2013

Harun 2



BAB DELAPAN : SITI

Semenjak berguru dengan Ki Sangga Jagat, Harun semakin sering bertandang ke rumah Ki Asmoro Dewo. Dalam seminggu, ia menyambangi rumah gurunya sampai 4 kali. Bila hari biasa, maka Harun akan langsung ke rumah gurunya itu seusai sekolah, lalu kembali pulang sekitar pukul sembilan malam. Cukup melelahkan, namun lama kelamaan, ilmu silat dan kebatinan yang diajarkan kakek gurunya itu mulai menunjukkan faedahnya. Tubuh Harun semakin bugar sehingga latihan-latihan itu tidak membuat tubuhnya kelelahan.

Yang menarik bagi Harun selain ilmu-ilmu yang diajarkan, kenyataan bahwa Harun akhirnya mengetahui rahasia keluarga Ki Asmoro Dewo. Ternyata semua anak gurunya itu sebenarnya adalah hasil hubungan gelap para isteri gurunya dengan kakek gurunya.

Harun segera berusaha mencari tahu mengenai Siti, isteri terakhir gurunya yang baru berusia 17 tahun. Jarang sekali Harun bertemu isteri-isteri gurunya. Selain karena rumah gurunya yang luas, juga karena gurunya agak protektif dengan hartanya yang satu ini. Bahkan, makan malam tidak pernah semua isteri gurunya ikut makan bersama dengannya dan kakek gurunya. Paling hanya Hanifah. Dari pikiran Hanifah inilah Harun mengetahui perhubungan gelap para isteri gurunya dengan kakek gurunya.

Pernah suatu saat, ia bertemu Siti. Gadis tujuhbelas tahun ini memiliki tinggi yang sejajar dengan Harun, namun, gadis ini sedikit agak gemuk. Gemuk, bukan gendut. Namun dari tubuh yang chubby ini, terlihat dua buah gundukan payudara yang besar menyembul di dadanya. Kemungkinan besar cup C atau bahkan mungkin D. Kulit Siti berwarna putih. Wajahnya manis. Ada sedikit kumis tipis di ujung atas bibirnya yang menambah manis senyumannya. Rambutnya panjang sebahu. Lengannya memiliki bulu-bulu halus. Suara yang dimilikinya sedikit nyaring namun membuat lelaki bernafsu mendengar kata-kata yang terujar dari bibirnya yang merah dan sedikit tebal sensual.

Harun mengetahui juga bahwa hanya Ki Asmoro Dewo yang pernah meniduri gadis ini. Sementara, Harun dapat membaca pikiran kakek gurunya ketika sedang berbicara dengan Siti. Kakek gurunya bernafsu mendapatkan perempuan ini. Dapat dirasakan Harun berkali-kali kakek gurunya berusaha menanamkan gambar-gambar erotis ketika sedang berbincang dengan Siti. Namun, Harun yang juga kepincut perempuan ini, segera memodifikasi gambar ini sehingga di benak Siti gambar itu berupa Harun dan Siti yang bercumbu liar.

Kakek gurunya bingung. Harun dapat membaca pikiran kakek itu, dan Ki Sangga Jagat sedang curiga bahwa cucu muridnya yang pintar itu berusaha menyabotase usaha yang ia lakukan. Namun, Harun selalu memasang muka tak bersalah, bahkan seringkali Harun meninggalkan ruangan agar menghilangkan kecurigaan kakek gurunya. Namun, Harun kini menguasai ilmu baca pikiran dengan sangat sempurna. Bahkan dalam jarak lebih dari dua ratus meter, ia dapat membaca pikiran orang dan menanamkan sugesti ke orang tersebut. Sehingga, pertarungan mendapatkan Siti dilanjutkan oleh Harun, bahkan dari ruangan lain!

Selama enam bulan usaha Ki Sangga Jagat berusaha mendapatkan Siti selalu gagal. Ki Sangga Jagat mendapatkan bahwa pikiran perempuan ini cukup kuat. Ia sudah tidak curiga lagi dengan cucu muridnya, melainkan merasa bahwa Siti adalah orang yang memiliki karakter sangat kuat sehingga susah dipengaruhi, dan tampaknya perempuan ini sedang naksir berat dengan cucu muridnya.

Di lain pihak, Siti selama enam bulan ini menjadi gundah. Ia tak dapat menyingkirkan Harun dari pikirannya. Ia selalu membayangkan Harun mencumbui dirinya. Mungkin inilah yang dinamakan cinta. Memang, Siti menikah dengan Ki Asmoro Dewo bukan karena cinta, melainkan karena perintah orang tuanya. Orang tuanya berhutang budi besar sekali kepada lelaki ini. Keluarganya yang seharusnya sudah hancur ke jurang kenistaan, telah ditolong sehingga kini keluarga Siti menjadi keluarga terpandang dan kaya di kampung halamannya sana, di daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Pada bulan keenam ini, tepat ketika hari Sabtu di mana ia sedang menginap. Harun memutuskan untuk menyirep seisi rumah. Ia penasaran apakah ia mampu menyirep guru dan kakek gurunya juga. Patut dicoba ilmu kebatinannya sudah sampai mana. Bila ketahuan pun, Ia dapat berdalih bahwa ini adalah usaha untuk menyempurnakan ilmu dengan melatihnya. Ada ajian-ajian dalam ilmu kebatinan, namun, Harun dapat menyirep tanpa ajian-ajian itu. Harun mendapati bahwa bila ia menggunakan ajian, ia merasakan bahwa tenaga pikirannya dikeluarkan lebih besar, karena ada unsur paksaan, namun bila ia menggunakan kekuatan pikirannya tanpa ajian, tenaga pikiran yang dikeluarkan lebih kecil. Bahkan, terkadang dari percobaan-percobaan yang ia lakukan pada Atik dan Jannah, ia merasakan bahwa kekuatan bakat dari pikirannya lebih memiliki ikatan yang sangat kuat dibanding dengan ajian-ajian. Perbedaan secara jelas adalah, ajian-ajian itu bersifat keras dan memaksa, sementara kekuatan pikiran Harun bersifat lembut dan seakan menanamkan suatu sugesti sehingga si korban melakukan perintahnya bukan karena paksaan, melainkan karena merasa bahwa memang itu yang diinginkan si korban sendiri. Bagaikan tenaga dalam, ajian-ajian bagaikan Gwa Kang, atau tenaga kasar, kekuatan pikiran bagaikan Lwee Kang, atau tenaga lembut.

Jarang sekali Harun menggunakan ajian-ajian. Ia sebenarnya enggan mempraktikan ajian-ajian tersebut. Namun, pelajaran kebatinan tidak hanya ajian-ajian. Ada juga cara melatih konsentrasi dengan samadi, cara mempertahankan ikatan pikiran, cara mengendalikan kekuatan pikiran, yang selalu diterapkan ketika Harun sedang ‘mengerjai’ korbannya.

Maka, Harun malam itu menggunakan kekuatan pikirannya dan menebarkan sirep ke seisi rumah. Tingkat ilmu Harun sudah sangat tinggi setelah setahun ditempa oleh Ki Asmoro dan enam bulan ditempa oleh Ki Sangga Jagat, sehingga saat melepaskan kekuatan pikirannya, ia dapat merasakan satu demi satu orang yang telah terkena ilmunya itu.

Ketika memasuki benak Ki Sangga Jagat, Harun mengalami kesulitan. Memang mudah membaca pikiran kakek gurunya, namun, untuk dapat memasuki benak lelaki tua itu secara perlahan susah sekali. Kekuatan Harun bagaikan terhadang suatu tembok kokoh yang tidak dapat ditembus. Sementara, Harun dapat mengetahui bahwa kakek gurunya kini sedang curiga pikirannya sedang diserang. Harun tahu bahwa Ki Sangga Jagat kini merapal ajian benteng pertahanan agar tidak mudah diserang. Harun tahu bahwa kakek gurunya itu agak kalut, lelaki tua ini khawatir bahwa Ki Jagatsudana sedang menyerang dirinya.

Untungnya Harun tahu ajian benteng pertahanan ini dan di mana letak kelemahannya. Menggunakan kelemahan ini, Harun akhirnya berhasil perlahan menembus benak kakek gurunya. Sugesti kantuk yang dahsyat ia kirimkan. Setelah pertarungan tanpa suara antara pertahanan Ki Sangga Jagat dan Harun berlangsung hampir setengah jam, akhirnya kakek gurunya tertidur pulas. Harun yang kini keringatan karena mengeluarkan segala daya pikirnya selama setengah jam, akhirnya merasa plong.

Tak lama, rumah gurunya sunyi senyap. Harun lalu memasuki benak Siti yang ikut terpengaruh sirep sehingga tertidur pulas. Harun membangunkan Siti dari tidurnya menggunakan kekuatan pikirannya.

Siti mendusin. Ia sedang tidur bersama Ki Asmoro Dewo. Lelaki tua itu mendengkur pelan di sisinya. Setelah kesadarannya terkumpul beberapa saat kemudian, Siti menyadari bahwa rumah keadaanya hening. Sangat hening sehingga sedikit membuat bulu kuduknya merinding. Bahkan jangkrik tak terdengar bersuara di luar. Waktu bagai berhenti.

Tiba-tiba saja benaknya memikirkan Harun. Harun yang ganteng walaupun wajah kekanakannya masih ada sedikit, namun raut wajahnya yang selalu menunjukkan kedewasaan yang aneh. Harun yang kala latihan silat hanya mengenakan celana saja sementara tubuh bagian atasnya yang berkeringat memperlihatkan otot-otot yang telah terlihat menonjol dan indah.

Ada sesuatu di benaknya yang menyuruh Siti untuk keluar dari kamar ini, lalu pergi ke kamar Harun. Tidak boleh! Kata suara lain di benaknya. Kamu adalah isteri Ki Asmoro Dewo! Tapi… ada suara lain yang mengatakan bahwa di rumah ini selingkuh itu sudah jadi kebiasaan. Bukankah isteri yang lain berselingkuh dengan Ki Sangga Jagat?

Tapi bukan berarti selingkuh itu boleh dilakukan, kata suara yang satunya lagi. Selingkuh itu dosa. Tapi suara yang lain lagi mengatakan bahwa bila tidak ada orang yang tahu, bukankah tidak ada yang dirugikan? Apalagi akhir-akhir ini Ki Asmoro Dewo minta anak dari Siti. Semua isteri lelaki itu telah memiliki anak, bahkan Hanifah kini sudah hamil empat bulan. Hanya Siti yang masih kering.

Siti mengalami perang batin yang hebat. Ia tidak tahu bahwa perang batin itu bukanlah dialami oleh dirinya sendiri, melainkan perang antara dia dan Harun yang sedang menanamkan pengaruhnya langsung ke benak Siti.

Dengan gemetar, Siti mendapatkan dirinya bangkit dari tempat tidur, keluar dari kamarnya dan kini telah sampai di depan kamar Harun. Lampu masih menyala. Siti mengetok pintu,

“Siapa?” suara Harun bertanya.

“Ini Mbak Siti, dik.”

Terdengar suara langkah kaki perlahan dan pintu di buka. Harun hanya mengenakan sarung yang dililit di pinggang, sementara tubuh atasnya yang berkeringat tidak tertutupi sehelai kain pun. Siti terperanjat dan tak mampu untuk berkata-kata. Sitipun baru menyadari, ia hanya memakai kain batik dan di balik kain ini tubuh moleknya hanya berbalutkan BH dan CD berwarna hitam. Pengaruh Harun memang hebat, sehingga perempuan inipun tidak ingat bahwa sebenarnya pakaiannya kurang pantas dilihat lelaki yang bukan suaminya.


“Ada apa, Mbak?”

Siti sedikit gelagapan. Ia tak tahu harus berkata apa. Namun tiba-tiba benaknya seakan berbisik, bilang saja lagi ga enak badan dan minta dipijat. Siti yang sedang panik lalu menjawab, “eh.. begini, dik. Mbak lagi nggak enak badan, mau minta tolong dipijit…”

Baru selesai berkata begitu, Siti sudah mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Mana ada perempuan baik-baik yang minta dipijit di tengah malam? Namun kata-kata telah terucap dan apa boleh buat, Siti tak dapat menarik kembali kata-katanya.


“Oh? Silahkan masuk, Mbak. Harun senang kalau bisa membantu Mbak…”

Dalam benak Siti ada perang batin. Namun kala ia melihat wajah Harun, seluruh tubuh Siti seakan berteriak dan memaksa benaknya untuk takluk kepada nafsu ragawinya. Apalagi kini Harun tersenyum, Siti merasakan bahwa ada gejolak membara di dadanya, dan memeknya mulai basah perlahan-lahan.


Bagaikan dituntun oleh tangan yang tidak terlihat, Siti masuk ke dalam kamar Harun. Harun menyuruhnya duduk di tempat tidur anak itu yang sebenarnya hanya cukup untuk satu orang. Harun duduk di belakang tubuh Siti yang sedang duduk di tepi tempat tidur.

Tanpa berkata-kata, kedua telapak tangan Harun menyentuh pundak halus Siti. Siti merasakan tangan yang keras dan kapalan mulai memijiti pundaknya yang hanya tertutup dua buah tali BHnya saja. Gesekkan kulit ke kulit mengirimkan sinyal birahi ke sekujur tubuh Siti. Siti memejamkan matanya. Kedua telapak tangan Harun dengan lembut memijat, terkadang mengelus pundak Siti dengan irama yang perlahan seakan tak ingin cepat-cepat selesai. Tak ada ketergesaan, tak ada paksaan.

Terkadang telapak itu memijat ke lengannya, namun gerakan kedua telapak tangan itu makin lama makin lebih sering mengelus, membuat Siti berkali-kali menegukkan ludah agar membasahi kerongkongannya yang kering. Nafas Siti mulai memburu.

Kurang lebih sepuluh menit Harun memijiti pundak dan lengan Siti, kini kedua telapak itu berhenti memijat dan hanya mengelusi sambil meremas pelan pundak dan lengan Siti yang putih dan kenyal itu. Walau udara dingin, namun kulit Siti mulai mengeluarkan keringat.

Kini telapak tangan Harun mulai mengelusi punggung atas Siti, di area yang masih terbuka dan belum tertutup kain. Yaitu sekitar belikat. Terkadang belikat Siti diremasnya perlahan, terkadang jemari Harun sedikit menyusup ke antara lengan dan belikat namun ditarik kembali. Siti merasakan geli sedikit, namun geli ini bagaikan menyetrum memeknya dengan dahsyat karena memeknya kini mulai banyak mengeluarkan cairan.

Suatu kali jemari Harun menyusup sehingga meraba ketiak Siti yang sudah basah oleh keringat. Rambut ketiak Siti yang halus dan jarang ditekan oleh jemari Harun.

Siti menjerit kecil dan berkata, “Jangan, dong. Geli.”

“Tempat lain aja?” tanya Harun.

Siti mengangguk malu tanpa menjawab dengan kata-kata.

