Sabtu, 20 Juli 2013

Pervert Family


Hari yang sangat melelahkan di kantor, acara bedah buku yang berlangsung dari pagi hingga siang membuat Aya lemas. Begitu sampai di rumah, dia langsung menghempaskan tubuh montoknya di sofa. Masih dengan memakai kemeja, hanya melepas sepatu dan kaos kakinya, ia tiduran telentang di sofa ruang tengah, depan televisi. Karena sejuknya hembusan udara dari AC yang disetel dingin, beberapa saat kemudian, dia sudah tertidur pulas.

Di luar, terdengar suara motor ustad Ferry berhenti di depan rumah.
Laki-laki itu baru pulang dari musholla. Haifa, istrinya, masih mampir sebentar di toko seberang jalan untuk beli sesuatu. Begitu masuk ke dalam, langkah sang Ustadz langsung terhenti.
”Ohh...!!” Betapa kagetnya dia saat dari balik almari buku yang membatasi ruang tamu dengan ruang keluarga, matanya melihat Aya yang tidur telentang di sofa. Bukan karena ada yang aneh -Aya sudah sering tidur di sofa itu- namun yang membuat langkah ustadz Ferry terhenti adalah posisi tidur Aya yang begitu menggiurkan.

Istri Azzam itu menyandarkan kakinya tinggi-tinggi ke sandaran sofa, membuat rok satinnya tersingkap hingga ke perut, menampakkan betis dan pahanya yang putih mulus. Bahkan kalau diperhatikan lebih jeli, juga bokong Aya yang bulat montok, yang masih terbalut celana dalam warna putih. Dengan jantung berdebar kencang, mata Ustad Ferry menelusuri, mulai dari betis, lalu naik ke paha, dan akhirnya berhenti di pantat Aya yang membulat indah. Meskipun dia sudah sering melihat Aya telanjang, namun tak urung pemandangan ini membuat gejolak birahinya mengalir deras.
“Ck-ck-ck... Aya, Aya, kenapa tubuhmu begitu menggoda?” batin ustad Ferry  dalam hati sambil menggeleng-gelengkan kepala. Cukup lama dia memandangi paha mulus Aya sambil tiada henti berdecak kagum.

”Eh, papa ngapain?” Haifa yang baru masuk rumah menegur, mengagetkannya.

”Eh, mm... ini... mm...” ustad Ferry menjawab gugup.

”Hayo! Ngintip Aya lagi yah... ih, papa nakal!!” bisik Haifa pelan sambil mencubit perut sang suami.
Ustad Ferry terkikik geli. ”Mmm... habisnya, siapa yang nggak tergoda lihat Aya kayak gitu.” dia menunjuk Aya yang tidur telentang di sofa dengan rok tersingkap pada sang istri.

”Eitt... ih, papa genit!” Haifa berkelit saat ustad Ferry memeluk tubuhnya dari belakang. ”Bentar, aku betulin rok Aya dulu.” kata Haifa sambil berusaha melepas pelukan sang suami.

”Mmm... Nggak boleh. Aku pengen tubuh mama sekarang.” bisik ustad Ferry, tetap merangkul erat tubuh sintal sang istri. Sementara matanya masih lekat memandang kemontokan bokong Aya yang masih terlelap di depan sana.

”Tiap habis ngintip Aya, pasti jadi kayak gini.” keluh Haifa, agak jengkel tapi juga suka. Memang, cukup sering ustad Ferry mengintip Aya -baik dalam keadaan telanjang maupun baju tersingkap seperti sekarang- dan ujung-ujungnya, laki-laki itu akan langsung menarik Haifa untuk diajak bercinta dengan sangat menggebu-gebu.
Haifa tentu saja sangat suka dengan momen-momen seperti ini karena dia akan sangat terpuaskan.

”Adikmu itu bener-bener sexy ya, Ma?” sambil meremas pelan payudara sang istri, mata Ustad Ferry tidak lepas dari bokong montok Aya.

”Iya, siapa dulu dong kakaknya!” bisik Haifa manja.

”Uh, bener-bener gadis yang sempurna.”
Mata sang Ustad semakin jalang.

”Ih, ada yang bergerak di bokong mama nih,” bisik Haifa pelan sambil menggesekkan pantatnya yang lebar pada penis ustad Ferry yang sudah menegang dahsyat.

”Uuh...” desah sang Ustad. Ia makin menekan penisnya ke bokong bulat sang istri. Sambil terus menikmati pemandangan bokong indah Aya, ia mulai menciumi pipi dan telinga Haifa. ”Ma, papa pengen nih.” bisiknya mesra.

”Aahh... jangan di sini, Pa. Nanti Aya bangun.” desah Haifa, tubuh montoknya menggeliat pelan.

”Nggak apa-apa, Ma. Biar aja dia bangun, kita ajak main sekalian, seperti biasa.” bisik ustad Ferry sambil semakin liar menciumi pipi dan telinga istrinya, sementara matanya masih memandang nanar pada bokong bulat Aya.

”Aaahhh... terserah papa aja!” Haifa menggeliat pasrah kegelian karena tangan sang Ustad mulai kembali meremas-remas payudaranya.

Dengan liar, tangan ustad Ferry menyelusup ke balik kemeja sang istri. Ia preteli kancing baju Haifa satu per satu dan mengangkat BH wanita cantik itu ke atas -mengeluarkan payudara Haifa yang bulat besar- lalu meremas-remasnya dengan penuh nafsu, dengan mata tetap lekat memandang paha dan bokong indah Aya. Dia juga terus menggesekkan penisnya yang semakin menegang ke pantat bulat Haifa yang masih terbalut rok panjang berenda.

”Papah!” desah Haifa pelan sambil menggerakkan pinggulnya, menyambut gesekan penis sang suami.

”Aarrgghh...“ ustad Ferry mengerang sambil menggigit lembut tengkuk sang istri, membuat bulu kuduk Haifa berdiri. Tangannya yang satu mulai menyusup ke dalam rok panjang wanita cantik itu.

”Eeuhh... Paaa!” Haifa menggeliat mendongakkan kepala ketika tangan nakal ustad Ferry mulai meremas vaginanya yang masih terbungkus celana dalam. Dengan cepat ia memasukkan tangan ke dalam rok lalu menarik dan melepaskan celana dalamnya, membuat tangan ustad Ferry semakin bebas bergerak.

”Mama bener-bener pinter.” bisik sang Ustad. Tangannya mulai mengelus dan meremas vagina Haifa yang sudah basah licin.

”Aaahh... Papaaa!” Haifa menggeliat sambil melebarkan pahanya, memberi ruang agar tangan sang suami bisa meremas seluruh vaginanya. Tangannya menjulur ke atas, meraih kepala ustad Ferry yang asyik menjilati tengkuknya, membuat dadanya yang  bulat indah kian membusung ke depan.

”Ssss... aaahh...” desah Haifa menikmati semua aktivitas sang Ustad pada tubuhnya.

Sambil terus menjilati tengkuk sang istri, tangan kiri ustad Ferry meremas-remas payudara Haifa, sedangkan tangan kanannya mengelus vagina wanita cantik itu. Rok panjang Haifa sudah tersingkap sampai perut, menampakkan kemaluan Haifa yang licin dan berbulu lebat. Dengan kondisi seperti itu, ustad Ferry makin leluasa mengelus maupun meremas vagina sang istri, sambil matanya terus memandang penuh nafsu ke arah bokong bulat Aya.

Melihat pemandangan tersebut, nafas ustad Ferry semakin memburu, dipeluknya tubuh montok Haifa begitu erat. Kini posisi mereka berdiri berhadapan sehingga payudara Haifa yang montok terhimpit di dada sang Ustad. Sambil terus memandangi bokong Aya, tangan ustad Ferry meremas kuat bokong istrinya. Dia membayangkan seandainya yang dia remas adalah bokong bulat Aya, sang adik ipar.

Haifa menurunkan tubuhnya dan berjongkok tepat di depan selangkangan sang suami. Dengan cekatan dia lepas ikat pinggang ustad Ferry dan menarik resluitingnya turun. Lalu menarik celana panjang sekaligus celana dalamnya sampai ke bawah. Seketika penis ustad Ferry yang sudah menegang maksimal menyembul dengan gagahnya, tepat di depan wajah cantik Haifa yang masih berbalut jilbab lebar. Setelah beberapa kali mengelus, Haifa memasukkan penis itu ke dalam mulutnya dan menghisapnya dengan rakus.

”Aaaarrgghhh…” erang ustad Ferry pelan, matanya terpejam, berusaha meresapi kehangatan yang menyelimuti kepala penisnya, yang sekarang berada di dalam mulut manis sang istri. Dengan tangan kiri, dia berpegangan pada almari, sedangkan yang satunya memegangi kepala Haifa dan menggerakkannya maju mundur dengan cepat seiring kuluman wanita cantik itu.

Sambil menikmati hisapan Haifa pada penisnya, mata ustad Ferry kembali terbuka, memandangi tubuh molek Aya yang masih tertidur dengan posisi yang sangat menggairahkan di depan sana. Untuk merangsang sang istri, ustad Ferry menggerakkan kakinya. Dengan punggung telapak kaki, ia gesek-gesek vagina sempit Haifa yang jongkok mekangkang di depannya sehingga vaginanya benar-benar terekspose.

“Uuhhmm…” Haifa langsung mendesah keenakan, ia semakin bersemangat mengulum penis sang Ustad, apalagi saat punggung kaki ustad Ferry mengenai kelentitnya, lendir vaginanya jadi keluar semakin banyak, bahkan sampai menetes-netes di lantai.

”Aaaahh... Mamaa!!” erang ustad Ferry, dia sudah tidak tahan lagi, kuluman istrinya terasa begitu nikmat. Segera diangkatnya tubuh molek Haifa dan dipeluknya dengan sangat bernafsu. Sambil diiringi ciuman bibir yang ganas dan panas, didorongnya tubuh Haifa mepet ke tembok. Ustad Ferry  mulai mendesakkan penisnya ke arah vagina sempit sang istri. Haifa menyambutnya dengan menopangkan kaki kirinya ke almari, membuka selangkangannya lebar-lebar untuk sang suami sehingga vaginanya benar-benar terekspose dengan jelas, siap menerima apapun perlakuan sang Ustad.

”Arrrrggh…” ustad Ferry menggeram pelan ketika perlahan penisnya mulai mendesak masuk ke dalam vagina sang istri. Pelukannya semakin erat.

”Eeeehh…” Haifa menyambut penis sang suami dengan memajukan pinggulnya, sehingga perlahan namun pasti, penis ustad Ferry tenggelam dalam cengkeraman vaginanya.

”Uuuhh... Mamaa!” ustad Ferry meremas bokong istrinya kuat-kuat ketika dia mulai menggerakkan penisnya keluar masuk di dalam vagina sang istri.

”Eeeuuhh...” tubuh montok Haifa bergetar kuat ketika sodokan penis sang suami pada vaginanya terasa semakin cepat dan kencang. Karena bokongnya dipegangi oleh ustad Ferry, ia jadi tidak bisa menggerakkan pinggulnya untuk mengimbangi. Haifa hanya bisa memeluk suaminya sambil melingkarkan kaki kirinya ke pinggang laki-laki itu saat gerakan pinggul sang ustad semakin keras dan liar.
Karena nafsunya sudah diubun-ubun, Haifa pun berteriak kencang tak lama kemudian. “Aaahh... aaaahh... aaakkhhh...” erangan dan desahan panjang keluar dari mulut manisnya, terdengar begitu syahdu mengiringi gelinjang tubuhnya saat menyambut gelombang orgasme yang datang menerjang secara cepat dan tiba-tiba.

Ustad Ferry yang merasakan vagina istrinya mencengkeram begitu kencang saat menyemburkan cairan cintanya, bukannya berhenti, malah makin mempercepat genjotannya. Tangannya semakin kuat memegangi bongkahan bokong montok Haifa. Sementara mulutnya menempel dan menyusu di bulatan payudara wanita cantik itu, menghisap dan mencucup putingnya yang merah merekah secara bergantian, kiri dan kanan.
”Arrgghhhh… aaaarrggghh…!!!” geraman ustad Ferry tertahan di tenggorokan ketika dia menyodok kuat vagina sang istri. Ia tekan penisnya dalam-dalam saat spermanya muncrat berkali kali ke dalam rahim Haifa. Mereka berpelukan erat sambil terpejam, menikmati orgasme masing-masing, kemudian terdiam. Beberapa kali tubuh mereka masih menggelinjang kecil menikmati sisa-sisa orgasme yang masih melanda.