Harun menurunkan sedikit telapaknya yang sedang menekan ketiak Siti, sehingga belum keluar dari liang ketiak perempuan itu. “Di sini?”

Siti menggeleng pelan.

Harun menurunkan jemarinya lagi. “Di sini?”

Siti menggeleng.

Harun menggoda Siti beberapa kali dengan menurunkan telapaknya sedikit demi sedikit. Sehingga tahu-tahu telapaknya sudah ada ditempat di mana kain batik membungkus tubuh Siti. “Di sini boleh?”

Siti hanya diam saja yang menunjukkan bahwa perempuan itu tidak geli.

“Tapi, Mbak, mana kerasa dipijit kalau di sini? Di sini kan kainnya digulung. Ya sudah, Harun buka saja biar pijitannya terasa.”

Kain batik Siti diikat dengan cara ujung satu di taruh di sebelah kiri badan dari arah depan, lalu sisa kainnya disampirkan menggulung tubuhnya searah jarum jam, sehingga ujung kain yang satu sampai di sebelah kanan badan. Ujung itu lalu dimasukkan ke dalam kain yang sudah membungkus terlebih dahulu kemudian kainnya di gulung sehingga tidak mudah melorot. Namun, Siti tidak menyadari bahwa karena ia tadi tidur, sebenarnya gulungan kainnya sudah tidak mencengkram tubuhnya seketat ia pertama kali mengikat kain itu. Harun sengaja membuat Siti terperangkap dalam perang batin sehingga untuk pakaianpun tidak diindahkan lagi.

Tanpa menunggu jawaban, kedua telapak tangan Harun meremas kain Siti sedikit di bawah gulungan kain di bagian atas, lalu dengan gerakan cepat Harun menarik kain itu sehingga kain Siti serta merta melorot ke bawah sehingga melingkari pantat Siti.

Siti kini duduk dengan tubuh bagian atas hanya tertutup BH hitam dan sedikit CD bagian atas pantatnya terlihat juga oleh Harun yang sedang duduk di belakangnya. Siti kaget namun tidak tahu harus berbuat apa karena nafsunya juga mulai bertambah.

Lalu kedua tangan Harun mulai mengelusi lengan Siti lagi. Kini tangan itu menjelajah ke lengan bawahnya. Kedua tangan Siti sedang bersidekap di atas kedua pahanya, posisi lumrah wanita jawa. Selain k[edua tangan Harun yang berjalan dari lengan atas ke bawah secara perlahan itu, dilain pihak Siti merasakan setiap senti tangan itu bergerak, maka tubuh Harun pun mendekat tiap senti ke punggungnya. Dari sudut matanya Siti melihat kedua kaki Harun yang tadi bersila telah terbuka dan perlahan menggeser ke depan melingkari kedua kaki Siti, walau belum menyentuh.

Ketika kedua tangan Harun mencapai pergelangan tangan Siti, punggung Siti yang hanya berbalut BH itu mulai menempel pada dada bidang Harun. Nafas Siti mulai memburu. Ketika kedua tangan Siti diremas oleh kedua tangan Harun, Siti merasakan tubuh mereka sudah erat, dan tiba-tiba saja pipi kirinya ditempel oleh pipi kanan Harun.

Siti merasa lemas dalam nafsunya yang membara, tubuhnya seakan tak dapat ditopangnya lagi sehingga dalam sekejap Siti merebahkan diri dalam dekapan Harun di belakangnya. Sementara kedua tangan Sit mulai meremas kedua tangan Harun.

Siti menolehkan kepalanya kepada Harun. Harun pun menolehkan kepalanya. Satu detik mereka berpandangan. Dua pasang mata yang menahan gejolak asmara saling menyorot satu sama lain. Dalam satu detik itu, semuanya telah terjelaskan. Satu detik itu mampu membuat mereka berdua saling mengerti. Satu detik itu telah meyakinkankan mereka berdua akan apa yang nantinya terjadi. Satu detik yang penuh gelombang nafsu birahi. Dua buah hati yang penuh gejolak asmara saling menautkan diri satu kepada yang lain.

Siti yang chubby itu tampak cantik sekali. Kulitnya yang putih dan semok kini mulai berkeringat sehingga membuat tubuh perempuan itu seakan mengkilat terkena sinar lampu kamar. Harun sudah sangat horny melihat kemolekan tubuh perempuan ini. Apalagi bau tubuh perempuan ini tercium samar-samar yang bercampur dengan wangi sabun wanita. Harun menggerakkan kepalanya maju. Bibirnya menyentuh bibir Siti. Siti merasakan nafsu yang demikian hebatnya sehingga ketika bibir keduanya bertemu, Siti secara buas membuka mulutnya dan melahap bibir remaja lelaki itu. Lidah siti bergerak bagaikan ular mengamuk yang segera dibalas dengan lidah Harun. Mereka berdua asyik berpagutan, saling mengecup, berciuman, menjilat dan bertukaran lidah.

Kedua tangan Harun kini menyusuri kedua lengan Siti dan bergerak ke atas. Sambil tetap berciuman dengan buas, Harun menarik tali BH Siti ke bawah. Siti membantu dengan meloloskan kedua tangannya dari tali itu. Harun kemudian memegang mangkuk BH perempuan itu dari samping, lalu menariknya ke bawah, sehingga kedua payudara Siti terlepas dari kedua mangkuk BH itu. Kini kedua tetek Siti tampak menyembul telanjang, bahkan karena BH itu masih berada di bawah kedua bukit indah itu, menyebabkan kedua buah dada Siti tampak makin menyembul seakan ingin tumpah keluar.

Kedua tangan Harun kini meremasi kedua buah tetek putih Siti yang besar dan bulat itu. Masing-masing telapaknya tak dapat penuh menutupi bukit kembar itu karena besarnya. Jempol dan telunjuk Harun memilin-milin puting merah muda Siti yang kini sudah mancung. Pentil Siti belum besar karena belum punya anak, namun pentil itu kini berdiri tegak akibat birahi. Pentil Siti berdiameter seperti ujung belakang pulpen pilot, dan panjangnya hanya dua senti, namun areolanya cukup besar, seukuran dua kali logam seribuan yang lama. Lebih besar dari areola Jannah maupun Atik.

Siti melenguh penuh nafsu ketika ia merasakan kedua payudaranya diremas-remas dan pentilnya dipelintir jari Harun. Ia bertambah nafsu dan berusaha menyedot keras-keras mulut dan lidah Harun yang masih menyelomoti mulutnya sendiri. Ludah mereka telah bercampur, bahkan terkadang sedikit liur mereka saling berpautan di antara lidah mereka sehingga seakan membuat jembatan air liur di antaranya.

Harun tiba-tiba mendorong Siti ke kasur lalu menarik celana dalam perempuan itu. Harun sendiri telah membuka sarungnya sehingga kontolnya yang besar yang telah tegang dari tadi dapat dilihat Siti. Harun mendapati memek Siti telah basah kuyup oleh cairan kewanitaan. Foreplay yang sebentar itu ternyata sudah membuat kedua insan bukan muhrim itu tidak mampu lagi menahan gejolak libido masing-masing.

Harun melebarkan kedua kaki Siti, lalu menuntun kontolnya sehingga kini sudah menempel di luar memek Siti yang penuh dengan jembut yang lebat yang tidak pernah dicukur. Ketika sedikit kepala kontolnya memasuki lubang kenikmatan Siti, Harun segera memposisikan diri di atas Siti. Kedua tangannya memegang pergelangan perempuan itu, lalu menarik kedua tangan Siti ke atas sehingga kedua tangan Siti terbuka ke atas memperlihatkan ketiak perempuan itu yang dihiasi bulu-bulu halus yang jarang namun ikal.

Begitu seksi dan cantiknya Siti, Harun merasa amat beruntung dapat melihat isteri termuda gurunya itu dalam posisi pasrah seperti ini. Harun menusukkan kontolnya perlahan. Siti mengerutkan wajahnya ketika merasakan kontol besar itu mulai menerobos liang senggamanya. Kontol Harun lebih besar dari kontol suaminya, sehingga memek Siti bagaikan diselusupi tongkat besar yang seakan merobek liang senggamanya. Untungnya lubang kencingnya itu sudah basah kuyup oleh cairan kewanitaannya sehingga kontol Harun dapat perlahan-lahan memasuki kemaluannya.

“Addduuuuuh… besar sekali tititmu, Run.” kata Siti ketika setengah kontol Harun sudah menggagahi mahkotanya itu. “Memek Mbak serasa penuh sama tititmu…”


Harun merasakan nikmat sekali ketika ia merasakan perlahan-lahan liang kewanitaan Siti dijelajah batang kontolnya. Dinding memek Siti begitu rapat sehingga seakan menggenggam kontolnya kuat-kuat. Dinding yang hangat dan licin namun sangat rapat sekali.

Bau tubuh Siti kini telah tercium dengan jelas. Bau yang sangat tajam keluar dari memeknya yang sedang diselusupi tongkat wasiat Harun. Belum lagi kontol Harun ambles sepenuhnya, Harun merasakan kepala kontolnya mentok. Ia merasakan ada lubang lain di ujung memek Siti. Ini pasti lubang ke rahim Siti. Siti merasakan perutnya sedikit mules ketika kontol Harun tertahan di lubang rahimnya.

“Aduh… perut mbak mules, Run… sudah… jangan ditekan lagi… belum pernah ada yang masuk sejauh ini…”

“Kontol Guru pasti kecil, ya, Mbak? Gedean aku ya, Mbak?”

“Kontol kamu besar sekali, Run. Mbak semaput rasanya.”

“Tenang aja, Mbak… nanti pasti lebih enak.”

Lalu Harun menindih Siti. Ia mendekap tubuh perempuan itu, lalu dengan tangan kanan memegang ubun-ubun perempuan itu. Setelah sebentar mengambil ancang-ancang, ia menarik sedikit kontolnya lalu menghujamkan keras-keras pantatnya di selangkangan Siti sehingga menimbulkan bunyi tumbukkan yang keras.

Siti menjerit ketika merasakan kepala kontol Harun tiba-tiba menerobos ujung lubang memeknya dan melewati lubang itu sehingga kini seluruh kontol Harun ambles pada kemaluan Siti. Kepala kontol Harun berhasil melewati ujung liang senggama Siti dan kini sudah berada di rahim perempuan itu. Rasanya seakan menembus ulu hati Siti dan menimbulkan rasa nyeri.
Harun tidak bergerak.

“Diam dulu, Mbak… biarkan memek Mbak terbiasa dengan kontol Harun. Lama-lama nanti enak, kok.”

Mereka berdua terdiam dengan Harun menindih Siti. Keduanya tersengal-sengal. Siti memejamkan mata sambil mengernyit. Harun lalu mulai menciumi wajah Siti. Selang beberapa saat Siti membuka matanya dan mencium balik. Akhirnya mereka berpagutan lagi. Kini perlahan karena Siti masih merasakan perih di ujung liang senggamanya.

Tak berapa lama keduanya mulai berciuman secara buas lagi. Memek Siti mulai terbiasa dan mengeluarkan cairan lagi. Sehingga akhirnya Harun merasa memek itu kembali hangat dan licin. Perlahan Harun mulai menggoyangkan pantatnya maju mundur. Siti merasakan nikmat bercampur ngilu ketika batang Harun mulai menggerus dinding memeknya perlahan. Dapat dirasakannya otot Harun yang keras menggeseki dinding memeknya yang sempit itu senti demi senti. Barulah Siti dapat merasa sekujur dinding memeknya itu hidup bahwa liang senggamanya memiliki syaraf-syaraf yang bila digesek-gesek akan mengirimkan sinyal kenikmatan tiada taranya. Baru sekali inilah ada lelaki yang mampu menggagahi seluruh dinding vaginanya.

Harun mulai mabuk birahi. Kontolnya dijepit dinding lunak yang basah, licin dan hangat. Dinding yang mengeluarkan cairan pelumas yang memiliki bau yang khas. Bau memek Siti tercium jelas, dan bau itu juga keluar dari ketiak berbulu yang tak jauh dari hidungnya. Harun melepaskan ciumannya dari Siti sehingga mendadak air liur mereka bagaikan tali tipis tertarik sampai putus. Harun meluruskan tangan kiri Siti sehingga seakan Siti sedang mengacungkan tangan. Hidungnya mencium bau tubuh Siti yang sedikit asam dan khas. Lalu Harun mulai menjilati ketek berbulu Siti yang sudah lepek karena keringat.

Tubuh Siti begitu nikmatnya. Perempuan gemuk ini enak sekali ditindih, bagaikan menindih sofa yang liat dan empuk. Memek perempuan ini begitu rapat dan licin dan hangat. Keringat perempuan inipun memiliki rasa yang legit. Asam, asin dan seakan manis bercampur di lidah Harun ketika lidahnya itu menyusuri ketek putih dan berbulu halus itu. Bulu-bulu ketiak Siti yang jarang seakan menggelitik lidah Harun. Hidung dan lidah Harun bergantian menyapu ketiak itu sehingga keringat Siti bercampur ludah Harun menyebabkan daerah itu seakan dibanjiri cairan.

Lalu Harun mulai mengenyoti ketek perempuan itu keras-keras. Siti merasa geli namun penuh birahi. Ia merasakan ketiaknya disedoti sementara kontol Harun terus-menerus menghujami memeknya sehingga seluruh tubuh Siti terasa linu dan nikmat.

Harun mulai mengarahkan kepalanya ke tengah. Mulutnya terus mengenyoti Siti tanpa pernah terlepas. Dari ketek, Harun mengenyoti ke payudara kiri. Mulutnya Harun seakan tidak ingin meninggalkan tubuh molek Siti. Sampai akhirnya pentil kiri Siti ia kenyoti juga. Siti kini serasa di ank ke tujuh. Sensasi payudaranya disedoti Harun membuat kenikmatan yang ia rasakan menjadi bertambah tinggi. Sementara tangan Kiri Harun asyik meremasi tetek kanan Siti. Mulut Harun tidak hanya menyedoti pentil Siti, seluruh payudara besar milik Siti pun secara rakus digerogotinya. Tak lama payudara kiri Siti sudah bertambah cupangan di sana-sini.

Tak berhenti sampai di situ, Harun mulai menjelajah ke dada sebelah kirinya. Mulutnya terus menempel di tubuh isteri gurunya itu. Belahan dadanya pun habis dicupangi, dijilati dan disedoti. Sehingga akhirnya Harun menyedoti pentil kanan Siti. Kini tangan kanan Harun yang meremasi payudara kiri Siti. Siti mulai menjadi liar. Badannya ikut bergoyang sesuai irama goyangan Harun. Pantatnya maju ketika ia merasakan kontol Harun menghujam. Kedua selangkangan mereka kini berbenturan keras sehingga suara mereka ngentot memenuhi ruangan. Siti juga mengerang dan mendesah secara keras, tak peduli dunia luar.