”Ehh... hh... hh... fiuhh!” hanya desah nafas mereka berdua yang terdengar. Sementara di depan sana, seperti tidak terganggu sama sekali, Aya masih tetap terlelap dengan posisi tidurnya yang sexy.
***

Matahari masih bersinar terang sore itu saat Azzam pulang ke rumah. Dilihatnya Aya sedang sibuk menyetrika setumpuk cucian kering di ruang tengah. Disebelahnya, duduk di depan teve, tampak Haifa yang sepertinya asyik menonton acara Tausiyah. Bang Ferry tidak terlihat, tapi dari suara guyuran air di kamar mandi, sepertinya laki-laki itu sedang mandi.
”Tumben sudah pulang, Zam?” sapa Haifa ramah pada adik iparnya.
Azzam mengangguk. ”Iya, Kak. Badanku agak nggak enak, meriang. Mungkin mau flu.”
”Cepat istirahat aja.” kata Haifa. ”Minta buatkan teh hangat sama Aya.” tambahnya.
”Iya, Kak.” Azzam tersenyum dan menghampiri sang istri. Dipeluknya Aya dari belakang. ”Kamu dengar kan apa kata kakakmu?” tanyanya menggoda.
”Jangan ganggu, aku lagi nyetrika nih.” ketus Aya.
”Hei, suamimu ini lagi sakit lho.” sergah Azzam.
”Halah, sakit kok pake pegang-pegang segala!” Aya melirik tangan Azzam yang perlahan melingkar di depan dadanya.
”Hehe,” Azzam tersenyum. ”Aku pengen, Sayang.” dipencetnya payudara Aya bergantian, terasa sangat empuk dan kenyal sekali. Azzam menyukainya.
”Nanti malem aja,” Aya menyingkirkan tangan itu. ”Aku lagi sibuk!” dengusnya.
Tidak ingin mundur, Azzam berganti posisi. Kali ini bokong bulat Aya yang jadi   sasaran. Dengan nakal dibelainya daging montok itu.
”Zam!” Aya mendelik, jelas terlihat tidak suka.
”Hei, kalau suami lagi pengen, istri nggak boleh menolak lho.” ancam Azzam. ”Itu kata Nabi.” tambahnya untuk meyakinkan.
Tapi Aya tetap tidak peduli. Dia terus berusaha menyingkirkan tangan Azzam dari atas tubuhnya. ”Aku capek, Zam. Tadi banyak kerjaan di kantor. Mengertilah sedikit.” mohon Aya.
”Aku juga capek, Sayang. Tapi aku menginginkanmu.” Azzam terus memaksa. Kali ini mulutnya menyerbu, menyosor bibir tebal Aya dan melumatnya dengan rakus.
”Hmph... Zam!” sedikit berteriak, Aya mendorong tubuh laki-laki itu. Ciuman mereka terlepas. ”Kak Haifa, Azzam nih... nakal.” manja Aya pada Haifa.
Haifa yang sedang menonton teve jadi ikut tertawa melihat ulah dua anak muda itu. ”Sudahlah, Zam. Kasihan Aya, nanti kan juga masih bisa.” katanya kemudian.
”Tapi aku pengennya sekarang, Kak.” sahut Azzam.
”Dasar keras kepala!” sungut Aya sambil memalingkan mukanya dan kembali menekuri setrikaannya yang masih setumpuk.
”Ayolah, Aya sayang.” Azzam mencoba untuk merayu kembali. Dipegangnya pundak Aya.
”Tidak!” tapi Aya tetap bersikukuh pada pendiriannya. Entah kenapa, sore ini, ia begitu malas melayani Azzam. Biasanya ini tanda-tanda kalau siklus mens-nya bakal segera datang. Emosinya jadi gampang tersulut.
Azzam yang juga mengerti hal itu, dengan terpaksa mengurungkan niat. Tapi sebelum benar-benar mundur, dia melontarkan ancaman terakhir pada Aya. ”Baiklah, kalau kamu nggak mau. Aku minta sama Kak Haifa aja.” gertaknya.
”Silahkan, kalau Kak Haifa mau!” di luar dugaan, Aya dengan enteng menanggapi, membuat Azzam jadi tak tahu harus berkata apa lagi. ”Ayo, lakukan sana!” semprot Aya sinis, tangannya kembali lincah bermain di papan setrika.
Menghela nafas, Azzam akhirnya berkata. ”Baiklah, tapi jangan nyesel ya kalau nanti malam kamu nggak aku urus.” sehabis berkata, Azzam memutar tubuhnya dan melangkah mendekati Haifa yang memandangnya sambil tersenyum.
”Kenapa, nggak dikasih ya?” tanya wanita cantik itu.
”Iya nih. Lagi badmood dia.” Azzam duduk di sebelah Haifa dan membelai lembut tangan kakak iparnya. ”Kakak bisa bantu aku kan?” tanyanya kemudian, sedikit memaksa, tidak ingin ada penolakan.
Haifa tertawa. ”Kamu itu, nggak bisa banget nahan nafsu. Coba itung, sudah berapa kali kamu niduri Kakak minggu ini? Lebih banyak kan daripada tidur dengan Aya!”
Azzam tercenung, lalu mengangguk. ”Iya, bener juga ya...” baru kemarin mereka main. Dan sekarang, Azzam sudah minta lagi. ”Tapi nggak apa. Habis tubuh Kak Haifa seksi banget sih, bikin aku jadi pengen terus. Lagian, Aya juga nggak keberatan. Iya kan, Sayang?” teriak Azzam pada Aya.
”Tau ah! Bodoh!” sahut Aya tanpa menoleh.
”Nah, Kakak dengar sendiri kan? Jadi bagaimana, Kak Haifa mau?” sambil berkata, Azzam memindah tangannya, mengelus paha dan pinggul Haifa yang masih tertutup baju panjang. Tapi karena kain itu sedikit tipis, Azzam jadi bisa merasakan kulit paha Haifa yang halus dan mulus, membuatnya semakin terangsang dan tak tahan.
”Aku tolak pun, kamu pasti akan memaksa. Jadi, ya... terserah kamu lah!” Haifa mengedikkan bahunya dan mengangguk.
Tersenyum senang, Azzam segera mencium bibir kakak iparnya itu. ”Terima kasih, Kak.” ucapnya sambil dengan cepat membuka kancing baju panjang yang dikenakan oleh Haifa.
Menoleh kepada Aya, dada Haifa terasa bergemuruh, dirasakannya semua bulu kuduknya berdiri. Sensasi ini telah lama ia rindukan, main dengan Azzam di depan Aya! Sebelumnya mereka lebih sering main berdua, sendiri-sendiri, di kamar yang berlainan; Azzam dengan dirinya, sedangkan Aya dengan ustad Ferry. Tidak pernah dalam satu ruangan seperti sekarang ini. Meski Aya tidak menolak, tapi Haifa tahu kalau adiknya itu memperhatikan apa yang tengah ia lakukan bersama Azzam. Namun karena tidak ada protes dari gadis itu, Haifa pun meneruskannya. Pasrah, ia biarkan jari-jari Azzam yang nakal bermain-main di atas gundukan bukit kembarnya.
Azzam yang sepertinya mendapatkan angin dari sang istri, sepertinya juga tidak mau buru-buru. Meski sudah sangat terangsang, ia tidak lepas kendali dengan menelanjangi Haifa cepat-cepat. Dinikmatinya tubuh molek sang kakak ipar inci demi inci, pelan-pelan, satu per satu, bagian demi bagian. Dimulai dari buah dada Haifa yang bulat dan montok. Dengan sabar Azzam meremas-remasnya. Tangannya menangkup benda padat itu, dua-duanya. Meski masih tertutup beha, tapi ia bisa merasakan teksturnya yang empuk dan kenyal saat memijitnya.
”Oughh... Zam!” rintih Haifa saat Azzam terus mempermainkan payudaranya. Dalam beberapa detik, deru nafasnya mulai tidak teratur akibat perbuatan sang adik ipar. Susah payah Haifa berusaha menahan gejolak dalam dirinya, tapi mana bisa kalau tanpa menepis tangan Azzam yang kini bergerak semakin liar!
Tidak menjawab, Azzam perlahan membuka jilbab lebar yang dikenakan oleh Haifa. Awalnya Haifa mencoba untuk menahan tangan pemuda itu, tapi Azzam segera menepisnya. ”Ssst... aku nggak ingin nambah dosa, Kak.” bisiknya. Haifa pun menyerah. Dibiarkannya Azzam menarik kain merah itu hingga rambut panjangnya kelihatan.
”Kakak cantik,” Azzam mengusap rambut Haifa sebentar sebelum meraih dagu perempuan cantik itu dan mendekatkan mulutnya, mengecup bibir tipis Haifa.
Bergetar hati Haifa saat menerimanya. Perlahan ia membuka bibirnya dan mengulum lidah Azzam yang menerobos masuk. Dengan cepat ia larut dalam pagutan panas itu, terlihat dari mata Haifa yang tertutup rapat dan dengus nafasnya yang semakin cepat. Di bawah, dengan kedua tangannya, Azzam berusaha menarik turun baju panjang Haifa. Tanpa perlawanan, Haifa membiarkannya. Tubuh moleknya sudah setengah telanjang sekarang. Hanya tersisa bra putih tipis yang menutupi payudara montoknya. Dan itupun tidak bertahan lama, karena sembari terus berciuman, Azzam mencari pengaitnya di punggung Haifa. Dan begitu sudah ditemukan, segera dibukanya dengan cepat. Beha itu jadi kendor sekarang, sedikit menumpahkan payudara Haifa yang bulat padat ke bawah. Perlahan Azzam menurunkan tali penyangga yang melingkar di atas pundak Haifa, ditariknya ke samping, lalu disentakkannya ke depan begitu cepat.
Haifa sedikit terhenyak saat bukit kembarnya yang masih kencang, bulat dan padat, terburai keluar. ”Aih.” ia sedikit memekik, ingin menutupinya, tapi tangan Azzam sudah keburu mencegahnya. Laki-laki itu dengan nanar menatap puting Haifa yang mengacung tegak menantang, sebelum akhirnya merabanya tak lama kemudian.
“Ah, Zam… aku malu,” lirih Haifa.
”Malu? Bukankah sudah sering kakak telanjang di depanku.” kata Azzam tak mengerti, jalan pikiran wanita memang begitu membingungkan.
”Iya, tapi tidak di luar seperti ini.” Haifa melirik Aya yang masih tampak sibuk dengan pekerjaannya.
”Kak Haifa sungkan sama Aya?” tanya Azzam.
Haifa mengangguk.
Azzam tertawa. Dan sebelum dia berkata, Aya sudah memotong duluan. ”Nggak usah sungkan, Kak. Aku nggak apa-apa kok.”
Azzam tertawa semakin lebar, sementara Haifa tersenyum malu-malu dengan muka memerah. ”Ah, baiklah kalau begitu.” katanya.
”Baiklah apanya, Kak?” goda Azzam. Tangannya masih hinggap di gundukan bukit kembar Haifa, dan tak henti-henti meremas benda bulat padat itu.
”Ah, kamu! Masa harus dikatakan!” sahut Haifa, wajah cantiknya berubah jadi agak memerah.
”Hehe, iya, Kak.” tersenyum gembira, Azzam mengambil tangan kiri Haifah dan kemudian diletakkannya di bawah perut, tepat di atas gundukan penisnya.
”Hm, Zam!” masih sedikit malu-malu, Haifa mengelus-elus batang itu dari luar celana, naik-turun, sambil sesekali menggenggam dan memencetnya pelan.
Sebentar mereka bertatapan, saling memandang, sebelum Azzam merengkuh bahu mulus Haifa dan perlahan-lahan merebahkannya ke sofa. Azzam mulai meraba kedua bukit kembar milik sang kakak ipar, sementara Haifah, memegang tangan Azzam. Bukan bermaksud untuk melarang, tapi malah ingin meminta agar Azzam segera memanjakannya. Mengangguk mengerti, Azzam segera mengecup tubuh Haifah. Dimulai dari leher jenjang wanita cantik itu, kemudian perlahan turun ke dua bukit kembar Haifa yang masih terlihat membusung indah meski dalam posisi tiduran, menunjukkan kalau benda itu benar-benar padat dan mengkal. Sambil meremas-remasnya, Azzam menjulurkan lidahnya dan mulia menjilat. Ia susuri permukaannya yang halus dan mulus, menggigit pelan di beberapa bagian, menekan-nekan dengan hidungnya, dan diakhiri dengan sedotan kencang di ujung putingnya.
”Auwghh!!” Terdengar erangan keras seorang wanita, yang tentu saja keluar dari mulut manis Haifa. Mendesis seperti kepedesan, kedua tangannya meraih rambut gondrong Azzam, sedikit menjambaknya, sebelum kemudian menekannya kuat-kuat agar Azzam semakin cepat menjilat di atas putingnya.
Dengan lidahnya, Azzam terus mempermainkan daging kemerahan itu; mulai dari mencucup, menghisap, sedikit menggigit, hingga menariknya kuat-kuat saat Haifa menjambak rambutnya semakin keras. Begitu terus bergantian, kiri dan kanan. Setelah keduanya basah dan mengkilat, barulah Azzam meneruskan gerilyanya. Lidahnya kini turun ke arah pusar Haifah, berputar-putar sejenak disana, sebelum semakin turun ke pusat sasaran, selangkangan kakak iparnya yang sempit dan legit.
Dengan cepat Azzam menelanjangi Haifa. Ditariknya baju panjang wanita cantik itu hingga terlepas, juga celana dalam merah berenda yang dikenakannya. Setelah Haifah telanjang, Azzam juga melepas bajunya sendiri. Setelah sama-sama bugil, dibiarkannya Haifah memegang penisnya sebentar -sekedar untuk mengagumi ukuran dan panjangnya- sebelum ia menurunkan tubuh dan berjongkok di depan kemaluan Haifah yang berbulu lebat.
”Eh, Zam, kamu mau ngapain?” selidik Haifah di atas sana, curiga dengan tingkah laku sang adik ipar.
Tidak menjawab, dengan tangan kanannya, Azzam menyingkap bulu lebat yang menutupi selangkangan Haifa, berusaha untuk menemukan pintu surganya.
”Jangan. Zaam! Kotor! Ahhh...” erang Haifah menahan gejolaknya. Ia tampak keberatan saat Azzam mulai menjilat vaginanya perlahan, tapi tidak sanggup untuk menolak. Sensasi yang diberikan oleh pemuda itu mustahil untuk dielakkan.
Azzam melirik zang kakak ipar, dilihatnya mata wanita itu terpejam rapat penuh kenikmatan. Ia pun meneruskan aksinya.
”Zaam... uh, gila kamu! Ssshhh... ahhh... tapi enak! Aghhh...” Haifa menjerit tertahan sembari menjambak rambut panjang Azzam. Lidah pemuda itu sudah menemukan klitorisnya sekarang, dan menjilat rakus disana. Azzam mencucup dan memilinnya sambil sesekali menghisap lembut, membuat Haifa kelojotan penuh kenikmatan.
”Zaam, aku nggak kuat! Ughhh... rasanya mau pipis!” teriak Haifa sambil berusaha menyingkirkan kepala sang adik ipar dari kemaluannya.
Tapi bukannya menjauh, Azzam malah semakin kuat membenamkan mukanya. Meski terasa agak sedikit sakit akibat jepitan paha Haifah, ia tidak peduli. Yang penting ia bisa mengantarkan istri ustad Ferry itu ke kenikmatan orgasme yang akan tiba sebentar lagi.
”Achhh... emmmhhh... Zaamm! Essss... ahhh...” menjerit tertahan, Haifa merasa seolah semua persendian di tubuhnya meluruh, memberinya sensasi nikmat yang tak mampu dicapai oleh pikirannya. Wanita cantik itu terkapar, tubuhnya nampak basah oleh keringat, sementara dari liang kemaluannya, meleleh cairan orgasme yang amat banyak.
Tersenyum, Azzam memeluknya. Dielusnya rambut dan kepala Haifah. Sementara Haifah yang kehabisan nafas, cuma bisa memejamkan mata sambil terdiam. Dibiarkannya tangan nakal Azzam kembali bermain-main di puncak payudaranya.
***
Aya menoleh saat ustad Ferry keluar dari kamar mandi. Air masih tampak menetes-netes dari tubuhnya yang telanjang. ”Ai, punya handuk?” tanya laki-laki itu tanpa merasa bersalah sedikit pun, padahal dia sudah membuat Aya rikuh dengan ketelanjangannya.
Belum sempat menjawab, mereka dikejutkan oleh teriakan Haifa dari ruang tengah, ”Achhh... emmmhhh... Zaamm! Essss... ahhh...” tampak tubuh montok Haifa terkejang-kejang beberapa kali sebelum akhirnya lemas di pelukan Azzam.
Ustad Ferry geleng-geleng kepala melihat perbuatan istrinya itu, ”Dasar! Baru juga siang tadi dikasih jatah, sekarang sudah main lagi.” gumamnya.
”Mungkin dia nggak puas kali tadi, Bang.” celetuk Aya.
”Heh, sembarangan! Kurus-kurus gini, aku masih mampu lho bikin kamu KO dalam tiga ronde.” ustad Ferry mendekati adik iparnya itu. Siluet tubuh Aya yang putih dan montok membuatnya tergoda.
”Iya, percaya-percaya.” Aya melipat setrikaannya yang terakhir dan menaruhnya di tumpukan baju yang sudah tersusun rapi. Dia kemudian menghadap pada ustad Ferry. ”Ini handuknya, Bang.” diberikannya kain tebal berwarna merah di tangannya pada laki-laki itu.
Tapi bukannya menerima, ustad Ferry malah asyik memelototi bulatan payudara Aya yang terlihat membusung indah di depannya. Benda itu tampak bergerak-gerak pelan naik turun seiring dengus nafas Aya yang sepertinya sedikit agak memburu. ”Kamu nggak apa-apa?” tanya ustad Ferry.
”Emmm... iya,” Aya menjawab dengan ragu. Di ruang tengah, rintihan dan lenguhan Haifa kembali terdengar. Entah apa yang sekarang dilakukan Azzam pada wanita cantik itu!
”Lihat, Ai... asyik banget mereka.” seru ustad Ferry. “Bikin pengen aja.” diliriknya Aya yang sekarang mukanya kelihatan semakin memerah.
Aya mengangguk, dan… ”Sini, bang. Biar Aya yang bersihkan tubuh abang.” kata gadis itu sambil berjalan mendekat. Disekanya tetesan air yang ada di tubuh sang ustad, dimulai dari lengannya.
Ustad Ferry tentu saja sangat surprise dengan tingkah adik iparnya ini. Apalagi sambil menyeka, tanpa sungkan Aya juga menempelkan toketnya yang bulat besar ke lengannya, membuat pikiran sang ustad jadi terpecah. Kalo Haifah sama Azzam saja bisa melakukannya, kenapa dia tidak? Toh Aya sepertinya juga tidak keberatan. Jadi, sambil memandang sang adik ipar penuh nafsu, ia pun berkata. ”Ai, bersihkan yang di bawah juga dong.” Dengan isyarat mata, ustad Ferry menunjuk burungnya yang sudah mulai tegang.
Tersenyum malu-malu, Aya mengangguk. Dia lalu jongkok dan memegangi burung sang Ustad dengan mata berbinar. ”Gede banget, Bang.” gumamnya sambil mengelus-ngelusnya mesra.
”Ah, kamu, Ai. Kayak baru pertama ngeliat aja.” kata ustad Ferry sambil menikmati tangan lentik Aya yang kini mulai mengocok pelan batang penisnya.
”Hehe,” Aya tersenyum.
”Hisap, Ai.” ustad Ferry mendorong maju sehingga kontolnya tepat berada di depan bibir Aya.
Tanpa menolak, Aya segera membuka mulutnya dan melahap daging panjang itu.
”Aghhhh... Ai,” lenguh ustad Ferry keenakan. Tangannya memegangi kepala Aya yang masih berbalut jilbab dan menggerakkannya maju mundur pelan-pelan.
”Hppmh... hpmhhp... hhmph...” Aya membuka bibirnya semakin lebar, berusaha mengulum dan menghisap penis ustad Ferry senikmat mungkin.
”Ouhhh... enak banget, Ai! Terus, hisap yang kuat!” rintih ustad Ferry diantara desahannya. Kini, sambil menghisap, Aya juga menggunakan jari-jarinya untuk memainkan biji pelir sang ustad, membuat kakak iparnya itu makin merintih dan melenguh keenakan. ”Oouhh... Ai! Pinter banget kamu! Ya, begitu... terus! Aghhh...”
***
Tidak ingin kalah dengan Aya, Haifa juga berusaha memberikan hisapan terbaiknya pada Azzam. Setelah beristirahat sejenak, sekarang tiba gilirannya untuk memuaskan laki-laki muda itu.
”Ahhh... Kak!” rintih Azzam. Terduduk di sofa, matanya terpejam merasakan sensasi bibir Haifa yang terus mengulas-ulas batang kemaluannya. Wajah Haifa memang lugu, tapi untuk urusan sedot-menyedot, dia lah jagonya. Azzam sudah merasakannya sejak pertama kali mereka bersetubuh, tepat di malam pernikahannya dengan Aya. Mungkin ini yang dinamakan bakat alam, tanpa dipelajari sudah pintar secara naluri.
Hisapan dan kuluman itu terus berlangsung beberapa saat sampai akhirnya Haifa berhenti tak lama kemudian. ”Kenapa, Kak?” tanya Azzam keberatan.
”Mulutku kelu, Zam. Burungmu gede banget sih.” Haifa tersenyum malu-malu.
”Hehe,” Azzam terkekeh bangga. ”Kalau gitu, kak Haifa rebahan aja, aku masukin sekarang.”
Tidak membantah, Haifa tiduran di sofa, telentang, dengan kedua kaki terbuka lebar-lebar, menampakkan lubang vaginanya yang basah dan memerah, siap untuk dimasuki.
”Tahan ya, Kak.” Azzam memasang posisi penisnya dan menusuk.
”Auw! Pelan-pelan, Zam!” Haifa meringis merasakan moncong senjata Azzam yang perlahan-lahan mendesak lubang kemaluannya. Benda itu terus menerobos dan meluncur masuk hingga terbenam seluruhnya. Mereka terdiam beberapa saat untuk memberi waktu bagi alat kelamin mereka untuk saling menyapa dan berkenalan. Setelah di rasa cukup akrab dan bisa saling menyesuaikan diri, barulah Azzam mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur.
”Ssshhh... enaak, Zam! Terus! Tusuk lebih dalam! Oughhhh...” erang Haifa keenakan. Tubuhnya mulai berkeringat walau udara sore itu sebetulnya cukup dingin.
”Gila! Seret banget, Kak. Dipakein apa sih?!” kata Azzam disela-sela genjotan nikmatnya.
”Ah, mau tahu aja kamu, Zam. Ini rahasia, cuma wanita yang boleh tahu, hehe...” kekeh Haifa dengan bangga.
Mencium kembali bibir wanita cantik itu, Azzam semakin mempercepat goyangan pinggulnya. ”Nanti Aya ajari juga ya, biar sama-sama rapet kayak punya kak Haifa.” bisiknya dengan tangan meremas dan memijit-mijit bongkahan susu Haifa yang bulat besar.
”Ehsss…” bergidik keenakan, Haifa mengangguk. ”Emang punya Aya nggak njepit ya?” tanyanya.
”Rapet juga sih, tapi lebih enak punya Kak Haifa. Padahal kan kak Haifa sudah pernah melahirkan, sedang Aya belum.” jelas Azzam.
Haifa mengangguk mengerti. “Iya deh, nanti aku ajari. Oughhh... shhhh…” sehabis berkata begitu, tubuhnya terlihat gemetar. Sensasi nikmat kembali melanda tubuh sintalnya. ”Aahh... Zam, aku mau pipis lagi! Aaaaahhhhhh...” Untuk kedua kalinya, Haifa melenguh panjang, pertanda telah mencapai orgasmenya yang kedua. Ia menjepit pinggang Azzam kuat-kuat saat cairan cintanya menyembur keluar.
Azzam sedikit meringis merasakan jepitan kaki Haifa di tubuhnya, tetapi dia  mengerti akan apa yang sedang dialami oleh wanita cantik itu. Jadi dia menghentikan goyangannya dan membiarkan Haifah menikmati semburan klimaksnya.