“Enak… shhhhh… aaahhhh… kontolmu enak, Ruuuun… pinter ya kamu… ayo nenen yang keras… ayoooo… tusuk yang keras… entot mbak yang keras, Ruuuun…”

Seluruh dada Siti kini basah oleh campuran keringat dan air liur selain cupangan yang sangat banyak menghiasi daerah itu. Kini Harun sedang asyik menjilati ketiak kanan Siti yang semakin mengeluarkan keringat dan bau yang khas perempuan itu.

Harun kini menumbuki memek Siti dengan keras karena sudah sebentar lagi sampai. Demikian juga Siti. Akhirnya, mereka berdua berteriak nikmat dan mengalami orgasme bersamaan. Harun menyetorkan spermanya tepat di dalam rahim Siti.

Mereka akhirnya tidur dalam keadaan telanjang.

***

BAB SEMBILAN : PERKEMBANGAN DENGAN IBU

Bulan-bulan berikutnya Harun menikmati tubuh Siti dengan aman setelah menyirep semua orang yang ada di rumah Ki Asmoro Dewo. Walhasil, Siti hamil dua bulan berikutnya yang disambut dengan senang oleh suaminya. Ki Sangga Jagat, di lain pihak menjadi tahu bahwa cucu muridnya yang bertanggung jawab. Bukannya marah, ia malah memuji Harun ketika mereka hanya berduaan saja.

Oleh karena itu, Ki Sangga Jagat akhirnya pergi dari situ, karena ia merasa bahwa ilmu Harun sudah sempurna. Harun hanya perlu melatih semua ilmunya dengan tekun, maka dalam hitungan sepuluh tahun lagi, ilmu Harun hampir tidak ada orang lagi yang bisa mengungguli.

Namun, Harun belumlah puas. Dari awal mula, Ia hanya memiliki satu tujuan. Yaitu untuk mendapatkan ibunya sendiri. Sejauh ini, usahanya tidak berhasil. Ia belum berhasil menginvasi mimpi ibunya. Mungkin ini saatnya untuk menginvasi pikiran ibunya ketika ibunya masih sadar.

Maka mulailah Harun menjalankan rencananya. Ketika Sangga Jagat tidak lagi berada di rumah Ki Asmoro Dewo, praktis tidak banyak yang harus dipelajari Harun. Maka semakin jaranglah Harun bertandang ke sana. Siti merasa sedih, namun ia masih harus memikirkan jabang bayinya, sehingga untuk masalah ini tidaklah terlalu dipikirkan.

Harun mulai sering berada di rumah. Pulang sekolah ia langsung ke rumah. Kecuali akhir pekan di mana ia menghabiskan waktu bersama Jannah dan Atik. Di rumah, Harun mulai menghabiskan waktu bersama ibunya. Tak banyak kerjaan yang dilakukan ibunya, berhubung ibunya adalah isteri seorang yang kaya. Ibunya menghabiskan waktu dengan membaca, menonton TV, ataupun beraerobik. Segala macam pekerjaan rumah sudah ada pembantu yang melakukan.

Kini, Asih mendapati anaknya sering berada di rumah. Mereka berdua menjadi lebih akrab karena Harun senang sekali berbicara dengan Asih. Namun, Asih lama kelamaan merasa takut akan kedekatan mereka berdua. Tiap kali ia berbicara dengan Harun, pikirannya melayang-layang membayangkan Harun mencumbunya. Pertama-tama hanya berpelukan dan membelai-belai, lama kelamaan ia membayangkan Harun mencium pipinya, bahkan akhir-akhir ini Asih suka membayangkan berciuman bibir dengan anaknya.

Asih juga masih ingat bahwa mulai beberapa bulan lalu, ia selalu mimpi bermesraan dengan anaknya ketika ia tidur. Apakah artinya semua ini? Apakah karena ia sudah lama tidak mendapatkan kepuasan batin dari suaminya?


Lama kelamaan Asih merasa bahwa ia merindukan Harun bila Harun tidak di sisinya. Ia seakan dapat mencium aroma tubuh anaknya itu ketika anaknya sedang bersekolah. Di rumah, Harun seringkali latihan silat dengan hanya memakai celana pendek, setelah itu Harun akan masuk rumah dan berbincang dengan Asih. Aroma tubuh Harun dapat tercium jelas. Bila Harun tidak ada di rumah, seakan-akan Asih masih dapat mencium aroma itu. Asih tidak tahu bahwa Harun dapat mengirim sugesti dari jauh, sehingga sebenarnya Harunlah yang membuat Asih memikirkan ini semua.

Di pihak lain, ada dorongan dalam diri Asih untuk berpakaian seksi di depan Harun. Sejauh ini Asih dapat menolak keinginan itu. Namun akhirnya, akhir-akhir ini, Asih memberanikan diri memakai daster tipis selama di rumah. Sesuatu yang tak pernah ia lakukan. Ketika Harun melihat ibunya, Harun memuji Asih sebagai wanita yang cantik, yang mana membuat Asih berbunga-bunga.


Hari ini Asih memutuskan untuk tidak memakai BH. Sudah sepekan ini hatinya seakan menjerit untuk meminta agar melepaskan BH. Asih berusaha menolak keinginan ini. Namun, tiga hari yang lalu, Asih ingat, ketika Harun baru selesai latihan silat, dan Asih sedang menonton TV, Harun tiba-tiba saja duduk di sampingnya. Badan anak itu penuh keringat dan bau tubuhnya tercium dari jauh. Hari itu, Harun duduk merapat sehingga lengan kanannya yang basah oleh keringat bertempelan dengan lengan kiri Asih yang telanjang, karena dasternya adalah yang bermodel tali tanpa lengan.

Ada kejutan listrik di kulit Asih ketika kulit basah anaknya menempel di kulitnya. Dalam keterkejutannya, Asih tidak memperhatikan Harun yang sedang asyik mengoceh di sampingnya. Bayangan dirinya bercumbu dengan Harun sekilas tampil di pikirannya yang berusaha ia tekan jauh-jauh. Malamnya Asih masturbasi di kamar, membayangkan kulit hangat anaknya dan cumbuan bibirnya di bibir Asih. Ketika Asih tidur, dalam mimpinya, Harun meminta ibunya agar jangan memakai BH. Besoknya, Asih tidak menanggapi mimpi itu.

Asih menunggu sore hari ketika Harun selesai berlatih sambil membaca majalah. Kembali Harun duduk di sampingnya. Kedua lengan mereka bersentuhan. Asih pura-pura membaca majalahnya terus.

“Serius amat… baca apa sih?” Harun merubah posisinya, tangan kanan Harun yang tadi bersentuhan dengannya, kini diselusupkan ke belakang tubuh Asih yang tidak menyender sofa, namun belum bersentuhan dengan tubuh Asih. Sementara, Harun mencondongkan tubuhnya sehingga wajahnya melongok dari belakang tubuh ibunya untuk melihat majalah, ini menyebabkan dada kanan Harun menyentuh lengan kiri Asih.

Asih merasa tersetrum lagi ketika dada bidang anaknya menempel di lengan kirinya. Kata Asih, “Ini… rubrik tokoh dan peristiwa,” kata Asih sambil menarik majalah ke atas dan tubuhnya agak doyong ke belakang agar dapat dibaca anaknya. Gerakan kecil ini membuat Asih sedikit menyandar badan anaknya, sehingga kini samping bahu Asih pun menempel dada Harun. Daster Asih modelnya belahan rendah di punggung. Sehingga belikatnya telanjang dan menempel sebagian di dada kanan Harun.

Harun belagak tertarik lalu dengan tangan kiri memegang tepi majalah seakan ingin membaca lebih jelas sementara tangan kanannya disusupkan dari antara tubuh dan lengan ibunya untuk memegang majalah dari sisi satunya lagi.


“Oh iya… sekarang baru jelas tulisannya…” Kini Harun merangkul ibunya dari samping walau kedua tangannya memegang majalah. Berhubung ibunya lebih tinggi sedikit, maka dagunya menyentuh pundak kiri ibunya. Asih merasakan tubuhnya lemas dan tidak sengaja bersandar kebelakang. Asih dapat merasakan nafas hangat anaknya di bahu sebelah kiri dan memeknya mulai basah. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Entah berapa lama kedekatan mereka hingga akhirnya Asih tidak tahan lalu pamit untuk ke tempat tidur. Di sana ia masturbasi dengan penuh nafsu.

Malamnya Asih bermimpi lagi akan kemesraan mereka berdua. Dalam mimpi itu, ia tidak pakai BH di balik dasternya. Akhirnya, hari ini Asih tidak memakai BH dibalik dasternya.

Asih serba salah menunggu Harun sore harinya. Duduknya tak tenang walau memegang majalah, tak dipandangnya majalah itu. Akhirnya ia duduk bersandar di sofa, karena ia merasakan tubuhnya tidak bertenaga lagi menahan gejolak.

Harun akhirnya datang. Ia langsung duduk di samping ibunya lalu belagak ingin ikut baca juga. Perlahan Harun menyusupkan tangan kanan ke belakang tubuh ibunya. Mengejutkan Harun, ibunya bergerak mengingsut dan tahu-tahu menyenderkan kepalanya di kepala Harun. Bau harum tubuh ibunya tercium di hidung Harun.

Harun berusaha berkonsentrasi, namun tidak bisa. Kedua tangannya memegang majalah. Di sebelah bawah tangan ibunya, sehingga kini kedua tangan ibunya menindih kedua tangan Harun yang berkeringat. Harun berusaha membaca pikiran ibunya, dapat diketahui ibunya sedang horny, namun di dalam pikiran ibunya, ibunya hanya menyukai kedekatan fisik ini. Walaupun ingin bercumbu, tapi ibunya tidak mau lebih dari sentuhan saja. Oleh karenanya Harun tidak berusaha melakukan pendekatan lebih jauh. Ia merasa, usaha mendapatkan ibunya masih jauh dan perlu kesabaran lebih.

Harun menikmati saja kulit halus ibunya yang menempel di kulitnya. Punggung halus ibunya yang menempel di dadanya. Tangan halus ibunya yang menempel di tangannya. Wangi shampoo ibunya yang dapat dicium hidungnya dari rambut ibunya. Setidaknya kini hidung Harun dapat menempel di rambut ibunya yang hitam lurus dan panjang itu. Harun bernafas di rambut ibunya.


Sore itu sejuk, tapi kedua ibu dan anak itu berkeringat. Harun keringatnya sudah membasahi tubuh karena tadi dia baru latihan silat, sementara keringat Asih mulai keluar juga terlebih karena dekapan anaknya. Asih dapat merasakan nafas anaknya yang memburu seakan mengendusi rambutnya dengan penuh nafsu.

Asih memejamkan mata. Ia ingin lebih tapi di lain pihak ini semua tidak boleh terjadi. Setidaknya mereka berdekapan dan ini sedikitnya mengobati kerinduan Asih. Bau lelaki yang memancar dari tubuh anaknya telah membuat kemaluannya basah kuyup oleh cairan kewanitaannya. Asih bertekad untuk tidak melanjutkan hubungan ini lebih jauh.

Entah berapa lama mereka berdekapan. Keduanya tahu bahwa mereka bukan sedang membaca majalah. Toh halamannya tetap yang itu saja tanpa dibalik-balik. Suara langkah pembantu yang mendatangi ruangan itu membuat mereka berdua akhirnya memisahkan diri sambil masing-masing merasa kurang puas. Ada rasa birahi yang masih menggantung di sana.

Harun berusaha mengontrol diri. Setiap sore setelah ia mendekap ibunya, ia pergi ke rumah Atik atau Jannah. Dan setelah menyirep seisi rumah, ia lalu menggauli salah seorang pacarnya dengan buas sambil membayangkan bagaimana rasanya menyetubuhi ibunya sendiri.

Telah sebulan lewat, dan perhubungan dengan ibunya tetap hanya sebatas mendekap. Namun perbedaannya, akhirnya keduanya tidak perlu pura-pura membaca lagi. Suatu sore, ibu Harun sedang pusing dan tidur-tiduran di tempat tidurnya. Harun masuk kamar ibunya dan menanyakan keadaan perempuan itu. Asih hanya bilang bahwa ia sedikit pusing. Harun membaca pikiran ibunya dan mendapati bahwa Ibunya ingin didekapnya seperti biasa tapi bingung untuk mengutarakannya.

“Mungkin karena masuk angin,” kata Harun, ”seharusnya jangan tidur tanpa selimut memakai daster tipis ini. Nanti ibu kedinginan. Biarlah Harun yang membantu.”

Lalu Harun menghampiri ibunya di tempat tidur. Ibunya tidur miring menghadap jendela, dan Harun menaiki tempat tidur lalu berbaring miring menghadap punggung ibunya. Harun tahu ibunya deg-degan namun menanti dekapannya.


Harun lalu mendekap ibunya dari belakang. Kali ini kontol dalam celananya menempel di pantat ibunya yang terbalut celana dalam dan daster. Berhubung ibunya masih lebih tinggi sedikit, maka hidung Harun menempel di bahu ibunya yang halus. Dadanya mendekap punggung ibunya dan kedua tangannya melingkari tubuh ibunya dan kedua telapaknya memegang telapak tangan ibunya.

Asih kaget mendapati kontol anaknya begitu besar dan keras menekan pantatnya. Ternyata jauh lebih besar dari milik suaminya. Tubuh penuh keringat Harun menempel di tubuh belakang Asih mengirimkan sensasi nakal ke sekujur tubuh perempuan itu. Hidung Harun berkali-kali mengendus kulit bahu Asih dalam-dalam. Asih merasakan seluruh tubuhnya kelu karena nafsu birahi.


Harun mengecup bahu kanan ibunya. Asih terkejut. Ia tahu bahwa seharusnya anaknya tidak boleh menciumnya seperti itu, seberapapun besar keinginan mereka berdua akan hal itu terjadi.

“Jangan, Run. Kamu ga boleh cium Ibu seperti itu.”

“Emang ga enak, ya, bu?”

“Bukan begitu, Run. Kamu anggap apa ibumu ini? Hormati ibu, nak…”

Tapi tidak ada nada marah di suara ibunya. Harun kemudian menempelkan bibir dan hidungnya di punggung bagian tengah antara belikat ibunya lalu menghirup bau tubuh ibunya dalam-dalam sambil mengeratkan dekapannya.

“Run, sadar. Ini ibumu, nak…”

Tapi tidak ada juga perlawanan. Harun terus menghirup aroma tubuh ibunya dalam-dalam. Ibunya sungguh wangi. Walaupun belum mandi sore, dan bau sabun dari mandi pagi telah hilang, tapi ibunya memiliki aroma tubuh yang jarang dimiliki wanita lain. Tidak ada bau asem atau apek. Bau tubuh ibunya sangat lembut dan manis, aroma itu akan perlahan mengisi lubang hidung, namun lama kelamaan meniadakan bau-bau lain di udara. Sehingga aroma tubuh ibunya itu seakan menguasai indera penciuman Harun dan menyerang otak Harun dengan tanpa perlawanan. Aroma tubuh ibunya seakan suatu candu yang berhasil meruntuhkan segala kekuatan dan logika Harun.

Harun mulai mengecupi punggung telanjang ibunya yang tak tertutup daster dengan bernafsu. Suara kecupan bibirnya berkali-kali terdengar cepat dan semakin keras. Kulit ibunya begitu halus dan licin dan putih. Seakan diciptakan untuk dinikmati kaum lelaki. Punggungnya bagai pualam maha indah yang mengeluarkan suatu rangsangan yang tak dapat ditolak. Punggung yang kini bertubi-tubi diciumi Harun secara buas.

Suara ibunya protes tidak lagi diindahkan Harun. Lagipula protes itu terdengar tidak sungguh-sungguh, seakan ibunya mengatakan itu hanya sebagai suatu keharusan saja, suatu kalimat yang seharusnya dikatakan seorang ibu, namun, tidak ada nada perintah tegas yang memperkuat perkataannya.

Lidah Harun mulai menjilati punggung mengkilat ibunya. Rasanya begitu halus di lidah dan memiliki rasa yang tak dapat dijabarkan dengan kata-kata. Tubuh ibunya bukan tubuh manusia, bagi Harun inilah wanita paling cantik dan indah yang pernah ia temukan. Wanita yang memiliki pesona bidadari. Harun yakin bidadari yang dilihat Jaka Tarub bahkan tidak mampu bersaing dengan ibunya.

Asih kini hanya terdiam dan hanya bisa mendesah. Lidah kasar anaknya membuat kulit punggungnya merasakan suatu perasaan ngilu yang menggairahkan. Asih harus merapatkan selangkangan karena memeknya sangat gatal minta digesek-gesek. Apalagi beberapa saat kemudian Asih merasakan Harun mulai mengenyot-ngenyot punggungnya. Mulai dari bahu, belikat dan punggung yang tidak tertutup pakaian tidak luput dari hisapan Harun. Kontol Harun mulai menekan-nekan belahan pantat Asih, berusaha mencari celah kenikmatan yang kini sedang basah kuyup dan bergetar oleh nafsu binatang.

Namun ketika tangan kanan Harun mulai merambah nakal, dan tahu-tahu menyelusup masuk dari atas daster dan menggenggam payudaranya, Asih tiba-tiba berteriak marah, “Hentikan! Tangan kamu ga boleh begitu!” Nada perintah yang tegas dan penuh amarah terdengar. Harun terdiam beberapa saat. Tangannya ditarik. Keheningan melanda kamar itu. Asih berusaha menenangkan nafas. Harun masih mendekapnya dari belakang, tangan kanan Harun sekarang memegang pinggulnya. Harun sedang berusaha membaca pikiran ibunya. Ternyata ibunya mempunyai batas jelas, bahwa perempuan ini tidak mengijinkan lebih jauh dari mendekap dan mencium saja.

Akhirnya, Harun merasa bahwa tidak ada rotan, maka akarpun jadi. Ia mengetes reaksi ibunya dengan mencium bahunya lagi. Kali ini tidak ada reaksi. Maka Harun mulai menciumi bahu dan punggung ibunya lagi. Pantatnya ia tekan lagi ke pantat ibunya. Perlahan ia menggoyangkan pantatnya, tidak tergesa-gesa, sambil terus menyerang punggung telanjang ibunya.

Kemudian Harun memberanikan diri menciumi lengan ibunya sambil menatap wajah ibunya dari samping. Ibunya terdiam sambil memejamkan mata. Dengan tangan kanannya yang tadi di pinggul, Harun menggenggam telapak kanan ibunya. Ibunya membalas menggenggam. Harun mengangkat tangan kanan ibunya hingga mencium telapak tangan ibunya. Kemudian ia kembali menciumi bahu ibunya.

Asih menggerakkan pantat dan kakinya sehingga kini kaki kanan Harun dijepit kedua kakinya, sementara kontol Harun kini menempel di pantat kirinya. Asih menggerakkan pantatnya sesuai irama goyangan Harun, sehingga kini Harun seakan sedang mengentoti pantat kiri ibunya. Gerakan ini membuat paha Harun juga seakan menggeseki vagina Asih yang masih berbalut celana dalam.


Harun dapat merasakan hawa panas di selangkangan ibunya yang menunjukkan sebenarnya ibunya horny pula. Namun, ibunya hanya mengijinkan mereka saling menggesek kelamin dengan baju masih terpasang. Whatever. Bagi Harun ini adalah kemajuan.

Aroma punggung dan bahu ibunya sudah bercampur dengan bau mulutnya sendiri karena setiap jengkalnya sudah pernah dijilat, dikenyot dan dicupangnya. Maka dari itu Harun memberanikan diri dan mulai menciumi leher jenjang ibunya.

Ibunya melenguh pelan dan kedua telapaknya menggenggam erat kedua telapak anaknya sambil menaruh kedua tangan itu di dadanya yang montok, mengakibatkan Harun lebih erat lagi memeluk Asih dari belakang. Harun dapat merasakan kekenyalan payudara ibunya di telapak tangannya yang bergenggaman dengan telapak ibunya.

Lidah Harun mulai menyapu leher jenjang dan putih milik ibunya. Ibunya menggeleng-gelengkan kepala tanda mulai meningkat birahinya. Barulah ketika Harun menyedot leher ibunya itu, ibunya berteriak kecil lalu menjepit paha kanan Harun dengan kuat. Akhirnya Asih orgasme.

Harun masih asyik menyelomoti leher ibunya dan asyik menggesekkan kontolnya di pantat ibunya, ketika tiba-tiba ibunya menjauhkan diri, lalu menolak kedua tangan Harun.

“Sudah!” bentak ibunya. “Kamu jangan kayak binatang! Keluar dari kamar!!”

Harun membaca pikiran ibunya dan mendapati bahwa ibunya sungguh-sungguh serius dan ada niatan untuk mengusir Harun dari rumah ini. Akhirnya, walaupun kentang, Harun mematuhi permintaan ibunya.
Sabar, pikir Harun. Semua ada waktunya.

***

BAB SEPULUH : PERUBAHAN TAK DISANGKA

Setelah itu, Asih selalu menghindari berduaan dengan Harun. Bila hanya mereka berdua di rumah, Asih akan mengunci diri di kamar. Harun walaupun dapat membaca pikiran ibunya dan menanamkan sugesti erotis ke benak ibunya, namun watak ibunya yang keras dan teguh tetap menolak hubungan gelap dengan anak sendiri.

Harun sudah putar otak ke sana kemari namun tidak ada ide baru yang muncul untuk dapat meningkatkan hubungan dengan ibunya ke arah yang lebih panas. Bahkan hubungan yang telah diusahakannya berbulan-bulan, kini menjadi renggang dan usahanya itu bukan bertambah maju malah bertambah mundur.

Benak ibunya kini memang telah terbiasa dengan pikiran erotis, bahkan ibunya tidak berusaha menolak bayangan dirinya berciuman hot dan berpelukan dengan Harun. Ibunya juga mulai masturbasi dengan membayangkan disentuh, diraba dan dicium anaknya. Namun, benak ibunya agak kompleks jalan pikirannya. Di suatu pihak, ibunya mulai menikmati membayangkan kebersamaan dengan Harun, namun di lain pihak, benak itu yakin bahwa kenikmatan ini seharusnya hanya dalam pikiran saja, dan tidak boleh sama sekali diaktualisasikan dalam kehidupan nyata.

Namun, dua minggu kemudian, ada kejadian yang menyebabkan segalanya berubah di dalam keluarga mereka. Perhubungan antara Harun dan ibunya yang tampaknya tak akan bergerak lebih jauh, akhirnya berubah karena ada faktor dari luar.

Saat itu hari Kamis. Seto, ayah Harun, pagi-pagi berangkat sebelum Harun bangun. Ketika Harun bangun dan selesai mandi, Harun melanjutkan dengan sarapan. Ibunya sedang sarapan juga. Mereka ditemani oleh Bi Ijah yang melayani mereka.

“Ibu,” kata Harun membuka pembicaraan. “akhir-akhir ini ayah sering pergi pagi-pagi dan pulang malam, terkadang bahkan lebih dari sehari. Apakah ayah sedang membuka usaha baru?”

Asih tersenyum pahit dan menggeleng. “Tidak, nak. Usaha ayahmu di kota sedang mengalami banyak permasalahan. Ayahmu sedang berusaha untuk mengatasi permasalahan ini.”

Harun yang tidak mengerti mengenai bisnis hanya mengangkat bahu dan kembali menikmati sarapannya. Yang tidak ia ketahui adalah permasalahan bisnis ini adalah permasalahan yang akan mengubah segalanya bagi keluarga mereka.

Seto tidak pulang hari itu, bahkan Jumat pun tidak. Barulah pada sabtu siang, Seto pulang ke rumah. Namun kali ini, ia ditemani serombongan orang. Orang-orang itu tampak berpotongan tukang pukul dan memiliki tampang yang seram. Ada lima orang yang ikut dengan Seto. Empat orang diantaranya berusia antara dua puluh sampai tigapuluh tahun. Yang satu lagi tampak berusia empat puluh tahun, yang sepertinya adalah pemimpin para tukang pukul lainnya.

Begitu orang-orang ini masuk rumah, Harun sudah mengetahui bahwa bahaya besar telah mendatangi. Empat orang yang lebih muda itu memikirkan hal-hal keji untuk mengeruk keuntungan dari Seto, ayah Harun! Namun, orang yang paling tua, memiliki tampang keji dan culas, tetapi memiliki benak yang kuat. Tidak mudah Harun membacanya.

Belum sempat Harun berusaha konsentrasi lebih kuat lagi untuk membaca si tua, Seto sudah berkata dengan nada gembira, “Tole! Perkenalkan! Ini Ki Jagatsudana! Orang pinter yang sakti dan terkenal se-Nusantara!”

Bagaikan petir di siang bolong, berita ini mengagetkan Harun sehingga jantungnya seakan mau copot! Ternyata ada musuh bebuyutan perguruan Harun tepat di depannya.

“Ngaco!” kata begundal-begundal pengiring Jagatsudana, ”Yang Mulia Ki Jagatsudana ini PALING sakti dan PALING terkenal!”

Seto mengangguk-angguk sambil meminta maaf. Lalu menyilakan para tamunya duduk di ruang tamu. Harun pun ikut duduk, namun agak jauh dari mereka. Para tamu dan ayahnya duduk di bangku yang mengelilingi meja berukir, sementara Harun duduk di salah satu bangku kayu yang rapat ke dinding, sehingga para tamu memunggunginya.

Ki Jagatsudana dan begundalnya tidak terlalu memperhatikan Harun yang dianggap bocah bau kencur, sehingga keberadaan Harun dianggap sepi saja. Lalu kata Seto, “Asih! Kemari, Bu! Ada yang mau Bapak kenalkan!”

Ketika Asih masuk ruang tamu, Harun menjadi muak, karena keempat begundal itu segera berpikiran jorok melihat perempuan cantik, putih dan seksi seperti ibunya itu. Berbagai angan-angan mesum mereka menyetubuhi ibunya membuat Harun merasa limbung.

Pada saat itu, tiba-tiba Harun merasa pikiran Ki Jagatsudana tidak tertutup lagi. Rupanya kecantikan ibunya membuat benak Ki Jagatsudana segera merubah dari posisi defensive menjadi offensive. Ki Jagatsudana mengirimkan perintah kepada ibunya untuk menuruti kehendak lelaki itu.  Harun yang tidak siap menjadi tidak tahu apa yang harus dilakukan dan terus mendengarkan saja.

Ibunya berjalan ke arah para tamu, sementara benak ibunya kaget melihat seorang lelaki yang lama-kelamaan kelihatan gagah sekali di matanya. Ada bisikan dalam hatinya untuk menyerah kepada lelaki itu, ada godaan dalam hatinya untuk memberikan mahkotanya kepada lelaki itu…

Harun panik. Tetapi ia mendapatkan suatu kemajuan. Ki Jagatsudana ketika sedang berusaha menguasai mental seseorang, seketika itu juga, melonggarkan penjagaan atas benaknya sehingga Harun dapat membaca pikiran lelaki itu.

Kini niatan lelaki itu sudah dapat diketahui Harun. Ki Jagatsudana sedang ingin menguras harta ayahnya. Selama ini Ki Jagatsudana menjadi kaya bukan karena menjadi paranormal yang memberikan jasanya kepada para client dan dibayar mahal oleh para kliennya, melainkan justru kekayaan para kliennya yang ia sedot. Ki Jagatsudana menggunakan kekuatan pikirannya untuk mempengaruhi para korbannya, sehingga bukan saja harta mereka lenyap sebagian, bahkan seringkali para isteri dan anak si korban menjadi santapan si lelaki bejat ini. Entah berapa banyak isteri orang yang ia hamili, Ki Jagatsudana sendiri tidak tahu.

Harun bergidik. Namun ia sedikit merasa lega karena mental ibunya yang kuat itu, masih melakukan perlawanan terhadap usaha cuci otak Ki Jagatsudana. Sepanjang pembicaraan sore ini antara ayah, ibu dan Ki Jagatsudana, dari luar tidak terlihat ada yang mencurigakan. Tetapi bila orang dapat mendengarkan pikiran seperti Harun, maka mengetahui bahwa Ki Jagatsudana sedang berdaya upaya mengalahkan tekad Ibunya.

Ketika malam, maka pembicaraan dilanjutkan di meja makan, sambil menyantap makan malam yang mewah. Karena Seto sudah menyuruh orang untuk menyiapkan makanan yang lezat. Sebelum makan, Asih pamit untuk mandi. Demikian pula Harun karena sebenarnya ia ingin melindungi ibunya.

Dan benar saja, ketika ibunya mandi, Ki Jagatsudana yang bertekad untuk meniduri Asih malam ini, terus mengirimkan perintah-perintah untuk menyerah kepada benak ibunya. Harun merasakan ibunya seakan-akan mulai melemah, oleh karena itu, Harun dengan nekad mulai ikut masuk ke dalam benak ibunya dan memberikan sugesti sebaliknya. Setiap kali Ki Jagatsudana mengirimkan gambar dirinya sedang bermesraan dengan ibunya, Harun menyisipkan perasaan mual kepada ibunya. Sehingga ibunya menjadi bingung, terkadang ia merasakan suatu perasaan birahi (yang ditanam Jagatsudana), namun di lain pihak Ia merasakan ingin muntah bila melihat wajah lelaki itu (yang ditanam Harun dalam benaknya).

Ki Jagatsudana bingung. Belum pernah ia menghadapi wanita sekuat ini. Memang banyak sekali wanita bermental kuat. Namun yang bermental baja seperti Asih ini dapat dihitung dengan jari. Biasanya untuk jenis yang ini, maka hanya perkosaan yang bisa dilakukan untuk menikmati tubuhnya. Sayang sekali, bahwa jenis yang seperti ini biasanya akan bunuh diri bila kehormatannya diambil paksa.