Setelah beberapa saat, sesudah tiga kali guyuran air hangat pada batang penisnya, barulah Azzam beraksi kembali. Tapi dia berinisiatif untuk merubah gaya, sekarang disuruhnya Haifa untuk nungging membelakangi sambil berpegangan pada lengan sofa. Dengan posisi seperti ini, lubang kemaluan Haifa jadi semakin jelas kelihatan, begitu merah dan merekah, juga basah sekali, membuat sisa-sisa cairan cintanya yang masih meleleh keluar mengalir pelan menuruni bokong dan pahanya.
Tanpa kesulitan, Azzam memasukkan kembali penisnya. Bahkan kini ia bisa dengan lancar menggenjot tubuh sintal Haifa, sambil tangannya berpegangan pada payudara wanita cantik itu yang terayun-ayun indah seiring tusukannya.
”Ahhh... Zam! Terus! Tusuk yang dalam! Enak, Zam ! Aku merasa enak!” rintih Haifa sambil memeluk bantalan sofa. Semakin cepat Azzam menusuk, semakin keras pula jeritan istri ustad Ferry itu.
Azzam yang juga keenakan, memacu pinggulnya semakin cepat. Ia tidak peduli lagi meski di depannya, Haifa merintih dan menjerit-jerit semakin brutal.
”Hei, lirih sedikit napa! Malu dong didengar sama tetangga,” tegur ustad Ferry dari arah dapur.
Tersadar, Azzam segera mengurangi kecepatannya. Tapi ia tetap menusukkan penisnya dalam-dalam, menyambangi lorong kemaluan Haifa yang selama ini belum ia capai. ”I-iya, Bang!” sahut Azzam pada kakak iparnya. Dari sudut mata, ia bisa melihat kalau laki-laki itu lagi merem-melek keenakan menikmati hisapan Aya pada batang penisnya.
”Zam, aku mau pipis lagi!” desah Haifa tiba-tiba.
”Lho, cepet amat. Kakak sudah tiga kali, sedangkan aku masih belum sama sekali.” sahut Azzam.
”Habis enak banget sih,” kata Haifa dengan mata terpejam. ”Cepet keluarin, Zam. Kita sama-sama.” tambahnya lirih.
”Ahhh... iya, Kak.” mengangguk patuh, Azzam pun tidak menahan gairahnya lagi. Ia biarkan birahinya mengalir bebas, menuruni syaraf dan aliran darahnya, dan berkumpul tepat di ujung kemaluannya.
”Aahhhhh... Zam! Aku keluar!” jerit Haifa dengan tubuh gemetar dan kelojotan.
Bersamaan dengan saat itu, Azzam juga melepas air maninya. Sedikit menggeram, ia peluk tubuh montok Haifa erat-erat. Diciuminya leher dan pipi wanita cantik itu saat cairan kenikmatan mereka bertemu dan bercampur menjadi satu, memenuhi lubang rahim Haifa yang semakin terasa basah dan lengket.
”Ahhh... hh... hh... hh...” Keduanya terkapar di sofa dengan deru nafas yang saling berlomba. Haifa memeluk Azzam, sedang Azzam membelai mesra rambut lurus sang kakak ipar. Mereka saling mendekap dalam diam, lalu berpagutan sebentar, sebelum saling tersenyum tak lama kemudian.
”Terima kasih, Kak. Nikmat sekali.” bisik Azzam tulus.
Haifa mengangguk dan menyandarkan kepalanya di dada laki-laki muda itu.
***
Di sela-sela hisapannya, samar-samar Aya bisa mendengar pernyataan Azzam, ”Terima kasih, Kak. Nikmat sekali.” kata-kata yang sama yang sering diucapkan laki-laki itu setiap kali mereka selesai bercinta. Tapi sekarang, Azzam menujukannya untuk Haifa. Aya sedikit sakit hati, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Malah justru -entah kenapa- semakin menambah semangatnya untuk memperoleh kenikmatan yang sama dari ustad  Ferry. Dia terus mengulum dan menghisap penis kakak iparnya itu semakin kuat dan nikmat.
“Ahh… ahh… terus, Ai! Ya, begitu! Ughh… jilatanmu nikmat sekali, Ai!” erang ustad Ferry dengan badan melengkung ke belakang, mendorong batang penisnya memasuki mulut sang adik ipar lebih jauh lagi.
“Hmph... hppmh…” terus mengulum, Aya sama sekali tidak bisa menjawab. Sementara di ruang tengah, sudah tidak terdengar suara lagi. Mungkin Azzam dan Haifa sudah terkapar tidur kelelahan.
Saat itulah, terdengar ketukan dan salam di pintu depan. Suara bang Jack. Aya menoleh sebentar, tapi segera melanjutkan kulumannya. “Cuma bang Jack,” katanya pada ustad Ferry.
Mengangguk mengerti, sang Ustad mempersilahkan merbot masjid itu masuk. ”Masuk aja, Bang. Nggak dikunci kok.” teriaknya pada bang Jack.
Terdengar suara gagang pintu diputar dan bang Jack pun masuk. “Pak Ustad, ini…” kata-katanya langsung terhenti begitu melihat apa yang terjadi di ruang tengah. Berpelukan di depan televisi, tampak Azzam dan Haifa yang tiduran mesra dengan tubuh masih sama-sama telanjang. Kulit tubuh mereka yang putih menyilaukan matanya.
Haifa menoleh dan tersenyum kepadanya, “Masuk aja, Bang. Tuh, pak Ustad ada di belakang.” Tunjuknya tanpa mempedulikan aurat tubuhnya yang meleler kemana-mana.
Tidak menjawab, bang Jack malah memelototi Haifa, memperhatikan mulai dari atas hingga bawah. Ia tampak terpesona oleh kecantikan alami Haifa, juga kemontokan tubuh wanita setengah baya itu. Terutama bulatan payudaranya yang sekarang berada di dalam genggaman Azzam. Tapi karena cuma yang kiri, jadi bang Jack bisa melihat yang kanan dengan sangat jelas. Benda tampak begitu bulat dan padat, dengan kulit putih kemerahan penuh bekas cupangan Azzam. Putingnya yang menonjol mungil kecoklatan membuat tangan bang Jack jadi gatal. Tanpa sadar, penjaga musholla itu melangkahkan kakinya mendekat dan jongkok di depan Haifa.
”Hmm, bu Ustad...” lirih bang Jack sambil tangannya terulur dan memegang payudara Haifa yang satu lagi. ”Ahhh...” desahnya pelan saat mulai memijit dan meremasnya perlahan-lahan.
”Ah, Bang. Sudah. Jangan. Aku capek.” tolak Haifa halus. Dia berusaha memirinkan tubuh untuk menyembunyikan tonjolan buah dadanya. Di sebelahnya, Azzam yang sudag tertidur pulas, sama sekali tidak tahu dengan apa yang terjadi.
”Ayolah, Bu. Saya juga pengen nih.” bang Jack menarik tangan Haifa dan menaruhnya di atas tonjolan selangkangannya yang sudah menegang dahsyat.
”Iya, bang. Tapi aku capek. Aku habis main dua ronde sama Azzam.” Haifa menarik tangannya dan beringsut menjauh.
Bang Jack kembali membelai dan meraba-raba tubuh montok Haifa. Kali ini bokong Haifa yang bulat dan kencang yang menjadi sasarannya. ”Tubuh bu Ustad selalu bisa membangkitkan gairahku.” bisik bang Jack lirih, sambil tangannya memijiti bongkahan pantat Haifa kiri dan kanan.
Sedikit menggeliat, Haifa menunjuk ke arah dapur. ”Sama Aya aja, bang. Tubuhnya juga nggak kalah bagus sama punyaku.” dia menepis tangan bang Jack yang terasa mulai merambat menuju lubang vaginanya dengan halus.
”Tapi saya inginnya sama bu Ustad.” desak laki-laki itu. Kepalanya turun, dan menyambar mulut tebal Haifa dan melumatnya dengan rakus untuk beberapa saat.
“Hmmph!” Haifa cepat menarik kepalanya dan melotot. ”Jangan kurang ajar ya, bang. Kalau nggak mau ya sudah, lebih baik apa pergi dari rumah ini. Sekarang!” semprotnya marah.
Diancam seperti itu, bang Jack langsung terdiam. Dari arah dapur, terdengar suara ustad Ferry memanggil. ”Sini napa, Bang?! Sama aja kok. Jangan bikin istriku marah,”
Bang Jack menoleh. Dari tempatnya duduk, bisa dilihatnya tubuh montok Aya yang sedang asyik melumat kontol ustad Ferry. Tersenyum, dia pun beranjak dan pergi ke dapur. ”Kalau bu Ustad sudah kuat, saya tunggu di dapur. Hehe...” kekehnya pada Haifa.
Cuma menjawab dengan dengusan, Haifa mengeratkan pelukannya pada tubuh Azzam dan menutup mata, berusaha untuk ikut terlelap.
”Pak Ustad, saya boleh gabung nggak? Saya pengen banget nih habis lihat tubuh telanjang bu Ustad.” kata bang Jack pada ustad Ferry.
”Gabung aja, Bang. Aya kayanya kuat kok muasin kita berdua. Hehe...” kekeh ustad Ferry, yang langsung disambut tatapan tajam oleh Aya.
Ikut tertawa, bang Jack langsung mengusap dan meremas-remas bokong bulat Aya yang tersaji indah di depannya. Tidak puas melakukannya dari luar, dia pun mengangkat rok lebar Aya hingga tersingkap ke pinggangnya, memperlihatkan bokong lebar Aya yang masih tertutupi oleh celana dalam warna merah. ”Ai, mulus sekali bokongmu.” lirih bang Jack sambil mulai mengusap dan menciuminya. 
Sedikit menggeliat, Aya tidak sanggup untuk menolak. Dia terlalu sibuk berkonsentrasi memuaskan ustad Ferry. Penis laki-laki itu terasa semakin padat dan nikmat di dalam mulutnya.
Merasa mendapat angin, bang Jack meneruskan aksinya. Ditelusurinya tubuh montok Aya sebentar sebelum memeluk dan mendekapnya erat dari belakang. Dicumbunya leher istri Azzam itu dan dijilatinya dengan rakus saat sudah berhasil menyingkap jilbabnya. Cuma menyingkap, tidak sampai melepasnya. Sementara kedua tangannya menyusup ke balik kemeja panjang yang dikenakan oleh Aya dan menuju kedua bukit kembar gadis itu.
Aya yang merasa kegelian saat bang Jack mulai mengusap-usap bulatan payudaranya, sedikit menggigit penis Ustad Ferry sembari melenguh pelan. ”Ahh... bang! Enak! Shhhh... tapi geli... ughhh!” Puting susunya terasa mengencang, mengeras di sela jemari bang Jack. Rona merah semakin terlihat di wajah cantiknya saat bang Jack memilin dan memijitnya semakin keras. "Ouw... bang!” Aya menjerit gemas begitu laki-laki tua itu menjepit dan menarik putingnya kuat-kuat. Tubuh montoknya menggelinjang, bahkan kontol ustad Ferry sampai terlepas dari kulumannya.
”Haha...” bang Jack terkekeh, sementara ustad Ferry ikutan tersenyum. Dia kembali menarik kepala Aya agar mengulum penisnya.
”Hmph... shhh!” Aya mendesis menikmati tangan bang Jack yang semakin gemas memijiti payudaranya. Sambil melakukannya, penjaga musholla At-Taufiq itu juga menjilati telinganya, membuat nafsu Aya yang sudah terpancing jadi semakin menggelora. Aya hanya diam, ia menikmatinya dengan mata terpejam sambil terus menghisap kontol panjang ustad Ferry. Bahkan saat bang Jack mulai menyingkap kemeja yang dikenakannya, ia juga menurut saja. Aya malah mengangkat lengannya, membiarkan baju itu lolos dari tubuh sintalnya. Istri Azzam itu kini tinggal memakai bra warna merah dan rok panjang yang sudah menumpuk di pinggang. Jilbab lebarnya memang masih membingkai wajah cantiknya, tapi sudah diikat ke belakang oleh bang Jack, membuat payudaranya yang bulat padat terekspos dengan jelas.