Akhirnya untuk sementara Ki Jagatsudana tidak menyerang Asih lagi, yang membuat Harun lega. Sayangnya, penghentian serangan ini justru membuat benak Ki Jagatsudana tertutup lagi. Harun tidak tahu lagi apa yang dipikirkan musuhnya itu. Maka Harun menenangkan diri dengan semedi, sebelum makan malam dimulai, untuk bersiap-siap menghadapi malam nanti yang dipastikan akan ramai.

Dalam meditasinya, Harun merenungkan banyak hal mengenai pertempuran yang akan terjadi nanti malam antara dia dan Ki Jagatsudana sekalian.

Pertama, ia adalah anak remaja yang belum sepenuhnya dewasa. Walaupun bakatnya besar, dan untuk soal ilmu kebatinan, mungkin ia menang melawan ki Jagatsudana, tetapi soal ilmu silat, sudah pasti ia akan kalah dari Ki Jagatsudana. Bila mereka berdua bertempur, Harun tidak yakin ilmu kebatinannya mampu menembus barikade yang menutupi pikiran Ki Jagatsudana. Jadi, perlawanan frontal sebaiknya dihindarkan.

Kedua, Ada lima orang yang akan jadi lawanannya. Sehingga, selain kualitas yang kalah, secara kuantitas ia kalah jauh malah. Lagi kesimpulannya, perlawanan frontal adalah bunuh diri.

Ketiga, malam ini, bila tak ada perlawanan dari tuan rumah, maka kelangsungan keluarga Seto akan berakhir. Dari penerawangannya pada benak musuh-musuhnya, Ki Jagatsudana akan menghipnotis ayahnya untuk memberikan semua hartanya kepada lelaki bejat itu, kemudian akan menggagahi ibunya.

Ayahnya akan hancur, sementara ibunya yang memiliki mental baja, akan berakhir dengan tragis, bila akhirnya Ki Jagatsudana sudah capek menyerang secara mental dan memutuskan untuk menyerang secara fisik atau dengan kata lain memperkosa ibunya.

Harun merasa tak berdaya. Keringat menetes dari kulitnya, padahal udara di kamar tidurnya tidaklah panas. Ia merasa takut berhadapan langsung dengan musuhnya, sementara ia tidak punya pengalaman bertempur melawan musuh sama sekali. Selama ini ia hanya latihan dan latihan saja. Kemampuan pikirannya yang menjadi andalannya pun ia rasakan tidaklah cukup. Harun tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Suara pintu dibuka. Asih, ibunya masuk. Ibunya baru mandi dan kini mengenakan baju yang biasanya dipakai untuk pengajian. Lengkap dengan jilbabnya. Ibunya tampak cantik. Namun, ada sesuatu dalam sinar matanya. Ada sirat ketakutan di sana. Harun berusaha membaca pikiran ibunya, Harun dapat merasakan bahwa ibunya diselimuti perasaan cemas akan tamu-tamu ayahnya. Insting wanita yang kuat. Oleh karena itu ibunya memakai baju tertutup seperti ini.

“Sudah saatnya makan. Ayo temani ibu ke ruang makan.” Ada nada tegas, namun bukan perintah. Lebih ke permohonan. Ibunya merasa aman bila di samping Harun.

Entah kenapa. Harun merasa sedih, karena merasa tak akan mampu melindungi ibunya melawan paman gurunya itu. Namun, suara kecil di dalam batinnya berteriak keras. “Apapun yang terjadi, aku harus berusaha! Aku harus berusaha melawan kejahatan! Aku harus berusaha berjuang demi keluarga!”

Akhirnya Harun bangkit berdiri lalu menemani ibunya ke ruang makan.

***


BAB SEBELAS : PERTARUNGAN HIDUP DAN MATI

Tubuh Harun gemetar ketika berjalan, namun ia menahannya. Ia tidak ingin ibunya melihat bahwa anaknya yang ia andalkan sedang ketakutan. Maka dengan segala kekuatannya ia berusaha menekan rasa ketakutannya itu jauh ke dalam lubuk hatinya yang sedang berdebar keras memompa darahnya ke sekujur tubuhnya.

Justru di saat seseorang sedang mengalami takut akan kematian, di sanalah ia dapat merasakan kehidupan pada puncaknya. Setiap nafas yang ditarik dan dihembuskan, setiap detak jantung yang berdebar di rongga dadanya, setiap peluh yang menetes, setiap tiupan angin di kulit, setiap langkah kaki yang berderap, barulah secara sadar dirasakan bahwa kehidupan itu begitu indahnya, begitu kompleks, begitu rapuhnya…

Demikianlah Harun baru merasakan apa artinya hidup dan sebesar apakah berharganya hidup. Perasaan itu membuat Harun ingin bergegas meninggalkan rumah itu saat ini juga. Untuk berlari jauh demi menyelamatkan diri. Namun, keluarganya membuat kakinya menjejak lantai keras-keras, sekeras kemauannya untuk membela keluarganya habis-habisan. Tak peduli ada seribu Ki Jagatsudana di depan mata, sampai darah terakhir menetes, barulah perjuangan ini akan berakhir...

Para tamu dan Seto telah duduk di meja makan. Sisa dua bangku lagi, bangku di kiri dan kanan Seto kosong. Lelaki-lelaki bejat itu berusaha untuk menempatkan Asih di samping Ki Jagatsudana. Dengan cepat, Harun memasuki pikiran Seto lalu memerintahkan ayahnya itu untuk bergeser ke samping kanan. Harun secara cepat pula menaruh ibunya di antara ayahnya dan dia.

Ki Jagatsudana tampak terkejut. Ia sudah memasuki pikiran Seto sebelumnya dan tidak ada niat apapun untuk pindah kursi. Namun di detik terakhir lelaki itu bergerak dan membuat istrinya kini tak dapat dijangkaunya lagi. Dicobanya untuk masuk ke dalam pikiran Seto lagi, dan dengan terkejutnya Ki Jagatsudana melihat bahwa pikiran Seto sudah berubah, Seto bergerak menggeser agar isterinya diapit keluarga. Padahal sebelumnya Seto tidak mempunyai pikiran apa-apa mengenai hal ini.

Ada sesuatu yang aneh di sini. Apakah ada orang pintar di daerah ini yang tidak ia ketahui? Ia mendengar dari orang-orang bahwa adik seperguruannya Ki Asmoro Dewo ada di daerah ini, namun tidak mungkin bocah itu berani melawannya. Namun, kalau benar si bangsat itu yang menjadi biang keladinya, maka bayarannya akan mahal sekali!

Ki Jagatsudana meramkan mata dan mulai berkomat-kamit. Harun merasakan kepalanya seakan ada yang menyerang. Sambil berusaha bertahan ia mencoba melihat pikiran ayahnya untuk mencari tahu apa yang sedang dilakukan oleh musuhnya ini.

Benak ayahnya tampak mulai menutup seakan mau tidur. Rupanya Ki Jagatsudana sedang menyirep seisi ruangan. Harun mulai pura-pura tertidur, ia mengirimkan gambaran palsu kepada benak musuhnya agar yang diterima Ki Jagatsudana adalah Harun juga terpengaruh sirep itu. Rupanya sirep itu hanya ditujukan kepada keluarga Harun, karena para begundalnya tidak terpengaruh.


Ketika ayah dan ibunya tertidur, Harun juga pura-pura tertidur.

“Bagus, mereka sudah tidur semua… Dodo, Anwar, Ujang dan Adi, siapkan senjata… tampaknya kita didatangi tamu.”

Harun dalam posisi yang seakan tidur di meja makan, mendapati benak Ki Jagatsudana terbuka, karena lelaki itu sedang melakukan ‘scanning’ dengan mata batinnya untuk melihat apakah ada Ki Asmoro Dewo di sekeliling rumah itu. Sementara itu, para begundalnya berdiri dan meloloskan golok dari balik baju mereka.

Melihat kesempatan bagus, Harun segera menaruh gambaran palsu di benak musuhnya itu, ini adalah jebakan yang baik menggunakan rasa takut musuhnya sendiri.

Ki Jagatsudana merasakan ada seseorang di luar rumah, dan orang itu tampak memiliki mata batin yang kuat, karena tak dapat diserang secara batin.


“Serang! Ada orang di depan rumah!” perintah Ki Jagatsudana kepada begundal-begundalnya.


Anak buah lelaki itu berlarian ke depan. Sementara Ki Jagatsudana meraih pisau di meja lalu mendekati Asih. Harun mendapati pikiran lelaki itu yang sekarang tidak terjaga sama sekali memperlihatkan rencana untuk menggunakan keluarga Harun sebagai sandera, bila ternyata musuh Ki Jagatsudana, entah itu Asmoro Dewo atau bukan, ternyata mengalahkan begundal-begundal miliknya, dan bahkan lebih sakti daripadanya. Untuk itu keluarga Harun dapat digunakan sebagai barter nyawa.

Harun melihat bahwa musuhnya sedang lengah. Oleh karena itu ia segera menginvasi pikiran empat begundal-begundal itu. Mereka berempat telah sampai di depan rumah dan tidak mendapati siapa-siapa. Namun, tiba-tiba saja, teman yang disamping mereka berubah menjadi manusia serigala. Ini tentu saja ulah Harun, yang mempengaruhi pikiran mereka. Selain membuat pandangan para begundal itu berubah, Harun juga membuat hati mereka menjadi nekat. Bukannya takut melihat ada manusia serigala di samping mereka, mereka malah kalap saling menyerang satu sama lain.

Mendadak saja keempat orang itu saling berbacokan satu sama lain. Ki Jagatsudana kaget mendengar bunyi pertempuran di luar. Ia segera berusaha membaca pikiran para begundalnya. Harun tentu saja segera melakukan intercept, dan membuat apa yang dilihat mata batin Ki Jagatsudana berbeda dengan kenyataan. Yang dilihat Ki Jagatsudana adalah empat orang anak buahnya sedang asyik mengeroyok Ki Asmoro Dewo dan orang itu sekarang sedang keteteran di serang bahkan mulai ada luka di sana-sini.

“Hahahahah! Asmoro Dewo! Dari dulu ilmu silatmu cuma segini saja!”

Harun di lain pihak mulai mempengaruhi para begundal itu agar berkelahi semakin jauh dari rumah, sementara di mata Ki Jagatsudana ke empat begundalnya sedang mengejar Asmoro Dewo yang sedang terpontang panting kabur. Dalam kenyataannya, setelah hampir satu kilo empat orang itu berlari sambil bacok-bacokan, mereka jatuh ke sungai yang tak jauh dari situ dan mati tenggelam.

Ki Jagatsudana tertawa terbahak-bahak dan segera meminum anggur yang ada di meja langsung dari botolnya. Rencananya setelah makan malam selesai mereka akan minum anggur, namun kini botol itu ditenggak habis oleh lelaki bejat itu.

Kini Harun sudah dapat konsentrasi karena tidak mempengaruhi empat orang begundal-begundal itu. Di tambah lagi, Anggur Perancis yang dipunyai ayahnya itu sangat keras buatan tahun 1920. Kini Ki Jagatsudana tidak peduli lagi dengan pertahanan mentalnya, melainkan mulai berpesta sendirian di ruang makan itu. Maka perlahan-lahan kekuatan pikiran Harun sudah mulai menyelimuti pikiran Ki Jagatsudana, walaupun lelaki itu belum menyadarinya.

Ki Jagatsudana baru sadar kembali bahwa Asih, wanita idamannya itu sedang tidur di meja makan. Dengan tergesa-gesa ia menarik jilbab pink Asih sehingga copot dan rambut hitam ibunya yang panjang hingga pangkal lengannya tertarik paksa sehingga menjuntai-juntai selama beberapa saat. Dijenggutnya Asih lalu dinikmatinya wajah perempuan yang indah itu.

“Harum tenaaaan… bangun sampeyan!” perintah lelaki itu.

Asih tiba-tiba terbangun dan seketika itu juga kaget bukan kepalang. Ia mendapati dirinya sedang dijambak Ki Jagatsudana yang sedang berdiri di sampingnya, sementara baik suami maupun anaknya tampak terkulai di meja makan.


Asih ingin berteriak, namun tiba-tiba saja Ki Jagatsudana menariknya ke belakang keras-keras sehingga perempuan itu terhempas ke lantai bersama kursi yang jatuh. “Jangan berisik! Lihat pisau ini!”

Dari lantai Asih melihat lelaki itu menaruh pisau yang digenggamnya di leher anak satu-satunya, Harun. “Jangan sakiti anakku!” teriak Asih sambil mengeluarkan air mata.

“Tenang saja, manis. Kalau kamu mau menurut, maka tidak ada yang akan aku lukai,” kata Ki Jagatsudana dengan perlahan sambil menghampiri Asih bak singa yang mengincar mangsanya di hutan.

Harun yang telah ’memegang’ benak musuhnya, belum melakukan apa-apa, melainkan melihat dulu apa yang akan musuhnya lakukan. Selain itu, kenyataan bahwa ibunya akan diperkosa membuat Harun menjadi horny dan rudalnya tahu-tahu sudah keras.

“berdiri!” bentak Ki Jagatsudana. Asih berdiri. “Buka bajumu!”

Asih terdiam sejenak, namun karena takut anaknya akan disakiti, akhirnya dengan tangan gemetar ia membuka pakaiannya. Dengan sedikit susah, kedua tangan Asih menjangkau resleting yang ada di belakang gaun pinknya yang lebar itu. Gaun itu biasa disandingkan dengan jilbab. Gaun yang lebar dan tidak menunjukkan aurat sama sekali. Gaun panjang semata kaki.

Setelah resleting sudah ditarik penuh, maka tali pinggang Asih kendorkan. Perlahan lalu Asih menarik pakaiannya sehingga sedikit demi sedikit tertarik ke bawah. Harun yang penasaran, mengintip. Kebetulan posisi tidur pura-puranya adalah menelungkupkan kepala di kedua tangan di meja, sehingga dengan sedikit mengubah posisi badannya, ia dapat melihat ibunya dan punggung Ki Jagat Sudana.

Perlahan-lahan bahu putih ibunya yang dihiasi tali BH terlihat. Perlahan pakaian itu terbuka lagi ke bawah memunculkan sedikit demi sedikit bagian dada Asih. Akhirnya setelah melewati cup BH, pakaian itu terjatuh ke lantai. Kulit ibunya putih namun agak kekuningan, sehingga tidak Nampak pucat, melainkan berkilauan menantang ditingkahi oleh lampu kamar makan.

BH dan celana dalamnya berwarna hitam yang sangat kontras dengan warna kulit tubuhnya yang ramping itu. Tonjolan dadanya yang masih berbungkus BH hitam itu menjadi lebih berkesan untuk dilihat. Lekuk bukitnya tampak makin terlihat dan makin menggairahkan. Apalagi dada itu kini naik turun disebabkan rasa takut, yang juga mengakibatkan peluh mulai berjatuhan.

Setelah Asih mandi, perempuan itu memutuskan untuk tidak memakai parfum, agar supaya tidak menarik nafsu para tamunya itu. Apalagi, Asih pun mandi tanpa menggunakan sabun. Bagi Asih, siapa tahu para tamunya itu tak menyukai bau badannya yang tanpa sabun ataupun parfum.

Namun, di malam yang sepi itu, angin dari pintu depan yang tidak tertutup rapat oleh para begundal, masuk dengan kencangnya, membanting pintu itu. Udara malam itu masuk terus ke dalam ruangan makan yang ada tidak jauh dari ruang tamu, pertama-tama menghantam badan Asih yang setengah telanjang dan berkeringat, kemudian angin itu bertiup lanjut ke arah Ki Jagatsudana dan Harun.

Bau tubuh Asih yang lembut tertiup jelas ke arah dua lelaki itu. Sontak kontol Harun berdenyut penuh nafsu, dan demikian pula Ki Jagatsudana. Nafsu sudah memuncaki kepala kedua lelaki itu.

Namun, hanya seorang yang memiliki kepala dingin. Dialah Harun. Dalam nafsunya, Harun mendapati musuhnya yang bernafsu itu kini sudah lupa daratan, suatu keadaan yang mampu ia gunakan. Maka, sesaat sebelum Ki Jagatsudana menerkam ibunya, kekuatan pikiran Harun yang sudah membungkus benak Ki Jagatsudana, kini sekuat tenaga dikerahkan untuk menggempur benak musuhnya itu.

***

BAB DUA BELAS : KEMENANGAN HARUN

Bila ditelaah secara lebih jauh, kemenangan seseorang bukan selalu berarti bahwa orang itu lebih hebat segalanya dari lawannya. Tetapi sang pemenang mampu menggunakan segala kesempatan yang baik, untuk memaksimalkan kemampuannya untuk meraih kemenangan itu. Itu yang biasa terjadi. Ada pula kemenangan yang diraih secara keberuntungan, ini yang tidak biasa terjadi. Biasanya orang yang karena beruntung dapat menang, maka akan sulit mengulangi kesuksesan itu. Lain halnya dengan orang yang menang karena kecerdikannya memanfaatkan peluang, atau point pertama tadi.

Demikianlah kemenangan Harun atas Ki Jagatsudana. Ini adalah kemenangan karena kecerdikan dan kesabaran. Dua hal yang tidak diterapkan Jagatsudana. Apakah kemenangan ini sepenuhnya karena kehebatan Harun? Tidak juga. Bila Jagatsudana tidak takabur, tentu saja tidak akan terjadi.

Yang jelas, kekalahan ini seakan sudah digariskan. Pertama, Ki Jagatsudana bertemu dengan ayah Harun, menganggap ayah Harun ini orang bodoh, lalu memutuskan untuk memanfaatkannya. Ia tidak tahu bahwa anak orang ini memiliki kemampuan yang tiada duanya dalam hal kebatinan. Kedua, dari semenjak melihat Asih, Ki Jagatsudana sudah mabok kepayang akan birahi kepada perempuan ini, sehingga banyak sekali mengurangi kemampuan batiniahnya. Ketiga, Ki Jagatsudana yakin bahwa di rumah Seto si goblok itu, dia tidak ada tandingannya.

Di lain pihak, Harun yang walaupun harus memerangi rasa takutnya, akhirnya mampu berpikir dan mencari strategi. Bukan strategi yang direncanakan jauh hari, melainkan strategi yang digunakan sesuai dengan perkembangan keadaan. Inilah kecerdikan yang jarang dimiliki paranormal lainnya.

Ya, kalau anda berfikir bahwa setelah kejadian ini Harun menjadi paranormal, maka tebakan anda benar sekali. Saking hebatnya Harun, maka banyak sekali orang-orang Jakarta yang datang ke tempat padepokan Harun. Banyak kisah yang diceritakan ketika Harun sudah dewasa dan menjadi paranormal kawakan, salah satunya “Akibat Ke Dukun”, yang dilaporkan oleh saudara Pemanah Rajawali dengan baik sekali.

Tentu saja saya tahu, para pembaca sudah mulai gerah, karena penutup bab sebelum bab ini, tidak dilanjutkan secara sequential di bab yang ini. Untuk itu saya mohon maaf, karena permulaan bab terakhir ini, saya rasa perlu saya tulis, sebagai mata rantai cerita lainnya, dan juga sebagai cooling down saya sendiri. Akhir bab sebelumnya yang fantastis hampir membuat saya edi tansil.


Baiklah kita mulai dari pada saat Harun menghancurkan benak Ki Jagatsudana. Ketika seluruh logika dan akal Ki Jagatsudana tertutup nafsu birahi saat melihat Asih yang cantik itu setengah telanjang di hadapannya, maka itulah saat yang sangat tepat untuk menyerang. Dan Harun tahu itu.

Harun yang sudah menggenggam benak Ki Jagatsudana, segera mengerahkan kekuatan pikirannya dan meremas benak musuhnya itu sekuatnya. Untuk hal ini, belum pernah ia lakukan dan ia tidak tahu konsekuensinya. Yang jelas, ketika akal Ki Jagatsudana yang tidak siap itu diremas dengan kekuatan Harun, benak itu hancur.

Betul, pikiran Ki Jagatsudana lenyap dari kepribadiannya. Ki jagatsudana hanya sempat berteriak kurang dari satu detik, untuk lalu terdiam. Harun tidak tahu bahwa ia memakai hampir seluruh kekuatannya ketika melakukan ini. Jadi, Ia tidak tahu bahwa ia dapat membuat seseorang menjadi tanpa kepribadian seperti itu.

Harun mendapati bahwa Ki Jagatsudana masih hidup secara ragawi, namun kepribadiannya kosong. Seluruh ingatan hidup ki Jagatsudana masih ada dan membekas di otak, namun pribadinya sudah hilang. Tidak ada ‘aku’ di dalam Ki Jagatsudana. Ki Jagatsudana sudah sirna.

Harun kemudian mempunyai ide yang brilian. Hanya orang sejenius Harun yang bisa memikirkan ini. Situasi Ki Jagatsudana bisa dibilang seperti orang yang sedang dicuci otaknya, hanya saja belum lengkap prosesnya. Proses pengosongan otak sudah selesai, kini menunggu pembentukan Pribadi yang baru.

Maka Harun menanamkan ide. Semacam menanamkan program computer, ke dalam otak tanpa kepribadian itu. Namun, sebelum memprogramnya, Harun menyirep ibunya dulu, karena waktunya belum pas. Setelah ibunya tertidur di lantai maka Harun mulai proses pemrograman itu.

Ternyata untuk membentuk Pribadi yang dapat berfikir sendiri, cukuplah lama dan susah. Perlu sekitar 5 jam untuk melakukannya, karena Harun harus mencoba dulu, bila kurang maka akan mencoba lagi yang lain dst. Dan setelah selesai, Ki Jagatsudana menjadi Pribadi yang baru, yaitu seorang manusia yang menuruti semua perintah dari Harun.

Kemudian Harun menyuruh ibunya berdiri, walaupun ibunya masih tertidur. Ibunya berdiri dengan mata terpejam. Ingatan ibunya direset sehingga seakan-akan kejadian ibunya buka baju baru saja terjadi. Kemudian Harun menyadarkan ibunya.

Asih yang mengalami modifikasi memory, dalam benaknya baru saja disuruh buka baju oleh Ki Jagatsudana. Rasa takut yang sama menghujamnya persis seperti yang 5 jam lalu terjadi.

“Kamu sangat cantik, sayang…” suara Ki Jagatsudana membahana tanpa emosi, membuat Asih bergidik. Lelaki itu menghampiri anak lelakinya lalu berkata, “Bangun bocah!”

Harun terbangun dan melihat ibunya yang setengah telanjang. Asih berusaha menutup tubuhnya. Harun berusaha menolehkan mukanya.

“Perempuan jalang! Kalo kamu menutup tubuh kamu, saya akan potong anakmu!”


Dengan panik Asih membuka kedua tangannya. Ia melihat anaknya yang memejamkan mata, dan merasa sedikit lega.

“Buka matamu, bocah! Kenapa malu melihat badan ibumu sendiri! Kalo kamu tidak mau, saya gorok lehermu!”

Harun menggeleng-geleng, namun Asih melihat bahwa leher anaknya mulai memerah tanda terluka.

“Harun! Buka saja, nak. Jangan mati konyol!”

Harun akhirnya membuka matanya. Ia menatap lantai, namun atas desakan Ki Jagatsudana, akhirnya Harun menatap tubuh ibunya erat-erat. Asih pun sudah tidak berusaha menutupi tubuhnya yang setengah telanjang.

“Jalan ke kamar tidurmu!”

Maka Asih mendahului kedua lelaki itu dan berjalan ke kamar tidurnya. Ki Jagatsudana membawa serta Harun yang ditodong dengan pisau pada bagian lehernya. Setelah sampai di kamar tidur, Asih disuruh membuka semua pakaian dalamnya.

Rasa takut yang melanda Asih, membuat udara serasa panas. Badan wanita itu sudah mulai dihiasi peluh ketika sampai di kamar tidur. Kipas angin masih dalam posisi mati, sehingga ketika Ki Jagatsudana menutup pintu, keadaan ruang tidur tidak membantu sama sekali dan Asih mulai mandi keringat.

Harun merasakan burungnya berdenyut-denyut ketika melihat ibunya membuka BH dan dua buah payudara ibunya yang bulat dengan puting mengacung keras ke atas terpampang jelas. Apalagi ketika ibunya membuka celana dalamnya dan menunjukkan jembutnya yang rapi tercukur menghiasi bibir kemaluannya yang mengintip sedikit dari selangkangan.

“Bocah! Ternyata kamu kurang ajar juga! Lihat burung kamu itu tegak melihat tubuh indah ibumu sendiri! Dasar bocah mata keranjang!”

Asih melihat celana Harun, dan memang terlihat cetakan panjang dibagian depan celananya itu. Harun terangsang melihat dirinya.

“Buka celanamu!”

Harun terlihat kaget. Ia menggeleng-geleng, namun pisau Ki Jagatsudana secara cepat mengancam selangkangannya.

“Kalo kamu malu, biar kupotong saja burungmu! Kamu sudah nafsu melihat tubuh ibumu sendiri, ngapain malu? Tunjukkin nafsumu pada ibumu!”

Asih merasakan kata-kata Ki Jagatsudana demikian tak sopan. Tapi entah kenapa, tubuhnya merasakan birahi juga. Semenjak anaknya bangun, Asih pertama kali merasa malu, namun mengingat mereka berdua sempat dekat tidak selayaknya ibu dan anak, bahkan sudah saling masturbasi, Asih mau tidak mau merasa terangsang juga. Apalagi selama ini ia sering memikirkan keintiman mereka dalam bayangan dan melakukan masturbasi juga dengan membayangkan keintiman itu.

Asih merasa serba salah. Ketika anaknya diancam akan dipotong burungnya, Asih segera berkata, “Buka saja, sayang. Ikuti kemauan lelaki ini. Jangan melawan. Sayangi nyawa, nak.”

Maka Harun membuka celananya dan Asih terkaget juga melihat kontol anaknya yang besar dan menghitam. Kontol suaminya panjangnya hanya 13 senti, namun kontol anaknya tampaknya sekitar 17 senti dan gemuk. Anaknya masih remaja. Bagaimana nanti kalau sudah dewasa? Pikiran ini membuat memek Asih mulai basah oleh cairan vagina, selain oleh keringatnya yang sudah banjir dari tadi.

“Kamu suka lihat ibu kamu telanjang, bocah?”

Harun tidak menjawab. Tiba-tiba Ki Jagatsudana menempelengnya sehingga jatuh.


Asih berteriak, “Jawab saja, nak…”

“saya… ti… ti… ti…” kata Harun terbata-bata. Tentu saja semua ini sandiwara. Harun dengan tenaga pikirannya mengendalikan Jagad Sudana. Jagad Sudana kini adalah boneka yang dapat sekehendak hati dikendalikan oleh Harun.

“Kalo kamu bohong sekali lagi, saya sayat leher kamu!”

“Tidak apa-apa, nak… jawab saja…” perintah Asih.

“Apa kamu suka lihat Ibumu telanjang?”

“Iya!”


“Bangun dari situ dan hampiri ibumu. Bilang ke ibumu kamu suka apa?”

Perlahan-lahan Harun menghampiri ibunya yang sedang berdiri di kaki tempat tidur. “Ibu…”

Hening.

Ki jagatsudana berteriak, “Perempuan sundal! Kalo anakmu ngomong, ya kamu jawab juga! Memangnya dia bicara sama tembok? Ulang lagi, bocah!”

“Bu…”

“Ada apa, nak?”

“Harun suka melihat ibu…” suara Harun seakan tercekat.

Takut dimarahi lagi, Asih segera menimpali, “Melihat apa, nak?”

“Melihat ibu telanjang seperti ini…”

“Kenapa, nak?”

“Karena ibu cantik…”

“Terima kasih, nak…”

Lalu hening karena Asih juga tidak tahu harus bilang apa lagi. Ia tidak yakin maunya Ki Jagatsudana itu apa.

“Bocah, kontolmu itu tegang. Pasti kamu nafsu sama ibumu kan? Ayo bilang ke ibumu! Dasar bocah ga tau sopan santun!”

“Ibu…”

“Ya, anakku…”

“Aku nafsu sama ibu…”

“Nafsu sama ibu?”

“Nafsu sama apanya Ibumu?” potong Ki Jagatsudana. “Perempuan, minta anakmu untuk menjelaskan.”

“Kamu nafsu sama ibu? Bagian mananya ibu yang kamu nafsu?” kata Asih perlahan dan sedikit tercekat, karena vaginanya sudah basah kuyup mengeluarkan bau tubuhnya yang mulai birahi.

Hening sejenak. Harun menelan ludahnya seakan berpikir lalu berkata, “Iya, bu… kalau dekat begini… Harun bisa mencium bau tubuh ibu tanpa sabun dan parfum. Harun sukaaaaaa banget… nafsuuuuuu bangeeeeet…”

“Perempuan! Tidur di kasur! Buka tanganmu! Biar anak durhakamu ini mencium bau tubuh kamu. Masa’ sukanya sama bau keringat? Dasar gemblung! Biar bocahmu semaput sama bau ketekmu!”

Asih menghempaskan diri di tempat tidur. Badannya sudah lengket karena keringat. Setidaknya dengan tidur keringat dipunggungnya dapat diserap seprai. Baru saja Asih mengangkat kedua tangannya, Harun telah ada di sampingnya dengan tubuh sedikit gemetar menahan gejolak yang seakan ingin meledak saat itu juga. Asih melihat wajah anaknya yang berbinar-binar. Seakan-akan anaknya itu adalah manusia yang paling Bahagia di dunia ini.

Dan memanglah sebenarnya kali ini Harun merasakan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Harun merasa telah sampai ke surga. Surga dunia. Orang bilang surga ada di telapak kaki ibu, namun menurut Harun, surga adalah ibu kandungnya. Dan sudah lama sekali Harun ingin memiliki surga ini. Kini, surga yang begitu ingin ia dapatkan tergolek pasrah di sampingnya tanpa busana, dengan peluh yang membasahi sekujur tubuh yang indah itu, sehingga mengeluarkan wangi tubuh yang begitu merangsang yang memenuhi rongga hidung Harun dan mengirimkan sinyal birahi ke otaknya.