"Ini dibuka aja ya, Ai." kata bang Jack, menunjuk kait beha yang ada di punggung Aya.
Aya mengangguk, maka bang Jack pun dengan cekatan membukanya sehingga dengan cepat Aya sudah telanjang dada. Payudara yang bulat kencang dan putih mulus memantul-mantul indah di depan dadanya, lengkap dengan putingnya yang menonjol pungil dan berwarna coklat kemerahan. Tak tahan melihat benda sebagus itu, bang Jack langsung mencucup dan melumatnya dengan rakus. Dimulai dari yang kanan, lalu beralih ke yang kiri, trus kembali lagi ke yang kanan, balik ke yang kiri lagi. Begitu terus hingga membuat Aya merintih dan mendesis-desis kegelian.
”Bang... ahh! Shhh... ah.. Hmpmhh!” tapi langsung terpotong begitu ustad Ferry menjejalkan lagi penisnya.
"Pentilmu bagus banget, Ai. Kecil tapi kaku, merah lagi!" komentar bang Jack sambil memilin-milin puting Aya bergantian. Dia menjulurkan lidahnya, lalu menyapukannya pada leher jenjang Aya, membuat adik Haifa itu merinding dan makin mendesis kegelian. Bang Jack meneruskan rangsangannya dengan mengecupnya kuat-kuat berkali-kali, sengaja membuatnya jadi memerah dan memberi banyak cupangan di daerah itu. Jilbab Aya yang terikat ke belakang memudahkannya untuk melakukannya. Tangan bang Jack juga tak tinggal diam, terus bergerilya di payudara Aya dan anggota tubuh lainnya.
Tangan itu turun ke bawah, menyusup ke balik celana dalam Aya. ”Eemmhhh..." gadis itu kembali mendesis saat merasakan jari-jari bang Jack meraba dan mengusap-usap permukaan kemaluannya.
"Walah, lebat banget, Ai...” gumam bang Jack merasakan bulu kemaluan Aya yang tumbuh lebat. Tangannya terus berada di dalam celana dalam itu untuk beberapa saat dan mengobok-obok liar disana. ”Sudah basah banget, Ai.”  bang Jack menarik keluar tangannya dan menunjukkan jari-jarinya yang basah oleh cairan lendir pada Aya.
Aya mengangguk dan sekali lagi tak bisa menolak saat bang Jack beringsut ke belakang untuk menarik lepas celana dalamnya. Kini dia sepenuhnya telanjang, diapit oleh dua orang lelaki yang usianya terpaut jauh dari dirinya. Bang Jack tampak tertegun melihat tubuh indah nan putih mulus yang tersaji di hadapannya. Tampak kemaluan Aya dengan bulu-bulunya yang tebal mengintip malu-malu dari celah paha mulusnya.
"Duh, Ai... montok banget sih tubuhmu, bikin aku jadi nggak tahan aja!" kata bang Jack sambil mendekap erat tubuh istri Azzam itu dari belakang. Bibirnya mulai mencium pipi Aya, lalu lidahnya menjulut untuk menjilati leher dan telinganya, menikmati betapa licin dan mulusnya wajah gadis muda itu. Sementara kedua tangannya juga tidak tinggal diam, terus berpindah-pindah mengelusi paha dan payudara Aya.
”Shhhh...” Tubuh Aya bergetar ketika jemari bang Jack mulai menyentuh bibir kemaluannya dan membukanya secara perlahan-lahan. Erangan tertahan terdengar dari mulutnya yang sedang menghisap penis ustad Ferry.
Puas mengerjai  bagian bawah, bang Jack segera membuka kaos dan celana gombrong yang dipakainya hingga dia bugil. Menggenggam penis tuanya yang masih tampak perkasa, dengan bangga ia memamerkannya pada Aya. "Ini, Ai. Jilat juga dong!” pintanya sambil menaruh tangan Aya pada benda itu, meminta untuk dikocok dan dibelai.
"Gede banget, Bang. Keras lagi. Nggak nyangka punya abang seperti ini." jawab Aya yang tangannya sudah mulai mengocoknya pelan maju-mundur.
Tersenyum bangga, bang Jack membungkuk dan kembali meremas-remas payudara gadis itu.
Sambil mengocok penisnya sendiri, ustad Ferry berkata. ”Untung bang Jack datang disaat yang tepat. Kalau telat sedikit saja, abang nggak bakalan dapat nikmat seperti ini.” dia lalu tertawa, diikuti oleh bang Jack.
”Hehe... Iya, pak Ustad. Beruntung sekali saya hari ini.” sambil berkata, merbot gendut itu menyodorkan penisnya ke mulut Aya.
Aya tanpa ragu segera melahap dan menghisapnya. Ia melakukannya bergantian dengan kontol ustad Ferry, dengan sabar ia gilir dua kontol yang sama-sama haus akan kenikmatan itu. Sampai akhirnya, ustad Ferry yang sudah tidak tahan, menarik badannya berdiri dan merebahkannya di atas meja makan. Tak berkedip dipandanginya memek Aya yang terbuka indah di depannya sebelum perlahan ia menurunkan kepala dan mulai menjilatinya.
”Ehm... merah banget memekmu, Ai. Segar, aku suka!” kata ustad Ferry dengan lidah terjulur dan bergerak liar kemana-mana, menusuk dan membelah daging sempit itu hingga ke lorongnya yang terdalam yang bisa ia capai. "Bang, nggak mau lihat nih? Bagus banget loh!" kata ustad Ferry pada bang Jack yang masih asyik berdiri dengan penis berada di dalam mulut Aya.
"Hmm... nggak ah, pak Ustad. Saya nggak mau mengganggu pak Ustad. Biar saya netek aja, ini juga dah enak kok!" kata bang Jack sambil membungkukkan badan dan mulai menjilati payudara Aya, mulai dari pangkal hingga ke putingnya. Dia jilat puting mungil kemerahan itu lalu dihisapnya kuat-kuat, sementara tangannya memilin-milin putingnya yang lain.
"Hhhnngghh... Bang, oohh!" jerit Aya dengan menggigit bibir sambil memeluk erat kepala ustad Ferry yang menyusup makin dalam ke belahan vaginanya. Dia makin menggelinjang saat lidah ustad Ferry membelit klitorisnya dan menghisapnya kuat-kuat. "Aaaahh...!" desahnya panjang, tubuhnya menggelinjang hebat, sementara kedua pahanya mengapit kepala sang Ustad.
Tanpa ampun, ustad Ferry terus menyapu lorong vagina Aya. Lidahnya makin menyeruak masuk, menjilati segenap dindingnya yang basah dan lengket, sampai akhirnya dia berhenti dan menyiapkan penisnya. Dia sudah siap untuk menyetubuhi adik iparnya itu.
Aya masih mendesah hebat saat pelan-pelan ustad Ferry mulai memasukkan penisnya. Tubuhnya menekuk ke atas saat batang coklat panjang itu menembus belahan memeknya secara perlahan. "Aaakkhh...!" istri Azzam itu menjerit keras saat penis ustad Ferry mulai menerobos, dan terus masuk, hingga mentok ke dasar vaginanya.
”Hmm, nikmat sekali, Ai.” bisik ustad Ferry sambil mulai menggoyangkan pinggulnya secara perlahan, untuk kemudian makin lama semakin cepat.
"Ahh... ahh.. uhh... hmph!" desah Aya sebelum  terdiam karena kontol besar bang Jack kembali memenuhi mulutnya. Dia terpaksa menghisap kembali penis itu sementara di bagian bawah, ustad Ferry terus menghajar memeknya.
"Enak ya, Ai?" tanya bang Jack di dekat telinganya. Laki-laki itu kembali asyik meremas dan menciumi payudara Aya. Selama ustad Ferry menggenjot tubuhnya, bang Jack menunggu giliran dengan menghujani kedua payudara Aya ciuman dan jilatan. Membuat puting Aya yang sudah sangat keras menjadi lebih kaku lagi. Benda itu berdiri tegak, seperti Monas mini saja layaknya, tapi yang ini kembar.
Aya membalas dengan menggenggam penis bang Jack dan mengocoknya begitu cepat karena saking hornynya. Dia juga terus menjilati penis itu hingga membuatnya jadi semakin licin dan mengkilat. Di bawah, kedua kakinya melingkar di pinggang ustad Ferry, seolah minta disodok lebih dalam lagi.
Tapi ustad Ferry tidak bisa melakukannya karena bang Jack terus menarik-narik tubuh Aya ke atas. Saat dia protes, bang Jack cuma tertawa. ”Pak ustad enak sudah dapat memek. Lha saya, cuma dapat mulut. Ngalah dikit napa, pak Ustad?!” sindirnya.
Ustad Ferry terdiam. Daripada meladeni bang Jack, lebih baik dia berkonsetrasi memuaskan nafsunya pada tubuh Aya yang sangat molek ini. Sambil menggoyang, dia berniat-niat untuk meremas-remas payudara Aya yang tersaji indah di depannya. Tapi lagi-lagi bang Jack mengganggunya. ”Ini punya saya, pak Ustad. Pak Ustad di bawah saja. Masak nggak kasian sama saya?” kata bang Jack sambil melindungi kedua payudara dengan telapak tangannya.
Aya yang melihat tingkah kedua laki-laki itu, cuma tertawa saja diantara desahannya. Ia tidak bisa bersuara karena bang Jack sekarang mencium bibirnya, mengajaknya saling mencucup dan menghisap lidah, sementara kedua buah dadanya kembali diremas-remas gemas. Di bawah, ustad Ferry juga menusuk dan mengocok penis besarnya semakin cepat. Tubuh Aya sampai terlonjak-lonjak dibuatnya.
Bang Jack kembali berdiri dan memberikan penisnya, meminta Aya untuk mengulum dan menghisapnya. Sesudah Aya menelan benda itu, bang Jack segera menggerakkannya maju-mundur dengan brutal. "Emhh... ehmm... Bang, aku... mmm!" Aya berusaha protes tapi suaranya tersendat-sendat karena mulutnya penuh dijejali oleh penis laki-laki tua itu.
"Mmm... enak, Ai. Sudah lama Abang nggak merasakan yang seperti ini, uuhh!" rintih bang Jack keenakan. Ia melenguh dan merem-melek menikmati kuluman bibir Aya.
Lain bang Jack, lain pula ustad Ferry. Sementara bang Jack merintih-rintih penuh kepuasan, laki-laki itu malah tidak bisa menikmati tubuh Aya secara total. Adik iparnya itu lebih berkonsentrasi mengoral kontol bang Jack daripada melayaninya. Akibatnya, ustad Ferry jadi tidak merasa nikmat seperti tadi. Goyangannya menjadi kaku dan putus-putus, tidak lancar seperti pada awal-awal permainan. Ia jadi frustasi dan uring-uringan. Dan puncaknya, saat bang Jack menggeram keenakan sambil menusukkan penisnya dalam-dalam ke mulut Aya, sang Ustad malah mencabut penisnya dan berlalu dari tempat itu.
Aya mengira kalau ustad Ferry sudah mencapai klimaksnya. Tapi kenapa dia tidak merasakan semprotan pejuh hangat seperti biasanya? Begitu melihat penis sang kakak ipar yang masih kaku dan menegang, tahulah dia kalau ustad Ferry masih belum apa-apa. Lalu, kenapa dia sudah keburu berhenti? Tidak nikmatkah tubuhku? Aya sudah akan bertanya saat dengan tiba-tiba bang Jack sudah membungkam mulutnya sambil menusukkan penisnya kuat-kuat.
JLEEBBB!!!
”Auw!” Aya spontan menjerit, dan begitu bang Jack mulai menggenjot tubuhnya, ia pun sepenuhnya lupa pada ustad Ferry yang sekarang berjalan pelan menuju ruang tengah.
***
Dengan hati dongkol, ustad Ferry membangunkan Haifa yang sedang tidur lelap berpelukan dengan Azzam. Ditepuknya bahu wanita cantik itu.
”Hmm... apa, Pah?” tanya Haifa sambil sedikit menggeliatkan tubuh sintalnya.
Ustad Ferry menunjukkan penisnya yang masih menegang pada sang istri. ”Bantuin dong, Mah. Masih pengen nih.” pintanya.
Haifa tersenyum, ”Lho, tumben Aya nggak bisa bikin papa moncrot. Biasanya dia selalu berhasil.” tangannya meraih penis itu dan mulai mengocoknya pelan. Azzam yang mengetahui hal itu, sedikit berguling ke samping, memberi kesempatan pada kakak iparnya untuk menikmati tubuh molek sang istri.
”Gara-gara bang Jack tuh. Sukanya ganggu melulu.” ustad Ferry membuka paha Haifa, memperhatikan memek istrinya yang masih nampak basah oleh lendir pejuh Azzam.
”Ya sudah, sini sama mamah aja. Tapi mama cuma berbaring aja ya, mama capek.” kata Haifa sambil tangannya membimbing penis sang suami agar segera memasuki liang vaginanya. ”Ehm... ughh!” rintihnya pelan saat ustad Ferry sudah menusuk dan mulai menyetubuhinya. Laki-laki itu dengan giat menggenjot pinggulnya, sementara Haifa cuma terbaring pasrah sambil sesekali merintih dan menjerit, dia terlalu lelah untuk membalas. Haifa masih membutuhkan waktu untuk memulihkan tenaganya kembali.
Tepat saat itulah, pintu depan tiba-tiba terbuka. Masuklah Kalila dengan keceriannya seperti biasa. ”Hai, semua! Aku bawa...” sama seperti bang Jack, ucapannya juga langsung berhenti begitu melihat apa yang terjadi. Tersaji vulgar di depan matanya, tampak ustad Ferry yang menindih tubuh bugil sang istri, mereka bercinta dengan segenap nafsu dan gairah. Di sebelahnya, Azzam tertidur pulas, seperti tidak terganggu oleh teriakan dan rintihan Haifa yang bersahut-sahutan dengan jeritan Aya dari dapur. Bang Jack yang sedang menggenjot tubuh bugil Aya di atas meja makan, menoleh dan tersenyum kepadanya.
”Ayo, Kalila. Gabung disini.” kata laki-laki tua itu.
”Ihh, amit-amit, Bang. Lebih baik aku pulang aja daripada main sama abang.” Kalila mengidikkan bahunya. Hari ini dia memakai baju putih lengan panjang yang menunjukkan keindahan payudaranya, dengan rok panjang dari bahan sejenis.
”Kalau main sama aku, mau nggak?” tanya ustad Ferry sambil menghentikannya goyangannya.
”Iya, Kalila. Tolong sebentar ya? Aku masih capek habis main dua ronde sama Azzam.” pinta Haifa ikut mendukung sang suami.
Sebenarnya Kalila lebih suka main dengan Azzam. Selain karena Azzam masih muda, juga karena Kalila mencintainya. Bukankah lebih nikmat melakukannya dengan orang yang kita cintai? Tapi melihat kondisi Azzam yang masih teler tak bertenaga, Kalila jadi ilfil juga. Apalagi dilihatnya penis Azzam juga mengkerut menyedihkan, hanya sebesar jempol tangannya. Di lain pihak, begitu ustad Ferry mencabut penisnya, dilihatnya kontol laki-laki itu begitu panjang dan perkasa, tampak begitu kaku dan keras, membuat Kalila dengan mudah tergoda dan tak mampu untuk menolaknya. Jadi, saat tangan ustad Ferry membimbingnya menuju sofa, iapun tidak melawan. Kalila pasrah pada laki-laki itu.
”Kalila, hmph...” ustad Ferry mendekap dan menciumi bibir Kalila habis-habisan sampai membuat nafas gadis itu memburu. "Ayo, Kalila!” dia dorong tubuh Kalila hingga telentang di sofa.
”Auw!” Kalila menjerit kecil tapi tidak menolak. Matanya tak berkedip menatap kontol ustad Ferry yang masih mengacung tegak di depannya, siap untuk pertempuran selanjutnya.
Sebelum Kalila sempat berkata, ustad Ferry sudah menerkam dan meremas-remas payudaranya yang masih terbungkus pakaian. "Wow, gede juga tetekmu, Kalila. Nggak kalah sama punya Aya.” komentarnya. Dia kemudian menyingkap rok Kalila hingga terlihatlah celana dalam Kalila yang berwarna hitam, sangat kontras dengan paha dan bokongnya yang putih mulus. Dengan tak sabar, ustad Ferry mengelus dan meremas-remasnya. Tangannya terus naik hingga ke pangkal paha gadis itu. Disana, jari-jarinya menyelinap lewat tepi celana dalam Kalila dan mulai menggerayangi kemaluannya.
Dengan tangannya yang lain, ustad Ferry meraih tangan Kalila dan menggenggamkannya pada batang penisnya. "Kocok, Kalila. Kocok yang cepat!" pintanya.
"Pak Ustad... mhpmhh...!” desah Kalila di tengah cecaran bibir ustad Ferry yang terus melumat bibirnya dengan rakus. Dia sudah hanyut menikmati gairahnya, sepenuhnya tenggelam dalam hasrat seksualnya.
"Lepas ya, Kalila? Aku pengen ngeliat tubuh kamu!" kata ustad Ferry sambil mulai melucuti baju Kalila satu per satu. Kalila tidak bisa menolak, pakaiannya dengan cepat berjatuhan di lantai hingga akhirnya tak satupun tersisa di tubuhnya yang indah. Ustad Ferry memandangi tubuh telanjang Kalila tanpa berkedip. "Mulus banget kulitmu, Kalila. Montok lagi! Aku jadi nggak tahan!" gumamnya sambil langsung melahap salah satu payudara Kalila. Dia remas dan jilati putingnya dengan penuh nafsu.
”Ughh...” Kalila merintih dan menggelinjang. Dia pegangi kepala ustad Ferry dan diarahkannya ke payudaranya yang lain. "Yang ini juga, pak Ustad." pintanya genit.
Dengan senang hati ustad Ferry melakukannya. Ia jilati payudara Kalila bergantian, kiri dan kanan, sambil tak lupa terus memegangi dan meremas-remas bulatannya. Setelah puas, baru ia turun ke bawah dan membuka lebar kedua belah paha gadis itu. Tak berkedip ia memandangi daerah kemaluan Kalila yang berbulu lebat dengan belahan tengahnya yang memerah.
”Ehmmm... ughhhh!!” rintih Kalila dengan  tubuh menggelinjang hebat merasakan lidah ustad Ferry yang mulai menggelitik lubang vaginanya. Sambil menjilat, tangan laki-laki itu terus memilin-milin putingnya, sesekali juga menelusuri punggung dan pantatnya, membuat Kalila hanya bisa menggeliat-geliat hebat dirangsang seperti itu.
Setelah beberapa saat, ustad Ferry merasa cukup dengan foreplay-nya. Dipegangnya pundak Kalilah dan diputarnya tubuh gadis itu membelakanginya, ”Membungkuk sedikit, Kal. Pegangan di sofa! Kakimu renggangkan sedikit.” pinta ustad Ferry yang dituruti Kalila dengan sedikit bingung.
Berdiri di belakang bokong bulat Kalila yang tersaji indah di depannya, ustad Ferry meraba vagina Kalila dan membelahnya perlahan, merasakan kalau benda itu sudah begitu hangat dan basah, membuat Kalila menjerit kecil, kaget tapi suka. Menoleh ke belakang, dilihatnya sang Ustad sudah bersiap untuk memasukinya. ”Pelan-pelan, pak Ustad... sshhhh!” rintih Kalilah masih dengan posisi setengah membungkuk.
JLEEBBB! Penis itu menerobos masuk dan, plok-plok-plok! bunyi yang timbul saat ustad Ferry mulai memompa pinggulnya maju mundur begitu cepat. Gesekan alat kelamin mereka membuat suasana menjadi semakin panas. Dengan semakin banyaknya lendir kenikmatan Kalila yang meleleh keluar membuat ustad Ferry tidak kesulitan untuk melakukannya.
Kalilah mengerang, tapi tidak begitu terdengar, kalah oleh rintihan dan jeritan Aya yang disetubuhi oleh bang Jack di dapur. Aya memang suka berisik kalau lagi main. Tapi itu sudah cukup memacu gairah ustad Ferry untuk menggerakkan penisnya semakin cepat. Kalila yang menerimanya bergoyang nikmat ke kiri dan ke kanan, membuat gerakan memutar seolah meremas kejantanan laki-laki itu. Tak kuasa menahan serangan ustad Ferry yang begitu cepat dan brutal, Kalila pun menjerit tak lama kemudian, ”Pak Ustad, Kalila nyampee! Aaaahhh...” lenguh gadis muda itu dengan cairan cinta menyembur deras.
Ustad Ferry buru-buru mencabut penisnya, dibiarkannya lendir Kalila berlelehan di lantai. Ia yang juga merasa sudah hampir klimaks, mengajak Kalila untuk berganti posisi. Dia duduk di sofa, sementara Kalila jongkok di hadapannya. ”Emut, Kal!” ustad Ferry ingin ejakulasi di dalam mulut Kalila.
Tanpa bertanya, Kalila memasukkan kemaluan sang Ustad ke dalam mulutnya. Ia mengulum dan menghisap batang itu penuh nafsu. Bisa dirasakannya batang kemaluan ustad Ferry mulai berkedut-kedut ringan, tanda kalau tak lama lagi akan menyemburkan isinya. Kalila tetap mengulumnya karena tak keberatan ustad Ferry orgasme di dalam mulutnya.
Beberapa detik kemudian, ”Ahh... sshhh... Kaal! Aghhh... aku keluar!!” dengus ustad Ferry mencapai puncak. Sembari memegang kepala Kalila yang masih berbalut jilbab, ia tembakkan seluruh spermanya hingga tetes yang  terakhir.
Kalila langsung menelan semuanya. Tanpa rasa jijik dan tanpa sisa sedikit pun. Wajahnya memang kelihatan lugu, tapi ternyata liar luar biasa saat bermain.
”Enak, Kal?” tanya ustad Ferry di sela nafasnya yang mulai teratur.
”He-eh, asin tapi gurih.” Kalila tersenyum nakal sembari membersihkan sisa sisa lendir di mulutnya dengan lidah.
***
Haifa keluar dari kamar mandi dengan hanya berbalut handuk. Setelah melihat sang suami sibuk dengan Kalila, dia segera pergi ke belakang sekedar untuk membasuh tubuhnya. Di dapur, ia berjumpa dengan bang Jack yang masih asyik menikmati tubuh montok Aya. Laki-laki itu terus merangsek memek sempit Aya sambil bibirnya tak henti menciumi bagian-bagian tubuh Aya yang bisa ia capai. Terutama payudaranya, benda itu sekarang menjadi sangat bengkak dan memerah akibat terlalu sering jadi sasaran lumatan  bang Jack. Dan di luar dugaan, laki-laki itu ternyata kuat sekali. Aya sampai kewalahan melayaninya.
”Kak, bisa tolong aku? Aku sudah capek banget nih.” lirih Aya pada Haifa. Nafasnya sudah berat dan putus-putus, setelah dua kali orgasme, tubuhnya jadi sangat lelah dan lemas sekali.
Kasihan melihat kondisi Aya, Haifa terpaksa turun tangan. Dia tidak ingin Aya menjadi sakit hanya karena ulah bang Jack yang tidak bertanggung jawab. Mengangguk pelan, Haifa segera melepas lilitan handuknya dan langsung bugil karena dia memang tidak memakai cd dan bh lagi. Tubuhnya terlihat tidak kalah bagus dibanding Aya, sama-sama putih dan bersih, toketnya juga sama-sama besar. Malah Haifa terlihat lebih unggul karena tubuhnya sudah matang sempurna, bandingkan dengan Aya yang masih dalam tahap pertumbuhan.
Bang Jack terus melanjutkan tusukan penisnya di memek sempit Aya saat Haifa mengajaknya berciuman, saling melumat bibir dan bertarung lidah hingga air liur mereka berleleran dan bercampur satu sama lain. ”Gila!” bang Jack melenguh dalam hati. Dapat satu aja sudah lumayan, ini malah bisa menikmati dua perempuan kakak beradik yang sama-sama cantik dan seksi. Mimpi apa dia semalam?!
Haifa menurunkan ciumannya ke dada bang Jack dan menjilati putingnya. ”Ouhhh...” belum selesai bang Jack melenguh, Haifa makin menurunkan mulutnya hingga tiba di selangkangan laki-laki tua itu. Dipandanginya penis bang Jack yang besar dan panjang, yang masih bergerak cepat mengocok memek sempit Aya. Ditunggunya hingga penis itu selip. Begitu bang Jack terlalu kuat menarik hingga penisnya terlepas, Haifa segera menyambar dan mengulumnya. Setelah puas, baru ia kembalikan agar bang Jack bisa menyetubuhi Aya kembali. Sungguh dua bersaudara yang sangat akrab, bisa dengan nyaman berbagi kontol seperti itu.
Bang Jack yang menerimanya cuma bisa melenguh keenakan menikmatinya. Dipandanginya tubuh montok Haifa yang sekarang berdiri telanjang tepat di depannya. ”Mau apa lagi dia?” batin bang Jack dalam hati.
Jawabannya ia ketahui saat Haifa berkata tak lama kemudian. ”Ini memekku, Bang. Jilat! Habiskan semuanya!” ia berkata sambil mendorong selangkangannya ke mulut bang Jack.
Tidak menolak, bang Jack pun langsung menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat. Dia telusuri seluruh lorong cinta Haifa sambil ia terus memompa pinggulnya, menyetubuhi Aya.
”Bang, jangan ditumpahin di dalem ya... saya lagi masa subur,” kata Aya di sela-sela dengusan nikmatnya.
”Tenang saja, Ai. Abang ngerti kok.” sahut bang Jack sambil terus memainkan kontolnya di lorong rahim Aya yang sudah sangat becek.
”Dorong yang keras, Bang. Ughh... enak banget! Saya mau nyampe nih.” pinta Aya.
Bless! Sleep! Sleep! bang Jack pun menusukkan penisnya semakin keras. ia pompa terus alat kelaminnya sampai Aya bergerak tidak teratur karena menahan nikmat. ”Oouh... hhshh... uhfff... terus, Bang! Entot terus memek aku!” jeritnya keenakan.
”Enak kan kontolku, Ai?” tanya bang Jack sambil memainkan jari-jarinya di lubang vagina Haifa. Sementara Haifa sendiri asyik mencucup dan  menjilati puting susu Aya sambil tak henti meremas-remas bongkahannya.
”Hmm... enak banget, Bang. Tapi bikin saya jadi capek!” Aya menggeliat. ”Auw! Aku nyampe, Bang! Ughhh... AAHHHHHH!!!” menjerit keras, dia pun melepas orgasmenya.
”Oughhh...” bang Jack ikut melenguh, kontolnya serasa dijepit dan kemudian terasa hangat karena cairan kenikmatan Aya yang mengalir deras. Dia terus memompa pinggulnya hingga menimbulkan suara Clep-clep-clep yang menggetarkan jiwa setiap kali alat kelamin mereka beradu dan saling bergesekan.
”Sudah, bang. Berhenti dulu, aku capek!” Aya meminta.
”Iya, Bang. Sini, sama aku aja.” kata Haifa sambil asyik memainkan klitorisnya sendiri, nampaknya dia sudah sangat konak.
Mengangguk mengerti, bang Jack mencabut penisnya dan duduk di kursi.  Diperhatikannya memek sempit Aya yang masih basah memerah, cairan kenikmatan tampak masih merembes keluar dari benda itu, membasahi taplak bermotif bunga yang mereka gunakan sebagai alas.
”Aku capek banget, Bang. Ternyata abang hebat juga muasin wanita,” bisik Aya saat bang Jack melumat bibirnya penuh nafsu. Mereka berciuman sejenak sebelum bang Jack tiba-tiba berseru kaget.
”Ahhh...” ternyata Haifa. Wanita itu sekarang tampak asyik mengulum kontol besar bang Jack. Entah kapan dia turun dari meja. Tahu-tahu sekarang sudah jongkok di depan tubuh bang Jack dan menghisap penisnya.
Tersenyum senang, bang Jack membiarkannya. Dia kembali memandang Aya dan mengajak istri Azzam itu berciuman. ”Bang, kok abang kuat banget sih? Saya sudah tiga kali, tetapi abang belum sama sekali!” tanya Aya penasaran.
Bang Jack hanya tersenyum. Sambil menggerayangi susu bulat Aya, ia minta Haifa agar terus mengulum penisnya. ”Iya, bu Ustad... begitu! Terus! Ughhh... yah, hisapan bu Ustad enak banget!”
Dipuji seperti itu membuat Haifa makin ganas mengulum, hingga membuat bang Jack merintih dan mendesis tak tahan tak lama kemudian. ”Ayo, Bu. Saya entot bu Ustad sekarang. Saya sudah nggak tahan nih. Burung saya sudah gatel pengen ngerasain memek bu ustad.”
Disuruhnya wanita itu menungging, berpegangan pada bibir meja. Dari belakang, bang Jack mendorong pelan-pelan batang penisnya sampai amblas seluruhnya ke dalam memek Haifa.
”Oouh... nikmat banget kontol Abang! Terus goyang, Bang!” pinta Haifa saat bang Jack mulai menggoyang pinggulnya.
”Iya, bu Ustad.” Sambil berpegangan pada payudara Haifa yang menggantung indah, bang Jack pun mempercepat tusukan penisnya.
”Ehm... enak banget, Bang! Sshhhh… uhffhh… entot terus, Bang! Aku suka dientot sama bang Jack.” Haifa mulai meracau tidak karuan, sementara Aya memeluk bang Jack dari belakang dan menggesek-gesekkan tubuhnya ke punggung laki-laki tua itu sambil menciumi lehernya.
“Nanti aku minta lagi ya, Bang! Bang Jack masih sanggup kan?” bisik Aya di telinga bang Jack.
Bang Jack hanya diam karena sedang berkonsentrasi menggenjot memek Haifa. Mereka terus saling bertindihan seperti itu, dengan bang Jack berada di tengah-tengah, sampai akhirnya Haifa menjerit tak lama kemudian. ”Bang, saya mau keluar nih! Terus, Bang! Genjot terus! Oouhh...”
Cret... cret... cret... bang Jack bergidik saat merasa kontolnya disiram oleh cairan cinta oleh Haifa. Tapi dia terus memompa pinggulnya karena merasa hampir sampai juga. Ditariknya rambut panjang Haifa sehingga wajahnya menghadap ke belakang. Mereka berciuman sejenak. ”Enak kan kontolku, bu Ustad?” tanya bang Jack nakal.
“Enak banget, Bang! Entot terus memek aku! Terus! Ughhhh...” Kini Haifa memutar-mutar pinggulnya sehingga membuat kontol bang Jack yang masih bersarang di dalam serasa bagai terpilin-pilin.
”Ehm... terus, bu Ustad. Enak banget! Saya mau keluar nih.” bisik bang Jack. Tangannya kini ganti meremas-remas payudara Aya yang masih menempel erat di punggungnya.
”Iya, Bang. Saya juga mau keluar lagi.” sahut Haifa. Goyangan pinggulnya menjadi kian cepat dan liar.
“Saya keluarin dimana nih, bu Ustad?” tanya bang Jack dengan mata merem melek keenakan.
”Tumpahin di dalam aja, Bang.” kata Haifa pelan.
Bang Jack pun menggenjot dengan cepat memek Haifa, sedang Aya masih asyik mencupangi lehernya. ”Saya keluar, bu Ustad. Oouh... aahhh...!!” Croot! Croot! Croot! Dengan tubuh bergetar, bang Jack menumpahkan seluruh spermanya di dalam memek Haifa sambil terus memompanya pelan-pelan. Saking banyaknya, sebagian sperma itu keluar lewat celah bibir vagina Haifa.
”Enak banget di entot sama bang Jack, uhfff... capek!” lirih Haifa gemetaran, tapi sangat puas dan nikmat.
Bang Jack mencabut kontolnya. Setelah menguras seluruh isinya, benda itu jadi terlihat lemas. Haifa segera berbalik dan menjilati sisa-sisa sperma yang masih menempel disana, sampai bersih. Setelah itu dia pamit, ”Aku udahan dulu ya. Capek banget, soalnya tadi sudah sama Azzam dua ronde. Kalian lanjutin aja berdua, Aya kayanya masih pengen tuh.” berjalan terseok-seok, Haifa masuk kembali ke kamar mandi.
Tinggallah bang Jack berdua bersama Aya. Sambil memeluk tubuh montok Aya, bang Jack berbisik. ”Ai, sebenernya abang sudah lama banget pengen ngentot sama kamu, tapi abang takut ngajak soalnya kamu sudah punya Azzam.”
”Abang tahu nggak, kontol bang Jack itu enak banget lho. Biar sudah tua tapi tahan lama, nggak kalah sama punya Azzam. Mulai sekarang, kapanpun bang Jack pengen, langsung aja kemari. Abang tahu sendiri kan gimana kehidupan seks kita?” Aya menunjuk dirinya, juga Haifa yang berada di kamar mandi, serta Kalila yang masih asyik ditunggangi oleh ustad Ferry di ruang tengah.
Bang Jack tersenyum, dia sangat senang mendengarnya. Tanpa pernah menyangka, di usia tuanya, dia bisa ngentot kapan saja dengan ketiga bidadari cantik yang ada di rumah ini. ”Tinggal minta aja, langsung dikasih.” pikirnya dalam hati. Sungguh sangat beruntung.
”Bang, entot saya lagi dong, masih pengen nih.” pinta Aya tanpa sungkan.
”Bang Jack sih mau aja, Ai. Tapi kontol abang sudah lemes gini nih,” bang Jack menunjuk kemaluannya yang meringkuk memilukan.
”Tapi masih bisa kan dibangunkan lagi?” harap Aya.
Bang Jack mengangguk. ”Bisa, tapi tergantung sama usaha kamu.” ujarnya.
Tersenyum gembira, Aya meraih penis itu dan dengan lahap mulai mengulumnya. Dia memasukkan semua kontol itu ke dalam mulutnya dan menghisapnya dengan begitu rakus. Bang Jack mendesis merasakan lidah Aya yang bermain-main di ujung batang kemaluannya.
“Oohhh... nikmat banget, Ai. Terus, burungku sudah mulai bangun nih.” rintih bang Jack. Terlihat kontolnya memang sudah mulai tegang kembali.
Aya menghisapnya makin cepat seperti sedang menikmati lolypop, sambil lidahnya terus menggelitik ujung kontol itu. Hampir sepuluh menit dia melakukannya sampai akhirnya bang Jack berbisik, ”Masukin sekarang, Ai. Aku udah nggak tahan.” laki-laki itu duduk di kursi, sementara Aya jongkok di atas kontolnya dan mengarahkan daging hitam itu ke belahan vaginanya. Pelan tapi pasti, Aya menurunkun pantatnya. Terlihat rona mukanya jadi memerah saat kontol bang Jack mulai menembus masuk.
”Oouh... kontol abang kok bisa gede gini sih? Kayanya mentok deh sampai ke rahim aku.” sambil berkata, Aya mulai menggoyang pinggulnya.
Berpegangan pada bulatan payudara Aya, bang Jack melenguh keenakan. ”Oouhh... Ai, enak banget, sayang! Terus!” dia merasa kontolnya bagai dipijat dari segala arah oleh memek sempit Aya. Sebagai pelampiasan, dia remas buah dada gadis itu semakin keras untuk menahan rasa nikmatnya.
”Aah... kontol bang Jack juga enak.” sahut Aya dengan tetap menggenjot pinggulnya, bahkan kini menjadi semakin cepat dan kuat.
Bang Jack mengimbangi dengan terus meremas-remas payudara istri Azzam itu dan menggoyangkan pinggulnya memutar.
“Nikmat banget, Bang. Aku mau keluar nih, terus!” Aya meremas tangan bang Jack yang berada di atas gundukan payudaranya, sepertinya dia sedang menahan sesuatu yang sangat nikmat yang sebentar lagi akan datang. Kepalanya menengadah ke atas.
Saat bang Jack menusukkan penisnya dalam-dalam, Aya pun menjerit. ”Ouhhhh... aku keluar, Bang! Ughhh... nikmat banget! Uhffff...” dengan deras, cairan cintanya mengalir keluar membasahi batang kontol bang Jack, juga jembut mereka yang bertaut tak beraturan. Aya menunduk, mencium mesra bibir bang Jack yang tebal, sementara kontol laki-laki gendut itu masih berada di dalam vaginanya.
”Trims ya, Bang, udah muasin aku. Uh, capek banget!” keluh Aya gembira.
Tidak peduli, bang Jack mengangkat tubuh gadis itu dan membaringkannya di meja, lalu memompanya lagi dengan begitu cepat. ”Aku belum, Ai.” bisiknya.
”Ouhhh... iya, Bang. Tapi jangan keras-keras! Sakit! Uffhh...” rintih Aya. Tubuh montoknya tampak terlonjak-lonjak akibat genjotan bang Jack yang semakin liar.
”Memek kamu enak banget, Ai. Aku suka!” laki-laki itu menunduk dan kembali menjilati puncak payudara Aya.
”Ehss... pelan-pelan, Bang!” Aya meminta lagi.
Dan kembali, bang Jack tidak mengabulkannya. Dia terus menggoyang pinggulnya kuat dan brutal. ”Tahan sebentar, Ai. Aku mau keluar nih,” bisiknya parau.
Merasakan kontol bang Jack yang mulai berkedut-kedut ringan, Aya pun segera mendorong tubuh laki-laki tua itu. ”Jangan di dalam, Bang!” pintanya.
Dengan agak kecewa, bang Jack mencabut penisnya, kemudian berdiri di depan Aya dan menyuruh gadis itu untuk mengocoknya. Aya pun jongkok dan melakukannya. “Ayo, Bang, keluarin spermamu. Aku pengen ngerasain spermamu!” Aya terus mengocok dengan penuh semangat sambil menjilati ujung kontol bang Jack.
”Hisap, Ai. Pake mulut kamu. Abang mau keluar nih! Sebentar lagi…” desis bang Jack.
Aya pun langsung memasukkan kontol basah dalam genggamannya itu ke dalam mulut, dan menghisapnya dengan begitu rakus, sementara tangannya bergantian memainkan bijinya yang menggantung indah.
”Ughhhh... Ai!” bang Jack merintih merasakan kehangatan mulut Aya. Rasanya begitu nikmat. Tubuhnya sampai mengejang saat cairan spermanya menyembur keluar. ”Oouhhhh... achhh... Ai!!” diatahannya kepala gadis cantik itu agar Aya menelan semua pejuhnya. Creeet! Creett! Crettt! Cairan lengket berwarna putih itu tumpah semua di mulut Aya.
”Hmm... cleguk! cleguk!” tanpa rasa jijik, Aya langsung menelan semuanya dan menjilati sisa-sisa sperma yang masih tersisa di kontol bang Jack. ”Sperma abang rasanya enak banget. Asin tapi gurih.” gumamnya.
Bang Jack tidak menjawab. Tampak kontolnya langsung lemas karena keluar dua kali dalam waktu yang hampir bersamaan.
***
Azzam terpaku memandangi Kalila yang sedang merangkak mendekati dirinya. Ia melihat betapa gadis itu belum terpuaskan oleh permainan ustad Ferry.
”Gimana, Zam, udah segeran dong habis tidur lama?” tanya Kalila membuka
percakapan. Ia naik ke atas tubuh Azzam dan menggesek-gesekkan bulatan payudaranya ke dada laki-laki itu.
”Masih pengen ya?” kata Azzam sembari menarik tangan Kalila dan ditaruhnya di atas batang penisnya.
”Iya, ustad Ferry cepet banget keluarnya.” sambil tersenyum manis, Kalila menunjuk ustad Ferry yang sekarang terkapar kelelahan di karpet. ”Aku mau sama kamu, Zam. Nih udah bangun.” dia mengenggam batang penis Azzam dan mulai mengocoknya pelan.
”Setiap kali lihat tubuhmu, aku selalu terangsang, Kal.” jawab Azzam.
”Kalau gitu... entot aku, Zam. Punyaku gatel nih liat kontolmu.” Kalila mendesah.
”Gila kamu, Kal. Nggak ada capek-capeknya.” Azzam merengkuh leher gadis itu, kemudian ditempelkannya bibirnya ke bibir tipis Kalilah. Tampak sekali kerinduan Kalila akan cumbuan Azzam, dia membalas rabaan serta ciuman Azzam dengan tidak kalah ganasnya. Mereka melepas rindu dengan saling memagut dan melumat mesra. Azzam menjilati leher jenjang Kalila diiringi desahan nakal Kalila dan rabaan tangan gadis itu di belakang punggungnya.  Kemudian Kalila jongkok dan tanpa sungkan lagi meraih penis Azzam untuk dikulum layaknya anak kecil yang rindu akan es krim kegemarannya. Azzam tersenyum melihat tingkah sahabatnya.
Setelah beberapa saat, Kalila berdiri dan kembali mencium bibir Azzam. Bisa dirasakannya tangan Azzam meraba payudaranya yang sebelah kiri, lalu meremas lembut sembari memainkan putingnya. ”Ughhh...” Kalila mendesah keenakan. Dia membalas dengan menggesek-gesekkan kemaluannya pada batang penis Azzam.
”Kal,” berbisik memanggil, Azzam mengangkat kedua paha Kalila. Seolah menggendong anak kecil, ia putar tubuh Kalila untuk kemudian ditidurkannya di atas sofa. Dengan rakus dijilatinya kedua payudara Kalila, kiri dan kanan, bergantian. Kalila menggelinjang keenakan. Diraihnya kepala Azzam dan diacak-acaknya rambut laki-laki itu.
”Auw! Zam...” Kalilah memekik saat lidah Azzam sampai pada lubang kemaluannya. ”Ughhh... ya, jilat yang dalam, Zam! Sshhh...” racaunya tanpa peduli keadaan sekitar.
Azzam terus memainkan lidahnya pada klitoris Kalila. Dengan diiringi decakan lidah, ia adu mulutnya dengan vagina Kalila yang telah basah membanjir.
”Ahhh... ahhh... mmhhh... sshhh... aahhh... Zaammm!!!” Kalila menjerit histeris. Di dapur, dua pasang telinga mendengar desahan itu dan tersenyum.
”Kalila kayaknya lagi enak banget tuh.” kata bang Jack.
”Biasa ah, Kalila memang suka teriak-teriak gitu.” sahut Aya.
Mereka sedang perpelukan duduk di meja dapur. Dengan nakal bang Jack meraba-raba selangkangan Aya, digosok-gosoknya lembut, terasa benda itu begitu hangat dan lembab. Sementara tangan yang sebelah lagi meremas pelan payudara Aya yang membusung indah, yang diakhiri dengan pijitan keras di putingnya. Aya yang diperlakukan seperti itu jadi resah kembali. Sekuat tenaga, berusaha ia atur nafasnya yang mulai memburu agar tidak terdengar oleh bang Jack. Kalau sampai laki-laki itu tahu, bisa-bisa ia minta lagi. Padahal Aya masih sangat lelah saat ini.
Tiba-tiba terdengar jeritan Kalila dari ruang tengah. Rupanya gadis itu sudah mencapai klimaksnya, ”Zaamm! Aahhh... hheggghhh... ssshhh... aaahhh...” didekapnya kepala Azzam yang masih berada di depan selangkangannya, dijepitnya dengan dua paha erat-erat. Azzam jadi tidak bisa menghindar saat memek Kalila berkedut-kedut kencang dan menyemburkan cairan cintanya. Dengan terpaksa Azzam menerima dan menelan semuanya.
Setelah tubuh Kalila melemas dan terkapar dalam kepuasan yang tiada terkira, Azzam bangkit dan merengkuhnya. Diciumnya kening gadis itu dan diusapnya rambut Kalila yang panjang penuh rasa sayang.
”Zam, oughh… enak banget!” ujar Kalila di sela-sela nafasnya yang masih tersengal.
”Aku juga pengen enak, Kal. Sekarang aku yang tiduran ya, kamu yang berada di atas.” pinta Azzam kepada Kalila.
”Ahh, terserah kamu, Zam!” kata Kalila pasrah.
Azzam segera merebahkan tubuhnya di sofa, perlahan ia bimbing Kalila untuk jongkok di atas perutnya. Kalila yang paham, sembari tersenyum, meraih penis Azzam dan perlahan dimasukkannya ke dalam belahan kemaluannya. Ia menurunkan pinggulnya hingga perlahan batang penis Azzam menusuk masuk ke dalam liang vaginanya. Setelah mentok, Kalila menarik dan menurunkan pinggulnya lagi. Begitu terus hingga lama kelamaan gerakan itu menjadi lancar dan cepat.
Menikmati goyangan gadis itu, Azzam memegangi payudara Kalila yang jatuh menggelantung indah. Diremas-remasnya pelan sambil sesekali meraih bokong besar Kalila di bawah sana dan mengusap-usapnya mesra.
Kalila yang merasakan sensasi baru dalam bersetubuh, merintih suka. ”Ahhh... Zam, enak banget! Ughhh... terus setubuhi aku, Zam!” ia merasakan gesekan klitorisnya pada batang penis Azzam begitu nikmat dan menggelikan. Tak butuh waktu lama baginya untuk mencapai orgasmenya kembali.
”Ouhhh... aku keluar, Zam! Kontolmu enak sekali!” racau Kalila dengan tubuh mengejang dan cairan cinta menyembur deras.
Azzam segera mencabut penisnya. Diberikannya benda yang masih menegang dahsyat itu pada Kalila. ”Hisap sampai keluar, Kal!” perintahnya.
Tapi Kalila menolak. ”Nggak ah. Keluarin aja di memek Kalila. Entot aku lagi, Zam!” sehabis berkata begitu, ia membaringkan tubuh mulusnya di sofa dan  membuka kedua pahanya lebar-lebar sehingga terlihat jelas bentuk vaginanya yang sudah merah merekah.
Azzam segera menancapkan lagi kontolnya ke lubang sempit itu. Lalu perlahan-lahan mulai ia goyang maju mundur hingga alat kelamin mereka kembali bergesekan.
”Oouchh... nikmat banget, Zaam! Setubuhi aku sampai kamu keluar. Siram rahimku dengan sperma, Zam.” birahi Kalila yang kembali memuncak membuat gadis itu meracau tidak karuan, kepalanya menggeleng ke kiri dan ke kanan di sofa yang sempit itu sehinga terlihat sangat seksi. Azzam pun memompa tubuhnya semakin cepat.
”Goyang terus, Zam. Tusuk memekku dengan kontolmu. Aku mau keluar lagi, Sayang! Ouchhh... ahh!” Kalila kelojotan saat cairan cinta kembali menyembur dari liang vaginanya. Sementara Azzam yang juga sudah tidak tahan lagi, mencabut penisnya dan mengarahkannya ke wajah imut Kalila.
Croot! Croot! Croot! Spermanya keluar membasahi wajah gadis itu. Azzam lalu mendorong kontolnya masuk ke dalam mulut Kalila untuk menyuruh gadis itu agar membersihkan sisanya. Kalila langsung menjilatnya dengan lahap. Azzam mengusap sperma yang berlelehan di wajah Kalila dengan menggunakan jari-jarinya, kemudian ia berikan jari itu pada kalila. Tanpa membantah, Kalila langsung menjilatinya. Ia bersihkan jari-jari Azzam yang penuh dengan sperma itu hingga bersih, dan menelan semuanya tanpa sungkan.
  
Mereka berciuman sejenak sebelum akhirnya berpelukan tertidur berdua di sofa. Haifa yang selesai mandi membangunkan ustad Ferry dan mengajaknya pindah ke dalam kamar. Sementara Aya dan bang Jack, mandi bareng berdua dan memulai babak baru permainan mereka.
END