Mata Harun dengan rakusnya menjelajahi lekak lekuk tubuh ibunda kandungnya yang telanjang bulat itu. Dua buah gunung kembar yang mancung dengan puting menonjol begitu menantang kejantanan Harun. Kulit putih dan mengkilat karena keringat bak berlian yang telah diasah sampai berbinar mewah dan anggun. Perut ibunya yang rata, tidak berotot, namun rata. Tidak buncit sedikitpun. Perut yang dihiasi lembah kecil pusar yang seakan kedalamannya tak terukur oleh matanya. Dan di bawah perut, terhampar permadani yang rapi tercukur, sebagai dinding pertahanan yang menjaga lubang rahasia milik ibunya, yang terlihat sedikit dari sudut pandang Harun. Dua bibir luar vagina ibunya yang menutup memperlihatkan garis panjang yang hanya terlihat ujung atasnya karena sisanya tertutup oleh kedua paha ibunya yang basah penuh keringat.

Entah berapa lama Harun menatapi keindahan tubuh ibunya yang tanpa busana sehelaipun itu, ketika akhirnya kedua mata Harun bentrok dengan kedua mata ibunya. Tanpa disadari, pikiran ibunya merembes masuk ke dalam pikiran Harun. Harun dapat merasakan pertentangan dalam benak ibunya itu.

Di satu pihak, memperhatikan Harun menatapi tubuh telanjangnya, membuat Asih sedikit demi sedikit bertambah birahinya, namun di lain pihak, Asih tahu bahwa apa yang sekarang terjadi, dan apa yang nantinya akan terjadi, adalah hal yang sangat tabu. Bagi masyarakat, ini semua adalah suatu dosa besar. Bahkan, bagi Asih sendiri pun, hal ini adalah sesuatu yang tidak pernah ia inginkan. Hanya saja, belakangan ini, ada suatu kekuatan yang membuat ia menjadi nafsu kepada anaknya sendiri.

Asih tahu bahwa Harunpun bernafsu kepada dirinya. Pengalaman kemarin ketika mereka asyik memasturbasi satu sama lain menunjukkan ini. Asih dapat melihat dari gelagat, perilaku dan bahkan perlakuan Harun yang semakin menunjukkan perasaan cinta bukan hanya cinta kepada ibu kandung, melainkan cinta yang diselubungi nafsu, cinta seorang lelaki kepada perempuan. Cinta yang mengandung intonasi seksual.

Asih tahu semua ini tidaklah pada tempatnya. Dan bila situasinya berbeda, tentu ia tidak akan menjadi sepasrah ini. Asih terlalu mencintai Harun untuk membiarkan anak itu melakukan hal-hal yang tabu kepada dirinya. Karena hal seperti ini tentu akan berdampak pada jiwa seorang anak. Pokoknya, Asih akan berjuang sekuat tenaga untuk menolak Harun bila Harun meminta hal tabu kepada dirinya, walaupun sebenarnya Asih sendiri menginginkannya juga.

Tetapi semuanya sekarang berubah. Nyawa anaknya kini terancam. Ketika Asih melihat Harun dilukai, walau hanya sedikit oleh lelaki jelek yang tidak bermoral itu, naluri keibuan yang dimiliki Asih langsung keluar. Asih tidak ingin anak yang ia lahirkan, ia rawat sampai kini besar menjadi seorang remaja yang ganteng dan maskulin, menghadapi marabahaya. Asih akan melakukan apa saja demi kelangsungan hidup anaknya ini. Dan tampaknya, Asih akan terpaksa melakukan hal yang selama ini ia anggap tabu, hal yang selama ini dengan sekuat tenaga telah ia coba untuk menolaknya. Namun, yang dilain pihak, sesuatu yang ia juga ingin rasakan. Sesuatu yang menyentil perasaan keingintahuannya. Sesuatu yang membakar kenakalan dalam dirinya. Sesuatu yang ia harapkan namun sesuatu yang menakutkan di saat yang sama.

Terancamnya nyawa Harun, kini seakan memudahkan segala sesuatu. Asih tidak perlu lagi berdebat dengan diri sendiri. Tak perlu lagi memikirkan moralitas. Tak perlu lagi memikirkan norma-norma masyarakat. Tak perlu lagi menuding diri sendiri sebagai pelacur. Karena apa yang akan terjadi, semuanya adalah demi kehidupan anaknya. Semuanya demi cinta. Segala sesuatu yang salah, akan menjadi benar, atas nama cinta. Karena kesalahan akan menjadi pengorbanan dan kenikmatan yang nantinya diharapkan bukanlah tujuan, tetapi akibat yang dimulai dari: CINTA.

Ibu dan anak itu berpandangan cukup lama. Si anak membaca pikiran ibunya tanpa setahu si ibu. Namun sang Ibu, menatap penuh cinta kepada anaknya dan untuk pertama kalinya di malam itu, ia memberikan senyum yang sangat manis kepada anaknya. Wajah Harun yang penuh rasa cabul menjadi berubah. Harun pun akhirnya tersenyum. Dan jauh di lubuk hati Harun, ada sedikit penyesalan. Karena kini ia tahu bahwa ibunya sangat mencintai dirinya. Cinta yang tulus. Bukan nafsu yang selama ini Harun rasakan kepada ibunya. Mata Harun yang tadi nanar karena birahi, kini menjadi teduh. Ada sedikit penyesalan di matanya. Namun, ibunya berkata dengan suara lirih,
“Ibu tresno kamu, Le…”

***

BAB TIGA BELAS : KASIH IBU KEPADA HARUN

Ki Jagad Sudana mendengar suara lirih Asih yang membisikkan kata-kata yang nadanya seharusnya didengar keluar dari mulut seorang kekasih. Namun kini diucapkan oleh seorang ibu kepada anak kandungnya. Bila Ki Jagad Sudana masih menjadi diri sendiri, tentunya dia akan terpengaruh juga, menjadi terangsang karena ini. Namun, kini Ki Jagad Sudana hanya seorang manusia yang pada dasarnya boneka yang dimiliki Harun, sehingga nuansa erotis yang sangat kental di kamar itu, tidak berpengaruh apa-apa terhadapnya.

Lalu terdengar suara pelan Harun menjawab perkataan ibunya, “Harun mencintai Ibu sudah sedari dulu. Karena Ibu adalah perempuan yang paling cantik, paling baik, paling indah yang Harun kenal. Harun ingin memiliki Ibu sepenuhnya. Jiwa dan raga Ibu. Harun ingin menyatu dengan Ibu…”

Dengan perlahan Harun menopang tubuhnya dengan kedua tangannya tanpa menyentuh ibunya, walaupun ia masih duduk di samping ibunya. Kedua tangannya bertumpu di samping kiri kanan tubuh telanjang ibunya. Harun lalu secara perlahan, sambil menikmati bau tubuh ibunya yang memancar keluar dari ketiak yang terbuka, sedikit demi sedikit menurunkan tubuhnya mendekati tubuh bugil ibunya.

Lama kelamaan wajah ibu dan anak itu semakin mendekat. Masing-masing merasakan hawa panas yang memancar keluar dari kulit wajah mereka. Nafas mereka pun semakin dirasakan satu sama lain. Udara terasa lebih panas berkali lipat karena mereka berdua menyadari bahwa hubungan mereka mulai berubah dari yang seharusnya menjadi yang tak seharusnya.

Akhirnya bibir mereka menempel perlahan. Mereka belum membuka mulut karena sentuhan bibir mereka terasa menyengat. Bagaikan terkena setrum listrik ribuan volt, yang mengirimkan sinyal elektrik penuh birahi yang menguasai seluruh jaringan tubuh mereka. Bahkan gejolak nafsu birahi mereka membuat badan mereka gemetar perlahan karena mengantisipasi sebuah kenikmatan yang sangat tabu.

Harun merasakan bibir basah dan hangat milik ibunya mengecup balik bibirnya. Ada perasaan yang berbeda, dibanding mencium ibunya ketika ibunya tertidur. Kini ibunya terbangun dan mencium balik. Berbeda juga ketika waktu itu Harun menciumi punggung ibunya, karena saat itu hanya punggung ibunya yang boleh diakses oleh Harun. Fakta bahwa ibunya balas mencium membuat Harun begitu Bahagia, ia sendiri kesulitan untuk mengungkapkan perasaan ini.

Pertama-tama bibir mereka menempel perlahan. Bagaikan sentuhan angin dikulit, suatu sentuhan yang sangat ringan tanpa tekanan. Seakan hendak melewati saja tanpa ada tekanan dan paksaan. Namun, sentuhan itu sedikit demi sedikit bertambah tekanannya, karena Harun mulai menekan bibir ibu kandungnya dengan bibirnya. Namun, Harun ingin mengingat malam ini selamanya, sehingga Harun tidak mau tergesa-gesa, tidak mau kenikmatan yang pertama kalinya akan ia rasakan dengan ibunya dengan cepat berakhir. Harun ingin menikmati detik demi detik kebersamaannya dengan ibunya dengan penuh penghargaan.

Akhirnya Harun dan ibunya mulai mengecupi bibir satu sama lain. Kecupan yang masih ringan, perlahan dan berbunyi pelan. Suara kecil kecupan itu hanya mereka berdua yang mendengar, ditingkahi oleh suara nafas mereka yang sedikit demi sedikit mulai menjadi cepat secara gradual. Kemudian Asih mulai tidak tahan dan menggunakan kedua tangannya untuk mendekap wajah anak kandungnya, sementara bibirnya mulai bertambah keras mengecupi bibir anaknya dibarengi dengan kedua tangannya yang mulai menarik kepala anaknya agar semakin menekan.

Perubahan gerakan yang sebenarnya biasa saja, justru bagi mereka berdua yang sedang asyik, menambahi bumbu dalam masakan birahi yang sedang mereka berdua goreng bersama. Harun merasakan ada suatu desakan kecil dari ibunya, dan juga dari dalam hatinya sendiri, untuk menambahkan kecepatan dan ketegasan dalam cumbuannya kepada ibunya.

Maka Harun sambil mengecup keras bibir ibunya, ia membuka mulutnya perlahan dan menggunakan sedikit ujung lidahnya untuk menyapu bibir ibunya. Lidah Harun merasakan bibir basah ibunya begitu hangat dan nikmat. Asih yang merasakan jilatan anak kandungnya pada bibirnya, menjadi bertambah horny, dan tanpa disengaja mengeluarkan suara bergumam dari dalam mulutnya yang tertutup ditambah dengan dengusan dari hidungnya selama beberapa saat, sebelum akhirnya mulai membuka mulut mungilnya dan mengeluarkan lidahnya pula untuk menyambut serangan lidah anaknya.

Pada pertama kali kedua lidah mereka bersentuhan, Harun merasakan bagai dalam dunia mimpi. Sudah ribuan kali ia memimpikan berciuman dengan ibunya, namun baru kali ini dirasakan. bagi Harun, inilah saat paling Bahagia yang pernah ia rasakan selama hidupnya. Untuk merasakan lidah ibunya yang hangat, basah dan licin, bersentuhan langsung dengan lidahnya sendiri, adalah pengalaman yang mengalahkan sensasi nikmat lainnya di dunia.

Harun memulai ritme berciuman dengan lidah, atau French Kisss, dan ibunya mengikuti irama itu. Kedua mulut ibu dan anak itu saling mengecup, mencium, menempel, membuka dengan irama yang begitu padu, seakan mereka sudah lama sekali melakukan ini berdua. Harun begitu menikmati mencumbu mulut ibunya, karena sambil berciuman, ibunya terus menerus mengeluarkan suara bergumam bahkan desahan tiap kali membuka mulutnya.

“Mmmmmmuaahhhhh… hhhhmmmhhh... aaahhh… hmmmmmm… ahhh…”

Kedua lidah mereka saling menjilat. Bibir mereka saling berpagutan. Kadang kala Harun asyik meleletkan lidah cukup lama, agar dapat menjilati lidah, bibir bahkan rongga mulut ibunya. Bahkan sempat, Lidah Harun menyusuri gigi depan ibunya baik atas dan bawah, dengan nakal menjelajah gusi ibu kandungnya, atau menjilati lidah ibu kandungnya dengan penuh nafsu. Di lain saat kedua bibirnya asyik mengenyoti bibir ibunya, baik atas maupun bawah.

Perlahan Harun mulai menindih tubuh ibunya. Asih melepaskan tangan dari wajah Harun dan memeluk tubuh penuh keringat anaknya. Ia merasakan kedua kaki anaknya menyelusup ke antara kakinya, hingga Asih membuka kedua kali dengan menarik betis ke atas. Perlahan tapi pasti beban tubuh Harun bertumpu pada tubuh telanjang Asih. Dada Harun menempel pada dada ibu kandungnya itu. Asih merasakan batang kontol Harun menindih perut bawahnya, tepat bersemayam di atas jembutnya yang sudah basah baik oleh keringat dan juga cairan kewanitaannya.

Harun menyelipkan kedua tangannya ke balik punggung ibunya dibantu dengan Asih yang sedikit mengangkat tubuh sambil memeluk punggung Harun sehingga mudah bagi Harun memeluk ibunya. Harun kini menindih ibu kandungnya sambil saling berpelukan erat. Sementara, keduanya terus asyik berciuman. Keringat mereka kini menjadi bercampur.

Sekarang mereka mulai dikuasai oleh nafsu birahi yang melenyapkan segala pikiran logis mereka. Bahkan Asih sudah lupa bahwa Ki Jagad Sudana masih ada di sana menonton mereka berdua. Bila saja Asih tidak dikuasai nafsu seperti ini, tentunya ia akan curiga kenapa Ki Jagad Sudana yang begitu galak dan vocal tadi, kini terdiam seribu bahasa. Ki Jagad Sudana kini sedang tidak diperintah oleh Harun, berhubung Harun juga sedang dikuasi nafsu seksual seperti ibunya dan lupa dengan segala-galanya. Yang ada di pikirannya adalah ibunya. Hanya menggauli ibunya menjadi focus pikirannya.

Kini Harun mencumbu ibunya bak setan yang kelaparan. Tangannya memeluk erat ibunya sambil kepalanya bergoyang ke kanan ki kiri menikmati cumbuan dua pasang bibir yang sudah basah oleh campuran liur mereka. Asih mengelusi punggung dan bagian belakang kepala anaknya, sementara ia sendiri menggoyangkan kepala sesuai irama tubuh anaknya. Suara kecupan keras ditingkahi oleh desahan, gumaman bahkan erangan kecil Asih membahana di kamar tidur yang seharusnya menjadi peraduan dirinya dan suaminya.

Entah berapa lama mereka asyik bercumbu dengan berciuman. Sampai akhirnya Harun melepaskan ciumannya lalu menatap ibunya dengan penuh nafsu sejenak. Kemudian perlahan Harun mulai menjilati leher ibunya yang penuh keringat. Asin peluh ibunya tidak membuat Harun jerih, melainkan bertambah nafsu karena sekarang ia dapat merasakan tubuh ibunya pada lidahnya. Setiap jengkal leher ibunya habis ia jilati, kecupi dan kenyoti. Sehingga tak lama leher jenjang dan putih ibunya bertambah hiasan cupang merah di sana sini.

Tak puas sampai di situ saja, Harun mulai menurunkan kepalanya kebahu kiri ibunya. Sepanjang jalan lidahnya menyapu kulit penuh keringat ibunya, sambil terkadang menghadiahi kulit mulus dan halus itu dengan hiasan cupang merah dalam perjalannya ke pangkal lengan. Ketika sudah mendekati ketiak ibunya, Harun memegang tangan kiri ibunya yang sedang mendekapnya, lalu menarik tangan itu ke atas sehingga ketiak ibunya terbuka lebar.

Ketiak ibunya sungguh indah bukan kepalang. Kulit ketiaknya sedikit lebih putih dari kulit tubuh yang lainnya. Namun, ada sedikit bulu-bulu halus keriting mencuat keluar di tengah ketiak ibu kandungnya itu. Ketiak itu basah total, bahkan bulu ketiak ibunya tampak lepek karena basah oleh peluh yang sedari tadi mengalir keluar. Bau tubuh ibunya membuat Harun seakan pusing tujuh keliling dimabuk asmara.

Serta merta Harun menggagahi ketiak kiri ibunya itu. Asih merasa geli, namun nafsu birahi mengalahkan perasaan geli itu. Asih merasakan betapa tabunya lidah anaknya menggelitiki bulu ketiaknya yang tidak begitu lebat itu, namun betapa menggairahkan perasaan itu. Di satu pihak ia tahu hal ini tidak seharusnya dilakukan, tapi dilain pihak, fakta bahwa ini adalah sesuatu yang melawan norma dalam masyarakat, malah justru menambah daya kekuatan birahi yang ia rasakan.

Harun menikmati rasa di lidahnya, saat bulu keriting dan halus yang diselimuti bau tubuh ibunya itu dijepit oleh lidah dan rongga atas mulutnya. Lidahnya ia mainkan membelai-belai bulu ketiak ibunya, sambil sesekali ia menyedot-nyedot bulu ketiak ibunya itu seakan ingin menghisap sari pati dan esensi dari keindahan ibunya. Lalu ketiak ibunya ia jilati bagaikan anjing sedang minum susu di mangkuk. Seluruh daerah ketek ibunya itu telah dijelajahi lidah, bibir dan mulutnya.

Kemudian akhirnya bibir Harun menyusuri gundukan payudara kiri ibunya. Asih kini mulai mengerang-ngerang tanpa kenal rasa malu mengantisipasi kedatangan mulut nakal anaknya di daerah dadanya. Untuk pertama-tama, Harun sengaja tidak menyerang pentil ibunya secara langsung, karena ia ingin menjelajahi bukit dari bawahnya dahulu.

Harun menjilati dan mengenyoti gundukan tetek ibunya dengan rakus dan penuh nafsu. Seluruh keringat ibunya yang masih mengalir keluar ia selomoti seakan ia sedang haus dan ingin minum air keringat yang dihasilkan ibunya. Dan memanglah Harun sedang haus. Haus akan cinta ibu kandungnya. Haus akan cinta seorang lelaki dan perempuan. Haus akan cinta dan berahi.

Sementara, tangan kiri Harun kini sudah tidak mendekap ibunya. Tangan itu ia tarik untuk mulai membelai-belai dan meremas perlahan payudara sebelah kanan ibunya. Asih memegang tangan kiri Harun dengan perlahan seakan menyemangati anaknya untuk terus melakukan itu. Sementara tangan kanan Asih masih mendekap kepala anaknya yang sedang asyik menikmati payudaranya.

Otot payudara ibunya begitu lembut dan kenyal. Bagi lelaki yang berpengalaman, tentunya di kepalanya ketika melihat buah dada wanita yang mancung seperti tetek Asih, maka dalam benaknya akan membayangkan tetek itu memiliki otot yang kuat sehingga mampu berdiri mengacung dan menantang. Tetapi, bagi yang berpengalaman seperti harun akan tahu, bahwa payudara wanita yang indah itu memiliki kumpulan otot yang begitu lembut namun kenyal. Tidak seperti bayangan di otak para perjaka yang belum matang.

Harun begitu menikmati betapa mulusnya kulit ibunya itu. Putih, halus dan bersinar. Bagaikan porselein dari cina namun terbuat dari sutera. Sungguh perpaduan yang akan membuat semua lelaki normal di dunia ini bertekuk lutut di depan perempuan bak dewi yang turun dari kahyangan.

Memikirkan itu, Harun begitu trenyuh. Ia akhirnya mendapatkan perempuan secantik ibu kandungnya. Benar-benar seperti bidadari yang baru turun dari kahyangan. Harun baru tahu kenapa Jaka Tarub begitu tidak tahu malunya mencuri selendang sang bidadari, karena kinipun Harun menggunakan tipu muslihat agar bidadari yang adalah ibu kandungnya sendiri, dapat jatuh ke tangannya. Bila ini adalah cerita silat, maka Harun tentunya adalah salah satu pendekar pemetik bunga, dan kini adalah saat di mana ia memetik bunga yang terindah di dunia.

Dengan satu gerakan yang tidak bisa dibilang anggun, Harun akhirnya memasukkan pentil tetek ibunya kedalam mulutnya yang membuat Asih mengerang keras penuh nikmat. Dirasakan harun pentil ibunya mengeras di lidahnya. Harun menyedot pentil itu keras-keras karena gemas dan birahi. Bagaikan bayi kelaparan, Harun mengenyoti tetek ibu kandungnya yang sudah tidak memiliki susu lagi.

Cukup lama Harun mengenyoti payudara kiri ibu kandungnya sambil meremasi buah dada yang sebelah kanan. Lama kelamaan ada sedikit cairan yang keluar. Rasanya sedikit pahit namun Harun dapat merasakan bau tubuh ibunya pada cairan tubuh itu. Bau yang begitu ia kenal karena tadi lama menikmati ketiak ibunya. Cairan tetek ibu, itu menurut pikiran Harun.

Tak lama buah dada yang sebelah kanan menjadi bulan-bulanan harun juga. Kini payudara kiri yang sudah dipenuhi liur Harun gentian di emek-emek oleh tangan kanan Harun. Harun menjilati dan mengenyoti belahan dada ibunya untuk kemudian menjelajah bukit sebelah kanan itu di mulai dari dasar payudara itu. Sehingga kini hampir seluruh dada telanjang ibunya yang tadinya penuh keringat kini bercampuran juga dengan air liur si bocah hipersex, selain berhiaskan cupangan di sana sini.

Cukup lama juga Harun menikmati buah dada ibunya yang sebelah kanan. Membuat ibunya tak mampu menahan gejolak birahinya. Kontol Harun yang tadi bersandar di jembut ibunya, kini sudah melintang di depan bibir memek ibunya. Asih kini menggerakkan pantatnya maju mundur, menyebabkan klitorisnya kini menggeseki batang kontol Harun bagian bawahnya.

Harun menikmati sensasi baru ini, bagian bawah kontolnya merasakan bibir memek ibunya yang sempit itu sedikit membuka sehingga ia dapat merasakan kehangatan yang menguar dari vagina ibunya. Vagina ibunya sudah basah total. Tampaknya tidak ada lagi bagian yang kering sekujur tubuh ibunya. Entah karena keringat, air liur Harun atau cairan pelumas dari dalam lubang kenikmatan Asih sendiri.

Sekarang bau tubuh ibunya dan bau tubuh Harun sudah menguasai kamar. Bau tubuh ibunya yang makin santer tercium keluar dari selangkangan ibunya. Bau tubuh yang membuat kontol Harun berdenyut-denyut siaga, seakan berkata, “Mana lubangnya?!!”

Ketika Harun mulai menyedoti pentil tetek kanannya, Asih menjadi kalap, sambil menggenggam kontol Harun yang besar itu dengan tangan kanannya, ia setengah berteriak berkata, “Harun anakkuuuuu… masukkan burungmu ke dalam tempik ibu, naaaaakkkkk…”

Harun sambil terus mengenyot tetek ibunya, mengangkat pantatnya, sementara kontolnya masih digenggam ibunya. Ibunya lalu menarik kontol itu, di usap-usapkannya ujung kontol Harun sepanjang celah memeknya sehingga bibir luar memeknya itu membuka karena tersibak Palkon Harun, dan menyebabkan palkon Harun mulai diselimuti cairan kewanitaannya, membuat kepala kontol harun yang besar terminyaki dengan baik.

Lalu Asih memposisikan kontol itu di lubang vaginanya. Sedikit palkon anaknya terbenam di lubang sempitnya yang sudah basah.

“Tekan, sayangku…” kata Asih penuh dengan birahi.

Harun lalu menekan pantatnya. Kontolnya susah payah masuk sedikit demi sedikit di lubang vagina ibunya yang terasa panas dan licin namun sangat sempit. Terdengar bunyi plok! Dan kepala kontol Harun melewati celah vagina ibunya dan masuk ke dalam lubang memeknya.

“Aduuuuuuh…” jerit Asih, ”Tahan dulu… belum pernah ada yang sebesar ini masuk sebelumnya. Bahkan kamu dulu lahir di cesar… tunggu dulu… sakiitttt…”

Asih merasakan benda tumpul besar menghujam vaginanya dan membuat lubangnya terpaksa menelan benda besar itu sehingga lubang kecil vaginanya seakan direnggangkan secara paksa. Sementara itu, Harun merasakan vagina ibunya sempit sekali, hampir mirip ketika ia memerawani Atik dan Janna. Walaupun vagina ibunya tidak sesempit anak perawan, namun cukup sempit sehingga membuat Harun lupa diri.

Dinding vagina ibunya dengan keras menjepit palkonnya. Dinding itu begitu ketat namun hangat dan licin. Selama semenit Harun dapat menahan gejolak, namun akhirnya ia merangkul ibunya kuat-kuat lalu menghujamkan kontolnya dalam-dalam.

“Aaaaahhhhhh…” teriak Asih ketika kontol besar Harun menghujam keras ke dalam lubang memeknya. Hebatnya lagi, ia merasakan ujung kontol Harun bahkan keluar dari lubang vaginanya sehingga mencapai permulaan rahimnya.

Sensasi ini belum pernah seumur hidup dirasakan Asih. Ada benda yang mengganjal lubang memeknya bahkan sampai ke rahim. Asih merasa penuh. Terombang-ambing antara sakit dan nikmat yang belum pernah ia rasakan.

Harun merasakan hal yang lain. Ini adalah cita-citanya dan ternyata terjadi. Oleh karena itu ia untuk sementara diam membeku, untuk merasakan seluruh sensasi saat itu. Seluruh batang kontolnya sudah ambles di dalam vagina ibunya. Seluruh dinding vagina ibunya itu kini menjepit kontolnya erat-erat. Namun, lama kelamaan ia sadari bahwa dinding itu seakan membuka menutup. Walaupun tidak terlalu keras terasa, tetapi tetap terasa. Dinding memek ibunya membuka menutup seirama denga nafas ibunya yang memburu.

Lama lama Harun menjadi gelap mata lagi karena nafsunya memuncak lagi. Dinding vagina ibu kandungnya itu bagaikan memijat kontolnya. Daerah paling rahasia dan intim yang dimiliki ibunya, dan yang hanya boleh dikunjungi bapaknya, kini secara tak bermoral telah ia masuki. Bahkan organ intim ibunya itu kini memijati kontolnya yang penuh dengan nafsu bejat.

Sambil terus mengenyoti payudara ibunya, -karena tinggi badan ibunya yang lebih tinggi daripadanya membuat saat mereka bersetubuh seperti ini, mulut Harun menjadi sejajar dengan dada ibunya yang membuat menetek sambil bersebadan merupakan posisi yang sangat pas- Harun mulai memompa perlahan memek ibunya dengan kontolnya.

Asih sudah mulai terbiasa denga besarnya kemaluan anaknya itu. Dan kini membiarkan anaknya menggesekkan kontolnya di dalam lubang memek ibunya itu secara perlah. Kini kedua tangan Asih kembali mendekap anaknya, dengan satu tangan membelai rambut anaknya yang sedang meneteki payudara kanannya.

Lama kelamaan Harun merasakan liang surgawi ibunya itu menjadi semakin licin. Sehingga usahanya untuk menggenjot ibunya menjadi semakin mudah. Akhirnya ia mulai mengentoti ibu kandungnya hingga terdengarlah suara selangkangan berpadu. Kini Harun telah betul-betul berhubungan seksual dengan ibu kandungnya.

Adalah sesuatu yang tidak ada bandingannya di dunia ini, menurut Harun, bersetubuh dengan ibu kandung sendiri. Rasanya mengalahkan saat ia menyetubuhi wanita-wanita lain. Entah kenapa persetubuhan ini seakan menjadi puncaknya. The ultimate fuck. Mungkin karena Harun telah pulang lagi ke tempat dulu ia berasal. Sembilan bulan ia tinggal di dalam rahim ibunya, kini, kemaluannya telah pulang ke rumah. Kembali berkunjung setelah sekian tahun berpisah. Sebuah reuni yang dipenuhi nafsu yang begitu nikmatnya dirasakan.

Ki Jagad Sudana menatap kekosongan, sementara seharusnya ia memperhatikan yang terjadi di atas tempat tidur. Seorang anak sedang asik menggagahi ibu kandungnya sendiri. Mereka mendesah, mengerang, bergumul dalam luapan asmara diiringi alunan music selangkangan beradu.
Dalam puncak asmara, kedua insan ibu dan anak itu akhirnya berteriak sambil menikmati orgasme pertama mereka saat bersebadan. Harun menyemproti rahim ibunya dengan bakal anak di dalam cairan pejunya.

***


PENUTUP

Masih banyak kejadian yang dialami Harun setelah ia pertama kali meniduri ibu kandungnya sendiri. Namun untuk menceritakannya dengan cepat dan menaruhnya dalam suatu ikhtisar, sangatlah tidak adil untuk cerita itu sendiri.

Tahukah kau bahwa Harun adalah dukun yang pernah saya ceritakan terpisah di tempat lain? Ya, dalam cerita Akibat Ke Dukun.

Untuk bisa sampai ke saat Harun telah menjadi dukun sukses, Harun melewati berbagai rintangan, halangan, pengalaman, baik maupun buruk. Sedih dan senang. Pertemuan dan perpisahan. Harun melampaui banyak hal sebelum ia menjadi orang yang sukses. Bukan. Bukan sukses karena harta. Tetapi sukses, karena Harun pada akhirnya menemukan kedamaian.

Apakah nanti ada cerita mengenai Harun lagi? Biarlah waktu yang ‘kan membuka segalanya pada waktunya. Tidak pernah terlalu cepat, tidak pernah terlalu lambat. Karena waktu bergulir tanpa pernah merubah kecepatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar